Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan Masih Berlanjut ke Tanjungpinang (Kota Sejarah Bangsa Melayu)

22 Juni 2023   13:10 Diperbarui: 24 Juni 2023   19:46 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga hari di Kab Kepulauan Anambas memberikan banyak hal yang harus diambil sebagai pengalaman dan juga menambah daftar berkunjung ke beberapa Kota Kabupaten di Indonesia yang sangat luas ini. Di Terempa Anambas, menuju Pulau Letung pada 17 April menggunakan kapal fery dan melanjutkan perjalanan pulang menuju Kota Batam pada pukul 14.00 wib. Tiba di Bandara Hang Nadim Batam kurang lebih pukul 15.15 wib.

Hari itu masih sangat terasa udara panasnya, di kepulauan Riau sendiri. Suhu panas mencapai 36 derajat celcius. Perjalanan menuju central Kota Batam masih sama seperti sebelumnya. Terik panas seperti membakar sepanjang jalan, debu-debu dari pekerjaan pembangunan jalan mulai keluar bandara hingga Batam Kota tidak dapat dihindari.

Bang Radit di jemput oleh istrinya, kami menggunakan mobil Bang Radit menuju pelabuhan Punggur mengantar Kak Ikka. Dari pelabuhan Punggur nanti, Kak Ikka melanjutkan perjalanan laut menggunakan Transportasi kapal fery menuju ke Kota Tanjungpinang. Setelah kapal fery yang Kak Ikka tumpangi bergerak jauh dari dermaga. Bang Radit kembali mengantar saya, melaju dengan bebas menuju daerah kepri mall. Setiba di rumah, packing lagi persiapan berangkat menuju Kota Tanjungpinang besok hari tanggal 18 April 2023. Seperti biasa, pakaian dan juga perlengkapan kerja. Malam itu lebih banyak manfaatkan waktu untuk istirahat setelah tiga hari di Terempa Anambas melakukan beberapa Agenda.

Waktu terasa begitu cepat, pukul 06.00 wib di tanggal 18 April, Bang Radit sudah kabarkan saya via whatsapp. Dia harus mencari beberapa oleh-oleh untuk Kak Ikka, pukul 15.00 wib kami berdua sudah bertolak dari dermaga punggur menuju Kota Tanjungpinang di pelabuhan Sri Bintan Pura menggunakan kapal fery. Di pelabuhan Punggur ini, bagi kalian yang mau berlibur ke Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau, Pelabuhan Punggur punya beberapa kapal fery yang melayani Rute Pulang Pergi Batam-Kota Tanjungpinang-Lingga-Anambas dan Juga Natuna.

Pelabuhan Punggur ini, Berada di wilayah timur laut Batam, namanya Pelabuhan Domestik Telaga Punggur. Hanya saja, orang-orang di Batam terbiasa menyebut Pelabuhan ini sebagai Pelabuhan Punggur yang letaknya di Kampung Tua Telaga Punggur wilayah Kecamatan Nongsa Batam. Tentang kampung Tua di Batam, wilayah Nongsa ini memiliki 30 lebih Kampung Tua. Kampung tua merupakan suatu perkampungan masyarakat dengan rumah huni semi terapung ala rumah umumnya masyarakat pesisir yang aktivitasnya sebagai nelayan. Perkembangan dan perubahan sudah menyentuh banyak sisi dari kehidupan seperti itu, sehingga rumah hunian di kampung tua di Batam ini, sebagian warganya sudah jarang melakukan aktivitas melaut.

Kapal fery menuju pelabuhan Sri Bintan Pura Kota Tanjung Pinang. Dari jendela kapal bagian kiri, kapal perlahan meinggalkan Pulau Batam, sejumlah kampung di pesisir kota Batam bagian timur ini sangat jelas terlihat. Khas rumah semi terapung menghiasi bibir pantai di Kota Batam. Pukul 16.15 wib kami sudah tiba di Pelabuhan Sri Bintan di Kota Tanjungpinang. Sore itu sangat megah, awan-awan mulai menampakkan warna jingga kemerah-merahan di bagian barat Kota Tanjung Pinang. Pelabuhan Sri Bintan Pura sangat ramai penumpang yang pergi dan datang, hal ini karena beberapa hari lagi sudah Idul Fitri.

Berkunjung ke Kota Tanjungpinang 

Saya ceritakan gambaran umum tentang  Kota Tanjungpinang agar teman-teman pembaca yang mau berkunjung ke Kota Tanjungpinang sudah mengetahui sedikit informasi tentang Kota Tanjungpinang ini.  Tanjung merupakan Ibukota dari Provinsi Kepulauan Riau, kalau teman-teman tahu sejarah berakhirnya Sultan Johor-Riau, pasti sudah tidak asing lagi dengan Kota yang satu ini. Salah satu kota bersejarah baik itu untuk bangsa Melayu, Indonesia dan juga di mata dunia. Karena di Kota Tanjungpinang inilah, Kesultanan Johor-Riau berdiri dan berakhir masa kejayaannya, sehingga saat ini di Kota Tanjungpinang dan di beberapa tempat menjadi cagar budaya sebagai kekayaan Indonesia.

Pelabuhan di Kota Tanjungpinang adalah pelabuhan domestik dan internasional, untuk pelabuhan domestik. Ada rute kapal melayani Kota Tanjungpinang - Batam, dan juga Lingga atau Natuna dan Terempa, begitu juga sebaliknya. Sedangkan pelayaran internasional, Pelabuhan Sri Bintan Pura ada pelayaran ke negara Singapura dan Malaysia.

Tarian Zapin Melayu, mungkin sebutan ini sangat akrab bagi semua orang di Indonesia yang sangat luas ini. Melayu adalah salah satu etnis terbesar yang mendiami hampir sebagian besar pulau-pulau di Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun, di Kepulauan Riau bukan hanya orang Melayu, ada Kalimantan dan sulawesi atau cina dan lainnya. Tetapi, kehidupan di sana sekitar abad 18 sudah sangat ramai, salah satunya di Kota Kota Tanjungpinang. Suku lain yang berasimilasi dengan suku Melayu, membuat kita tidak dapat membedakan mana suku Melayu asli dan suku lain.

Etnis Melayu di Kota Tanjungpinang sama dengan etnis Melayu di beberapa pulau lainnya, sejauh ini saya belum melihat ada ketegangan antara suku Melayu dengan suku lain. Melayu sangat toleran dan menerima orang pendatang di tanah Melayu, kehidupan sangat rukun meskipun sebagian kecil masih menggunakan bahasa ibu dari daerah mereka masing-masing. Seperti bahasa Bugis, hokian, bahasa padang atau bahasa batak dan sebagainya. Tetapi, untuk bahasa secara dominannya, sudah terkontaminasi dengan dialek Melayu. 

Saat ini, pendidikan, kesehatan, keagaan dan juga kehidupan sosialnya menjadi indikator kesejahteraan di Kota Kota Tanjungpinang. Secara kasat mata, kita melihat kehidupan di Kota Tanjungpinang dari sisi keagamaan memang sangat berkembang. Banyak sekali rumah ibadah meskipun dominasi Melayu beragama Islam, Budha menjadi penganut agama terbanyak kedua setelah agama Islam di Kota Kota Tanjungpinang.

Kota Tanjungpinang menyimpan banyak hal istimewa dari segi bangunan dan kultur masyarakatnya. Kita bisa lihat makam dan beberapa situs sejarah di Kota Tanjungpinang sebagai bagian dari pelestarian kekayaan Nusantara yang luas ini. Terutama di pulau penyengat, tempat makam pahlawan Sultan Ali Haji dan juga Engku Hamidah.

Sebenarnya, setelah berkunjung ke beberapa kabupaten di provinsi kepulauan Riau ini. Termasuk natuna dan Terempa, Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota dengan letak paling strategis sama seperti Batam. Di Ujung semenanjung yang memisahkan selat malaka dan laut cina, Kota Tanjungpinang menjadi salah satu tujuan wisata yang paling sering di kunjungi wisatawan luar negeri. Pulau termasuk salah satu pulau terbesar di Provinsi Kepulauan Riau, namanya Pulau Bintan. Jadi Kota Tanjungpinang ini berada tepatnya di Pulau Bintan.

Dari beberapa artikel yang membahasa tentang jalur pelayaran dan perdagangan, musim badai tiba. Kota Tanjungpinang di Pulau Bintan ini pada umumnya menjadi tempat persinggahan sampai keadaan laut mulai tenang, setelah itu para pedagang dari negara luar ini melanjutkan pelayaran mereka menuju negaranya. Untuk pemukiman di Kota Tanjungpinang ini, sangat berkembang di wilayah kota. Pemukiman masyarakat di Kota Tanjungpinang berkembang secara intensif sepanjang garis pantai Pulau Bintan. Seiring waktu, penduduk yang mayoritas Melayu di Kota Tanjung Pinang menjadi heterogen. Banyak penduduk dari luar masuk dan menjadi penduduk tetap di Kota Tanjungpinang seperti suku cina (tiong hoa) jawa, arab dan lainnya.

Kota Tanjungpinang berbatasan langsung dengan Kota Batam di bagian barat, sedangkan bagian utara, selatan dan bagian timur Kota Kota Tanjungpinang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bintan. Saya dan Bang Radit berjalan menuju Pintu keluar pelabuhan, sore itu di Kota Tanjungpinang masih sama aktivitasnya seperti kota-kota lain. Hanya saja sedikit beda, karena Kota Tanjungpinang merupakan Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau sehingga terlihat sangat-sangat ramai aktivitasnya. Dekat dengan pelabuhan, setelah keluar dari pelabuhan, kami menuju kantornya Kak Ikka, bertemu dengan Kak Ikka untuk bicarakan kegiatan kami.

Di sore tanggal 18 April itu, hanya beberapa menit saja kami akhirnya bertemu dengan salah satu tokoh di Kota Tanjungpinang. Ngobrol tentang kegiatan dan persentasi hasil dari Bang Radit tentang kegiatan yang kami maksud. Sebentar lagi buka puasa, setelah kami ngobrol sedikit hal tentang kegiatan dengan salah satu tokoh di Kota Tanjungpinang sore itu, kami bergegas menuju pusat kuliner. Kami hanya terlambat beberapa menit, semua tempat sudah di booking.

Akhirnya kami harus mencari tempat lain. Di perjalanan Kota Kota Tanjungpinang, Kak Ikka merekomendasikan kami di salah satu tempat kuliner terbaik menurut Kak Ikka, tempat ini sering Kak Ikka dan keluarganya berkunjung di waktu libur. Kami pun melanjutkan dengan buka Puasa bersama di di hari pertama setelah kami tiba di Kota Tanjungpinang. Bagi saya, selain beberapa Pulau yang sudah saya kunjungi di Kepulauan Riau ini, Kota Tanjungpinang juga merupakan Pusat kebudayaan bangsa Melayu. Begitulah ketika saya mencermati detail aktivitas dan kehidupan setelah sampai di Kota Kota Tanjungpinang.

Tak banyak kegiatan hari itu, kami harus cari tempat menginap setelah buka puasa. Setelah Kak Ikka lebih duluan pulang ke rumah, saya dan Bang Radit melanjutkan perjalanan mencari tempat nginap. Masih ada banyak hotel, kami memilih salah satu hotel bintang lima di dekat jalan utama Kota Tanjungpinang, tidak jauh dari arah pelabuhan Sri Bintan Kota Tanjungpinang. Hanya sebentar, setelah dapat dua kamar, kami langsung mandi dan ganti pakaian. Pukul 21.30 wib kami sudah di jalan menuju salah satu Cofe Hause di wilayah Kota Kota Tanjungpinang.

Salah Satu Jembatan di Kota Tanjungpinang. foto : kompaspedia.kompas.id
Salah Satu Jembatan di Kota Tanjungpinang. foto : kompaspedia.kompas.id

Minum kopi dan ngobrol, saya kembali hidupkan laptop mencatat beberapa hal untuk besok harinya. Rencananya, besok pagi kami harus bertemu lagi dengan salah satu tokoh di Kota Tanjungpinang. Malam itu, sambil menyiapkan rencana besok, kami juga merencanakan wisata sejarah. Kata Kak Ikka, untuk wisata sejarah di Kota Tanjungpinang ini banyak sebenarnya. Tetapi, bagusnya kalau kita ke Pulau Penyengat sekaligus bisa realisasikan satu agenda santunan di Pulau Penyengat. Agenda santunan pada kaum ibu yang sudah ditinggal suaminya, dan juga Lansia di Pulau Penyengat. Meskipun tidak semuanya, setidaknya kegiatan santunan ini bisa berjalan dengan baik.

Sebenarnya, pekerjaan seperti ini tidak menghasilkan keuntungan yang banyak dalam hal materi. Tetapi, sisi lain dari kegiatan seperti ini adalah bisa berkunjung ke tempat-tempat bersejarah, apa lagi Kota Tanjungpinang masuk dalam daftar rekomendasi wisata Indonesia. Mulai dari wisata bahari, wisata pantai, religi, sejarah dan apalagi wisata kulinernya.

Dari hasil yang saya pelajari melalui beberapa artikel dan literatur sebelumnya, sekitar tahun 2021-2006 kontribusi terbesar untuk perekonomian Kota Tanjungpinang adalah tiga sektor inti seperti hotel dan restoran maupun perdagangan. Padahal, untuk sektor jasa seperti pelabuhan Sri Bintan Pura yang sudah melayani rute internasional seharusnya menjadi Sktor inti untuk berkontribusi besar terhadap pembangunan ekonomi di Tajungpinang, atau karena pelayaran domestik juga mempengaruhinya.

Setelah kami kelar dari pembahasan dan persiapan untuk agenda besok tanggal 19 april di Kota Tanjungpinang dan Pulau penyengat, pukul 23.45 wib, kami kembali ke hotel dan Kak Ikka di jemput oleh kerabatnya kembali ke rumah. Tiba di hotel, Bang Radit mungkin sudah istirahat. Tidak ada lagi chatingan grup, saya melanjutkan sedikit aktivitas membuka kembali sejumlah artikel untuk mengetahui lenih jauh Kota Tanjungpinang dan Pulau Penyengat.

Dari haril meriset sementara di beberapa artikel dari beberapa literatur, saya menemukan wilayah Kota Kota Tanjungpinang mencapai 239 K2 lebih luasnya. (Baca Kota Tanjungpinang di Disbudpar Kota Tanjungpinang).  Kota Kota Tanjungpinang hanya memiliki sekitar empat kecamatan. Keempat kecamatan ini tidak hanya di huni oleh suku Melayu, ada juga suku lainnya seperti tiong hoa, jawa, dan beberapa suku lainnya.

Tepat pukul 02.00 wib, saya masih melanjutkan aktivitas membaca beberapa artikel untuk menambah pengetahuan tentang kepulauan riau dan sejarahnya. Menurut sejumlah artikel, Kota Tanjungpinang ini merupakan bagian dari wilayah kerajaan Melayu, pantas saja aktivitas di sini secara sekilas terlihat hanya sepenuhnya ada orang Melayu sebagaimana sejarahnya. Selain itu, saya membaca juga artikel tentang Kesultanan Malaka. Di mana, Sultan Mahmud Syah jadikan Bintan atau Kota Tanjungpinang ini sebagai pusat dari Pemerintahan Kerajaan Malaka setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, dan Pemerintahan Johor sebelum di rebut oleh belanda setelah mengalahkan Raja Fisabilillah pada tahun 1784.

Nah, terkait sedikit hisory yang saya baca ini, hubungan dengan rencana kami besok pagi pergi ke pulau penyengat dengan tujuan kegiatan dan wisata sejarah, salah satunya berkunjung ke makam Pahlawan Raja Haji Fisabillah di Pulau Penyengat. Kota Tanjungpinang sudah menjadi kota adminstratif semenjak 1945 setelahnya menjadi Kota Kota Tanjungpinang. Sebagian besar, atau bahkan hampir seluruhnya masyarakat di Kota Tanjungpinang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi setiap hari antar penduduknya.

Kalau kita belajar sejarah di tahun 1990an waktu sekolah SD atau SMP dan SMA, pasti kita sangat akrab dengan nama Tokoh Pemuda menjelang tahun 1928 ketika sejumlah tokoh pemuda Indonesia membahas bahasa resmi yang nantinya dipakai Indonesia setelah merdeka. M Yamin, adalah sah satu tokohnya, dia bersama dengan Ki Hajar Dewantara lah yang mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Hal ini bukan tanpa alasan, kemungkinan mereka menghargai Raja Ali Haji atau Sultan Riau yang sekaligus sebagai penulis Gurindam 12 yang saat ini makamnya menjadi salah satu cagar budaya dan sejarah yang ada di Pulau Penyengat.

Cerita tentang Berkunjung ke Pulau Penyengat akan saya Tulis di Bagian lain dari Tulisan ini. Setelah tiba di Pulau Penyengat, ada sekitar 4 tempat bersejarah yang kami kunjungi di tanggal 19 April 2023 itu. Kami mengawalinya dari mengunjungi Balai Adat Melayu, selanjutnya Makam Pahlawan Raja Haji Fisabilillah, Makan Engku Puteri Raja Hamidah dan terakhir kami mengunjungi Mesjid Raya Sultan Riau yang dalam cerita Rakyat, mesjid yang terbuat dari Putih Telur. Tunggu ya tulisan tentang Berkunjung ke Pulau Penyengat.

Untuk beberapa perjalanan ke Kalimantan Tengah, Anambas (terempa dan Letung) juga saya abadikan dan menyimpannya di Instagram. Dengan membuat video pendek ini bertujuan sebagai hiburan dan sebagai rekam jejak setiap perjalanan kerja dan wisata. Teman-teman pembaca dapat melihatnya di Instagram @hr.baboss.

Terima Kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun