Sudahlah pak berhenti menulisnya, apa yang bapak dapatkan dari menulis"? kata Kastini pada Suhardi, suaminya yang juga seorang guru.
"Lho ibu ini bagaimana, saya ini kan ingin menjadi guru VIP," kata Suhardi sambil meneruskan aktivitas mengetiknya di laptopnya
"Hala, guru VIP apa? sejak bapak menekuni tulis menulis, bisa menghasilkan buku mana ada peningkatan ekonomi?" sergah Kastini tak puas dengan bukubuku yang masih menumpuk di ruang tamu.
"Ya sabar lha bu, lha bapak ini kan baru menghasilkan beberapa buku, itupun buku biasa yang berbeda dengan bukunya Andrea Hirata "Laskar Pelangi" yang lakunya sampai jutaan dan kisahnya sudah di filmkan," kata Suhardi meredam kekesalan Kastini istrinya.
Memang menulis bagi guru tak semudah membalik telapak tangan, bisa menghasilkan buku yang berkualitas seperti penulispenulis top yang sudah kenyang dengan dunia tulis menulis, bahkan sebelum bukunya muncul atau terbit sudah banyak yang inden.
Guru menulis adalah proses belajar, dan belajar untuk menyalurkan potensi dan kreativitasnya, seorang guru bisa menulis adalah sesuatu banget dan patut diapresiasi bagaimana pun mutu buku yang dihasilkan itu urusan nanti, tapi sekarang juga sudah banyak guru kreatif dan
menghasilkan bukubuku yang berkualitas dan laris manis di pasaran.
"Sudah sekarang kalau bapak terus menulis buku, tapi tak laku bukunya nanti saya "pertimbangkan" bukunya Pak" sela Kastini
"Apa maksudnya, "dipertimbangkan" bu? tanya Suhardi bingung
"Bukunya saya bawa ke pengepul kertas bekas bukunya saya jual dengan harga kiloan" kata Kastini
"Baik saya akan belajar menulis buku yang bagus, dan berkualitas supaya bukunya laris manis dan kisah dalam buku bisa di filmkan," kata Suhardi sambil menutup laptopnya
"Terus buku apa yang akan bapak hasilkan berikutnya, apa judulnya" tanya Kastini
"Ini buku kisah romansa remaja bu, mau tahu judulunya? Kisah Asmara Kastini Suhardi," pasti akan booming di pasaran dan dilirik produser untuk difilmkan.
"Ah bapak bisa saja," kata Kastini sambil mencubit lengan suaminya dan menariknya ke kamar tidur, karena waktu sudah larut malam
Pagi itu Hardi penulis yang baru menerbitkan sebuah buku bersiapsiap mengepak bukunya untuk dibawa ke tempatnya mengajar, sebuah SMP di Kota Semarang, dengan keyakinan yang kuat bahwa buku perdananya akan dihargai teman guru di sekolah tempatnya mengajar.
Dengan sepeda motor Hardi membawa 1 dos yang berisi 40 buku, jumlah yang sama dengan jumlah guru dan pegawai di sekolahnya. Sebagi penulis baru Hardi memberikan hadiah buku kepada Kepala Sekolahnya, dengan harapan Kepala sekolahnya akan memberikan apresiasi dengan membeli buku perdananya untuk perpustakaan sekolahnya.
"Makasih pak, teruskan menulis agar bisa menghasilkan buku yang lebih bagus dan lebih tebal," kata pak Hari Kepala SMP Negeri di pinggiran Kota Semarang.
"Samasama pak, apa perpustakaan tidak mengoleksi beberapa eksemplar buku saya?" kata pak Hardi dengan penuh harap
"Kemarin SMP sudah membeli ratusan buku untuk perpustakaan sekolah dari dana BOS, mungkin untuk tahun depan bisa dianggarkan lagi," Kata pak Hari sambil menyilahkan pak Hardi menuju ke ruang guru agar bisa mempromosikan bukunya.
"Sabar, sabar mungkin belum rezekinya di ruang ini," kata pak Hardi dalam hati sambil keluar dari ruang Kepala Sekolah menuju ruang guru.
Di ruang guru pak guru Hardi tak jadi menawarkan buku kepada teman guru dan pegawai, karena masih belum siap dengan jawaban temantemanya tentang bukunya, belum lagi membicarakan harga dan kualitas bukunya. Harapan disambut dan diapresiasi oleh kepala sekolahnya saja tak diperoleh. Padahal dia sudah mengikuti pelatihan menulis dengan biaya sendiri, menulis dan menerbitkan dengan biaya sendiri, tanpa mengganggu waktu mengajar dan meminta bantuan dana dari sekolahnya.Â
Memang menjadi penulis buku, apalagi penulis pemula dengan buku yang tipis, halamannya tak sampai 100, jangan berharap untuk segera bukunya laku, apalagi laris, juga jangan berharap untuk segera balik modal biaya yang di keluarkan tapi setidaknya sudah punya karya sebuah buku, dan menjadi satusatunya penulis buku di SMPnya.
"Pak Hardi bawa apa?" tanya bu Ida guru bahasa Indonesia.
"Bawa buku bu, hasil karya saya, buku sederhana untuk penulis pemula," jawab pak Hardi, sambil menunjukkan bukunya pada bu Ida.
"Wah bagus pak, hebat, saya saja yang sejak dulu pingin menulis buku belum bisa mewujudkan," kata bu Ida sambil mengamati buku Pak Hardi dengan judul Ada Cinta di Sekolah,,
"Saya beli 2 pak untuk saya dan anak saya yang di SMA, rupanya dia juga suka membaca novel," kata bu Ida
''Alhamdulillah bu, Bu Ida adalah pembeli pertama di SMP kita, semoga buku saya bisa memotivasi ibu untuk segera menulis buku, saya yakin bu Ida mampu, apalagi bu Ida terkenal dengan tulisantulisan puisi yang sudah banyak, itu bisa jadi buku kumpulan puisi" kata pak Hardi sambil menyerahkan 2 buku karyanya pada bu Ida.
"Pak, kalau ada pelatihan menulis lagi saya diberitahu mudahmudahan bisa ikut, biar lebih mantab dan segera bisa menerbitkan buku seperti pak Hardi" kata bu Ida sambil menyerahkan 1 lembar uang ratusan ribu untuk 2 bukunya pak Hardi.
"Insyaallah bu, akhir bulan ini ada pelatihan di Kudus, nanti saya share pengumumannya ke bu Ida," kata pak Hardi sambil izin bu Ida untuk masuk kelas karena bel tanda pergantian jam pelajaran sudah berbunyi.
T A M A T
Kota Pudak, 06-11-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H