Biasanya, di balai adat selalu terdapat tulisan-tulisan pesan kepada masyarakatnya. Di Balai adat Melayu ini, tertulis berapa pasal dari Gurindam 12, mereka mengenang pencipta Gurindam Raja Ali Haji dalam menyampaikan ungkapan adat atau bahlan pesan dengan Bahasa Melayu. Gurindam sendiri terdiri dari 12 pasal sehingga disebut gurindam 12. Begitulah gurindam mengukir marwah budaya Melayu menjadi suatu kekayaan di Nusantara.
Makam Raja Haji Fisabilillah
Kami istirahat sebentar, matahari mulai terasa terik panasnya. Sebentar lagi dzuhur tiba, kami harus sedikit lebih cepat untuk berkunjung ke beberapa makam pahlawan. Masih menggunakan motor, kami menuju ke wilayah Makam Pahlawan Nasional, makam Raja Haji Fisabilillah. Seperti para pejiarah lainnya, kami sekedar salaman dari pintu masuk makam, lihat-lihat sebentar selanjutnya hanya sempatkan membaca beberapa ayat sebelum kami meninggalkan makam Raja Haji Fisabilillah.
Bagusnya, di makam itu sudah disediakan banyak buku-buku doa. Mungkin dimaksudkan untuk setiap pejiarah yang mau membacakan doa dan sebagainya. Juga terdapat beberapa Al-qur'an, menurut saya hal ini dilakukan dengan maksud untuk orang yang berkunjung ke makam ini bisa membaca satu atau dua ayat di makam ini kalau mereka tidak sempat membawa buku-buku doa.
Raja Haji Fisabilillah adalah yang dipertuan Muda ke 4 kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang. Anak dari Daing Celak (Yang dipertuan Muda II). Saya membaca beberapa literatur lagi sebelumnya tentang Daing Celak ini, ada artikel yang menceritakan tentang Daing Celak ini merupakan keturunan suku Bugis. Sumber lainnya, memperkuat hal ini dapat dilihat bahwa di Tanjungpinang, selain suku Melayu, cina (tiong hoa) dengan bahasa hokian, ada juga penduduk suku bugis dan lainnya.
Sedikit gambaran sejarahnya, pada 1777 setelah diangkat sebagai Yang dipertuan Muda menggantikan Daing Kamboja. Raja Haji Fisabilillah dan pasukannya berhasil menenggelamkan kapal komando belanda "Malaka's Walvaren" dan menewaskan salah satu pimpinan eskader belanda dengan 500 pasukannya setelah belanda melanggar perjanjian dengan Kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang pada 1782-1784 yang dikenal dengan peristiwa kapal "Besty". (Baca Disbudpar Tanjungpinang)
Di 18 juni 1784, kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang kembali diserang oleh belanda, peristiwa ini di kenal dengan "Perang Sosoh" satu lawan satu. Dengan menggunakan 9 armada yang di perintahkan menuju Malaka membawa 362 pucuk meriam dan sekitar 2130 pasukan, sampai di teluk ketapang menghadang Raja Haji Fisabilillah dan pasukannya.Â
Pada Perang Sosoh itu, Raja Haji Fisabilillah dan kurang lebih 500 pasukannya gugur. Perang Kesultanan Riau-Lingga-Johor dan Pahang ini di mulai sejak 6 Januari 1784. Hingga diabadikan sebagai hari jadinya Kota Tanjungpinang. 36 tahun kemudian, Makam Raja Haji Fisabilillah dipindahkan dari Malaka ke Pulau Penyengat oleh Putranya Raja Jakfar.
Saya ingin deskripsikan lebih banyak lagi tentang berkunjung ke makam Pahlawan Raja Haji Fisabilillah, hanya saja membutuhkan banyak referensi dan artikel-artikel ilmiah lainnya sebagai materi untuk menyelam lebih jauh menyampaikan hal yang bermanfaat buat teman-teman pembaca.
Melanjutkan perjalanan melalui jalan setapak kecil menuju makam umum di Penyengat. Di sini, baru saya tahu kalau kak Ikka adalah orang asli Pulau Penyengat. Makam yang kami kunjungi ke sana, adalah makam Almarhumah Ibunya kak Ikka.Â