Mohon tunggu...
Dian Kusumanto
Dian Kusumanto Mohon Tunggu... Insinyur - Warga Perbatasan

Berbagi Inspirasi dari Batas Negeri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cahaya Di Atas Cahaya

2 Februari 2025   14:51 Diperbarui: 2 Februari 2025   15:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep Cahaya di Atas Cahaya dalam Al-Qur'an

Konsep cahaya di dalam cahaya dijelaskan dalam QS. An-Nur: 35, yang sering disebut sebagai "Ayat Cahaya" (Ayat An-Nur). Ayat ini memiliki makna yang dalam dan menjadi dasar bagi banyak kajian dalam tasawuf mengenai hakikat cahaya Ilahi dan hubungan spiritual antara Allah, wahyu, dan makhluk-Nya.

1. Ayat Cahaya: QS. An-Nur: 35

"Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah misykt (ceruk) yang di dalamnya ada pelita (misbah). Pelita itu dalam kaca (zujajah), dan kaca itu seakan-akan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang tidak dari timur dan tidak dari barat, yang minyaknya hampir-hampir menyala walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (Nr 'ala Nr). Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nur: 35)

2. Makna Konsep "Cahaya di dalam Cahaya" ( - Nr 'ala Nr)

Dalam ayat ini, Allah memberikan perumpamaan tentang cahaya Ilahi, yang sering ditafsirkan dalam beberapa tingkat pemahaman:

A. Allah sebagai Cahaya Langit dan Bumi

  • " " (Allah adalah cahaya langit dan bumi.)
  • Allah adalah sumber utama segala bentuk cahaya, baik secara fisik maupun spiritual.
  • Tanpa cahaya-Nya, tidak ada petunjuk, tidak ada keberadaan.

B. Perumpamaan Cahaya Allah

  1. Misykt () = Ceruk/lubang dalam dinding diibaratkan sebagai hati manusia yang menerima cahaya Ilahi.
  2. Misbah () = Pelita/lampu diibaratkan sebagai ilmu dan wahyu yang menerangi hati.
  3. Zujajah () = Kaca yang bening dan bercahaya diibaratkan sebagai kejelasan jiwa manusia yang mampu merefleksikan cahaya Ilahi.
  4. Pohon Zaitun ( ) diibaratkan sebagai sumber hikmah dan kebijaksanaan yang universal dan tidak terbatas oleh tempat atau waktu.
  5. Cahaya di atas cahaya ( ) Makna paling dalam dari ayat ini, menunjukkan lapisan-lapisan cahaya yang bertingkat-tingkat.

3. Tafsir Tasawuf tentang "Cahaya di atas Cahaya"

Dalam tasawuf, "Cahaya di atas Cahaya" memiliki beberapa makna spiritual yang mendalam:

A. Cahaya Tauhid di Atas Cahaya Iman

  • Cahaya pertama = Keimanan kepada Allah.
  • Cahaya kedua = Makrifat (pengetahuan langsung tentang Allah).
  • Ini menggambarkan bahwa iman seseorang menjadi sempurna ketika disertai dengan makrifat dan pengalaman spiritual yang mendalam.

B. Cahaya Wahyu di Atas Cahaya Akal

  • Cahaya pertama = Akal manusia yang mampu berpikir dan mencari kebenaran.
  • Cahaya kedua = Wahyu Allah yang menjadi petunjuk tertinggi.
  • Manusia bisa mencari kebenaran dengan akalnya, tetapi tanpa wahyu, ia tidak akan mencapai kebenaran mutlak.

C. Nur Muhammad sebagai Cahaya di Atas Cahaya

Dalam tasawuf, Nur Muhammad sering dihubungkan dengan "Cahaya di atas Cahaya", karena:

  1. Nur Muhammad adalah cahaya pertama yang Allah ciptakan.
  2. Al-Qur'an adalah wahyu yang turun dari cahaya Ilahi.
  3. Nabi Muhammad adalah personifikasi sempurna dari wahyu dalam bentuk manusia.

Sehingga, "Cahaya di atas Cahaya" bisa diartikan sebagai:

  • Nur Ilahi yang termanifestasi dalam Nur Muhammad.
  • Al-Qur'an sebagai cahaya yang turun kepada Nabi Muhammad, yang juga merupakan cahaya petunjuk bagi manusia.
  • Nabi Muhammad sebagai "Al-Qur'an yang berjalan," yang membawa cahaya Ilahi dalam kehidupannya.

4. Kesimpulan: Makna Spiritual "Cahaya di dalam Cahaya"

  1. Allah adalah sumber segala cahaya, baik secara fisik maupun spiritual.
  2. Cahaya di atas cahaya adalah lapisan-lapisan cahaya petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia dalam berbagai bentuk, seperti akal, iman, wahyu, dan Nur Muhammad.
  3. Al-Qur'an adalah cahaya petunjuk yang diturunkan dari Allah dan terwujud dalam kehidupan Nabi Muhammad.
  4. Seorang hamba yang ingin mencapai makrifat harus menyucikan dirinya agar mampu menerima cahaya Ilahi dengan sempurna.
  5. Shalawat kepada Nabi Muhammad adalah salah satu cara untuk mendapatkan cahaya ruhani yang lebih dalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun