Dan Microsoft mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020, termasuk negara Indonesia. Dalam laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) itu, mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara, alias paling tidak sopan di wilayah tersebut.
Beberapa kasus yang cukup viral karena UU ITE di antaranya ialah, kasus Prita Mulyasari, Pasien Rumah Sakit di Tangerang, dari tahun 2008 hingga 2012. Lalu ada juga kasus Ariel, Artis pada 2010, Muhammad Arsyad, Aktivis dari  Makassar pada 2013-2014,  kasus Anindya Joediono, Mahasiswa di Surabaya pada 2018, lalu kasus yang dialami Baiq Nuril Makmun, Guru, Mataram, 2018.Â
Dari kasus yang ada beberapa aktifis juga menyuarakan akan sifat pasal tersebut yang terlalu multitafsir dan dapat menimbulkan amiguitas dalam penegakan hukum. Pasal tersebut juga akhirnya juga dapat istilah pasal karet terutama di pasal 27 ayat 3.Â
Yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".
Menurut pemaparan dari menko polhukam Prof. Mahfud MD yang akan terjerat karena pasal tersebut ada 3 unsur, pertama pembicara, kedua perekam dan ketiga ialah penyebar.Â
Ketiganya dapat terkena sanksi yang tercantum pada Pasal 36 UU ITE "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain".Â
Dan dipertegas hukumannya pada Pasal 51 ayat (2) UU ITE "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)".
Dalam pandangan Hikam Halwanullah SH permasalahan UU ITE yang mengerikan ini ada pada permasalahan susahnya mengindikasikan antara kritik dan perusakan nama baik.Â
Karena kita tidak bisa menilai unsur actus reus (esensi kejahatan dalam perbuatan) apalagi mans res (sikap batin pelaku). Oleh karena itu ada sisi dimana UU ini cenderung digunakan sebagai alat politik. Dimana semua hanya bergantung pada alat bukti, saksi dan argumentasi yang berperkara untuk memberatkan yurisprudensi dari pengadilan.
Baik pidana maupun perdata setiap orang dapat dipermasalahkan menggunakan UU ITE ketika apa yang kita sampaikan menyinggung seseorang baik secara pribadi maupun jabatan tertentu.Â
Dalam sebuah kisah ada cerita seorang sahabat yang diminta untuk menyembelih domba dan mengambil 2 bagian yang paling baik. Dan diminta lagi dengan menyembelih domba lagi namun kali ini untuk bagian yang paling buruk.Â