Namanya cukup singkat Sampini, tapi biasa dipanggil Mak Ni, usianya sekitar 60 tahunan, tetangga saya yang pekerjaannya adalah tukang rumput di Padang golf Perumahan Citraland Surabaya.
Makni, kebetulan rumahnya bersebelahan dengan masjid desa saya, sehingga selalu ketemu ketika melaksanakan salat jamaah di Masjid tiap hari.
Kami biasanya ketemu saat jamaah subuh, magrib dan isya, untuk dhuhur dan asar saya melaksanakan salat di Madrasah tempat saya mengajar.
"Kok pagi sekali, mak Ni?" tanyaku ketika kami berjalan beriringan, saya pulang dari jamaah subuh, sementara Mak Ni, berangkat kerja di Padang Golf Citra Land, Surabaya.
"Iya, harus pagipagi berangkatnya, jam 05.00 saya harus sudah nyampe di golf pak guru?" rupanya Mak Ni, setelah selesai jamaah subuh, berdoa sendiri langsung pulang, sementara jamaah yang lain berdzikir dan berdoa dipimpin imam salat subuh.
"Hatihati Mak, masih pagi biasanya kendaraan jalannya cepatcepat, karena jalanan masih sepi, Mak!" kata saya sambilÂ
mengingatkan Mak Ni yang selalu membawa sepeda angin untuk berangkat dan pulang kerja.
Ya Mak Ni, adalah janda yang ditinggal mati suaminya, sekitar sepuluh tahun yang lalu, dia tinggal bertiga dengan anak dan menantunya di rumah peninggalan suaminya, sejak lima tahun yang lalu ikut bekerja sebagai tukang rumput di padang golf, tugasnya merapikan rumput golf dan mencabuti rumput liar yang tumbuh di selasela rumput golf.
Suatu ketika, ketika selesai salat magrib berjamaah, saya sempat berbicara dengan Mak ni di serambi masjid.
"Mak Ni, kok ikut kerja di Padang golf, mak?" tanya saya "Iya Pak guru untuk menyambung hidup, saya kan tidak
punya uang pensiunan, sawah juga tidak punya sehingga saya harus bekerja untuk membiayai kebutuhan seharihari," kata mak Ni.