Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru di MTsN 4 Kota Surabaya sejak tahun 2001
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka membaca dan menulis apa saja untuk dibagikan kepada orang lain dengan harapan bisa memahami dan mengerti kalau mau menerapkan apa yang ditulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pakaian Adat Tak Perlu sebagai Seragam Sekolah

20 Oktober 2022   14:49 Diperbarui: 20 Oktober 2022   15:09 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka pakaian adat anak (foto: Antara)

Mas Menteri Nadiem telah mengeluarkan aturan baru tentang seragam sekolah yaitu memasukkan pakaian adat daerah sebagai salah satu seragam bagi siswa di tingkat dasar dan menengah yaitu SD, SMP, SMA dan SMK. 

Semua itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dalam aturan terbaru ini disebutkan bahwa peserta didik dapat mengenakan baju adat pada hari atau acara adat tertentu. Pengenaan seragam baju adat ini berlaku mulai 7 September 2022.

Dalam Permendikbud Nomor 50 tahun 2022 dijelaskan bahwa seragam sekolah SD-SMP-SMA/SMK meliputi tiga hal yaitu :

1. Seragam Nasional yang meliputi:

- seragam nasional (merah-putih) untuk SD, 

- seragam nasional (biru putih) untuk SMP 

- seragam nasional (abu-abu putih) untuk SMA/SMK

2. Seragam Pramuka

3. Seragam Pakaian Adat.

Adapun tujuan pengaturan seragam sekolah dengan pakaian adat itu untuk menanamkan dan menumbuhkan nasionalisme, meningkatkan citra satuan pendidikan, menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan di kalangan peserta didik.

Keputusan Mas Menteri ini sebenarnya baik untuk menumbuhkanrasa nasionalisme dan patriotisme pada peserta didik, namun momennya yang kurang pas, karena beberapa hal.

1. Tidak semua orang tua/wali murid mampu membeli pakaian adat untuk putra-putrinya, apalagi kalau jumlahnya lebih dari 3 orang.

2. Situasi ekonomi yang sedang tidak baik, menghadapi resesi ekonomi, sementara harga-harga kebutuhan pokok naik, juga ongkos trasnportasi mengalami kenaikan karena BBM naik.

3. Ribetnya kalau anak-anak pakai pakaian adat, misalnya kalau pelajar putri di Jawa yang akan memakai kebaya dan jarit maka akan menimbulkan keribetan dan kerepotan bagi anak, orang tua dan guru.

4. Jangan-janagan pakaian adat ini hanya sebagai uji coba, sebagaimana beberapa waktu lalu PLN akan mengganti Kompor LPJ diganti kompor listrik, eh ternyata belum dua pekan kebijakan itu dicabut kembali.

Jadi tolong Mas Menteri kalau membuat kebijakan melihat situasi masyarakat secara keseluruhan, jangan hanya dilihat dari kaca mata orang-orang yang mampu secara ekonomi.

Bagaimana menurut pendapat Anda?
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun