Sejak awal bulan Juli 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menggencarkan pemberlakuan Peraturan Gubernur No. 142 Tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan pada pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat.Â
Peraturan ini bertujuan mengurangi sampah plastik di Jakarta. Satu tujuan yang baik dan patut didukung oleh semua elemen pemerintahan, lembaga legislative dan masyarakat.
Peraturan Gubernur ini bisa dikatakan melengkapi gerakan mengurangi sampah plastik yang beberapa tahun terakhir gencar di kampanyekan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta LSM Peduli lingkungan seperti WWF Indonesia, Greenpeace Indonsia dan lembaga lainnya.Â
Seperti yang telah ditulis dalam beberapa laporan yang diterbitkan oleh KLHK maupun lembaga independen lainnya bahwa persoalan sampah-khususnya sampah plastik akan menjadi problem besar pada lingkungan hidup di kota besar dan di Indonesia pada umumnya.Â
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan bahwa volume sampah saat ini di TPA Bantar Gebang sudah mencapai 39 juta ton. Sebanyak 39% diantaranya merupakan sampah plastik.
Kewajiban Pengelola dan pelaku usahaÂ
Dalam peraturan Gubernur ini ada dua subyek yang diatur. Pertama yaitu toko swalayan, pedagang, atau pemilik toko dalam pusat perbelanjaan. Mereka diwajibkan menyediakan kantong belanja ramah lingkungan dengan kriteria dari bahan apapun, agar dapat digunakan berulang kali atau dapat didaur ulang. Â
Pelaku usaha juga wajib menerapkan sosialisasi kepada konsumen dan dilarang menyedikan kantong belanja sekali pakai yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastic dengan pegangan tangan.
Dan subyek yang kedua adalah pengelola pusat perbelanjaan dan pengelola pasar. Berkewajiban memberitahukan, mengawasi, membina, dan memberikan teguran kepada seluruh pedagang di dalam pusat perbelanjaan serta pasar rakyat.
Kewajiban diatas ini akan diawasi oleh Pemerintah Provinsi melalui Dinas terkait dan dengan dukungan Satpol PP. Pihak yang tidak melaksanakan kewajiban diancam pengenaan sanksi administrative berupa teguran tertulis, uang paksa hingga Rp. 25 juta , pembekuan izin, hingga pencabutan izin usaha.
 Jadi beban konsumenÂ
Peraturan Gubernur ini menyebutkan bahwa kewajiban Pelaku Usaha di Pusat Perbelanjaan , pengelola Pasar Swalayan dan Pelaku usaha di Pasar Rakyat untuk menyediakan secara tidak gratis Kantong Belanja Ramah Lingkungan dekat kasir transaksi pembayaran. dengan harga wajar pada Kantong Belanja Ramah Lingkungan yang disediakan.
Ketentuan ini dalam prakteknya membuat konsumenlah yang harus membayar lebih atas kebijakan 'ramah lingkungan' ini, dan bahkan dengan harga lebih mahal untuk memperoleh Kantong Belanja Ramah Lingkungan yang disediakan oleh Pelaku Usaha dan Pasar Swalayan.
Sementara  kewajiban pelaku usaha untuk menawarkan insentif kepada konsumen yang membawa kantong Belanja Ramah Lingkungan Sendiri. Tapi dalam prakteknya bentuk insentif ini tidak jelas atau bahkan tidak diberikan.
Sementara Pelaku usaha dan Pengelola Pasar Swalayan, dan pusat perbelanjaan yang menjalankan kewajiban ini dengan baik akan mendapat inseintif fiskal daerah yang berupa pengurangan atau keringanan pajak daerah terhadap kegiatan usaha yang dilakukan.
Dalam penerapan kebijakan ramah lingkungan dikenal prinsip internalitas ekternalitas yakni prinsip yang mewajibkan pelaku usaha untuk memperhitungkan biaya kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat aktivitas usahanya kedalam pembiayaan perusahaan.Â
Jika mengacu pada prinsip ini maka peraturan gubernur ini tidak secara baik merumuskannya di dalamnya, oleh karena ketentuan kewajiban pelaku usaha dan atau pengelola pusat perbelanjaan untuk menyediakan Kantong Belanja Ramah Lingkungan ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen untuk membelinya, jika konsumen tidak membawa kantong belanja ramah lingkungan sendiri.Â
Dan sebaliknya jika konsumen membawa kantong belanja sendiri, mereka tidak memperoleh insentif dari pelaku usaha, pengelola pusat perbelanjaan dan pemerintah.
Seharusnya prinsip insentif dan disinsentif kepada para pihak yang telah menjalankan kegiatan usaha dan atau perilaku ramah lingkungan diterapkan secara berimbang dan proporsional.Â
Jika pelaku usaha dan atau pengelola pusat perbelanjaan serta pasar akan memperoleh keuntungan dengan menjalankan kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan. Maka sebaiknya hal yang sama juga bisa diberikan kepada konsumen yang secara sadar/voluntary membawa sendiri kantong belanja ramah lingkungannya.
Oleh sebab itu sebelum keterlanjutan kebijakan ini berjalan jauh, maka Pemerintah provinsi DKI Jakarta khususnya Dinas terkait bisa melakukan revisi kebijakan tersebut.Â
Agar apa yang menjadi tujuan pelarangan penggunaan kantong belanja pelastik ini dapat tercapai yakni mengurangi volume sampah plastik dengan tidak membebani ekonomi masyarakat dimasa pandemic covid19 saat ini.
*penulis seorang praktisi hukum lingkungan dan advokat, tinggal di kota Depok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H