Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Kedai Kopi Kecil, Kami Ngobrol Hal Besar (Seri II)

20 April 2021   13:24 Diperbarui: 20 April 2021   13:36 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi : Majalah.otten.coffee.co.id

Menghadapi Perubahan, Jiwa Generasi Harus Sehat

Dari obrolan itu pun, mengantarkan saya kepada hal tuntutan sosial yang menurut saya semakin kompleks di musim pandemi ini. Kondisi ekonomi akan membuat jiwa manusia menjadi tidak sehat secara psikologi, saking sibuk mengurus ekonominya akhirnya tertekan dengan tuntutan berujung pada stres dan menyeret hidup pada banyak problem. Baca artikel sebelumnya di Seri I

Kami berdua mengakhiri obrolan sore menjalang malam itu dengan menghabiskan sisa kopi di cangkir kecil yang sudah dingin. Beberapa minggu kemudian, kami bertemu lagi. Pertemuan ini sudah masuk di bulan maret. Menanyakan hal yang sama tentang kabar, dan kelancaran aktivitas seraya berharap bahwa semoga selalu lancar.

Pertemuan maret kali ini, karena baru kelar ngopi dirumah, saya hanya memilih kopi dengan kemasan botol. Tidak seperti biasanya, kami setiap ngobrol selalu saja memesan kopi hitam. Secangkir kopi hitam di bandrol dengan harga 5000an. Saya tidak tahu itu kopi hitam jenis apa, yang saya rasa seperti kopi sasetan pada umumnya. Sebotol kopi dan rokok kretek yang sama dan melanjutkan obrolan dengan bang joy. Saya beranikan diri untuk menanyakan pendidikan terakhir dia, dan yang saya temukan hanyalah jawaban umum seperti orang sering menjawab kalau ditanya pertama kali kenalan.

"sekolah terakhir abang?" pertanyaanku sambil membuka sebuah buku kecil dengan tujuan untuk mencatat hal penting meniru aktivitas penulis kawakan lainnya. Mencatat inti dari yang kami obrol kan. Sebenarnya di handphone saya punya note buat mencatat, ada juga aplikasi alat tulis lainnya. Tapi saya lebih suka menggunakan catatan di buku kecil.

Kepulan asap rokok bang joy melambung sangat tinggi ke atas kepala, sepertinya bang joy sangat lelah. Terlihat dari mimik mukanya, dia mungkin full jam kerja atau mengerjakan dua kali lipat pekerjaan yang tertunda. Ditengah-tengah kebisingan suara kendaraan yang melintas, jawaban bang joy sangat singkat.

"Kelarin S1 doang dik" jawab bang joy sambil sandarkan bagian belakang punggungnya lebih erat ke sandaran kursi dari bahan besi yang setengah karat itu.

Sore itu, dalam pikiran saya, sepertinya kami tidak akan melakukan obrolan yang sebagus kemarin sebab bang joy terlihat sangat lelah. Terkaan saya salam dalam hati, sedikit terkagat mendengar jawaban bang joy dan saya memilih tidak melanjutkan pertanyaan. Break tanpa kata, hanya kepulan asap rokok dan buru-buru cangkir kecil itu melayang ke bibir untuk mengejar nikmatnya kopi. Saya pun sama, sebotol kopi dapat membantu menetralisir dugaan saya bahwa hari ini obrolan tidak efektif seperti hari kemarin.

Dugaan saya benar, bang joy sedang lelah tetapi dia yang membuka obrolah kami, memecahkan keheningan di sore itu. Dia bilang, generasi muda jangan depresi seperti kami yang sudah berumur tua begini. Kalian masih baru, masih kuat, pemikiran masih bagus, dll yang sangat berkesan. Dia juga menekankan tentang jangan asik dengan alkhol, itu merusak mental kita. Sama halnya obat terlarang, seks bebas dan semua itu memiliki resiko besar bagi diri kita.

"dik, jangan sampai depresi diumur yang masih muda. Jauhkan obat terlarang, jangan mabuk, bergaul dibatasi dengan orang yang ketika berteman dengan mereka ada manfaatnya. Kami yang tua kalau depresi ya bagaimana lagi? Harus menerimanya, untuk saja di pendemi ini kami masih bisa kerja, bisa nafkahi istri dan anak, ini sudah lumayan bertahan lah" ucap bang joy membuat saya tertegun dan hampir tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Bulan maret, kurang lebih kami lima kali bertemu, dan dua kali saja melakukan obrolan menarik tentang hal yang sama seperti sebelumnya. Tanggal 1 april pun tiba, kelas les saya sudah menuju akhir. Artinya pertemuan kami akan berakhir disekitar tanggal 12 april karena bertepatan dengan berakhir juga jadwal les saya.

Obrolan bulan maret, membawa saya lebih jauh memikirkan tentang beberapa hal yang mestinya dipelajari dan di jadikan contoh yang baik untuk tidak melakukannya sama sekali. Sebab beberapa hal ini sangat berisiko, terutama untuk kesehatan jiwa secara psikologi.

Hal pertama yang saya pikirkan, dari obrolan kami di bulan maret itu tentang kemajuan teknologi juga dapat menghambat kematangan perkembangan sosial. Kita lihat di pandemi ini, hampir saja setiap kita mengalami stres, gejala emosi kita terlihat sedang naik ke level tidak bisa dikendalikan. Ini merupakan dampak negatif keadaan sosial yang harus diterima oleh kita semua.

Pukul 19.30 wib kami mengakhiri obrolan, yang menurut hemat saya bisa dijadikan sebagai materi untuk sebuah artikel yang mungkin memiliki manfaat bagi pembaca yang menerimanya, membaca dan menyimpulkan maknanya sesuai dengan keadaan jiwa dan hati mereka.

'bang joy, saya balik duluan ya"

sambil berjalan ke arah kasir kedai untuk membayar secangkir kopi hitam dan kopi dengan kemasan botol. Kembali berpamitan dengan bang joy, saya meluncur dengan cepat menuju rumah. Mengumpulkan sedikit demi sedikit semangat dan membuka lagi alat tulis di laptop kecil saya. Memulai proses meramu kalimat-kalimat inti menjadi sebuah artikel.

Obrolan terakhir kami masih tentang kesehatan jiwa generasi muda, kesehatan mental memperlakukan realitas sosial. Bicara seputar penggunaan media sosial, dan ini yang paling berkesan. Kata bang joy, akses dunia maya generasi sekarang memiliki sisi manfaat keduanya, positif dan negatif. Fasilitas dan aktivitas dunia maya ini kalau tidak arif kita gunakan maka mental kita benar-banar dibikin hancur.

Maurut bang joy, waktu yang semestinya digunakan generasi muda adalah pengembangan diri di usia yang masih dini. Masih terbilang baru menurut bang joy. Jangan menyita waktumu dengan melakukan hal yang tidak bermanfaat, lakukan hal-hal yang tidak mengganggu kesehatan jiwa. Ini hal yang paling berkesan dari obrolan panjang kami di akhir maret.

"kamu tahu yang lagi viral-viral sekarang kan, syndrom tik tok dll?' tanya bang joy ketika kami bertemu pertama di awal april.

Obrolan april masih juga seputar akses media sosial, tentang edukasi yang minim pengunaan media sosial, kebebasan hak menggunakan dan membuat apa saja di media sosial. Saling mengejek, saling banding dan saling banting satu sama lain, semua hal ini menuju gangguan kejiwaan yang tidak dapat di hindari kalau kita lama-lama hanyut didalamnya, meskipun ada sisi positifnya tapi jarang yang melihat kesempatan itu.

"iya tahu bang" jawab singkat saya sambil bereskan beberapa lembar catatan yang di bawa dari kelas less untuk masukkan kedalam  (rangsel) samping di kursi sebelah saya duduk.

Obrolan itu berujuang pada sebuah saran tentang kebijakan atas sebuah regulasi, sosialisasi dan edukasi penggunaan medsos untuk anak-anak atau generasi muda harus dilakukan secara masif, baik itu pemerintah maupun orang tua. Dari obrolan itu saya simpulkan bahwa sosialisasi penggunaan medsos ini merupakan hal penting untuk menyiapkan mental generasi yang tidak hanya cerdas secara pengukuran sekolah saja, melaikan juga harus mengarahkan mental generasi untuk menjadi generasi terbaik yang sehat jiwanya

Kami ngobrol lagi tentang dunia pekerjaan merupakan tuntutan sosial yang menyeret generasi muda bukan mengejar kecerdasan tetapi lebih mengejar kehidupan yang layak sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi minim. Hal ini merupakan suatu tatanan baru kesenjangan sosial yang tanpa kita sadari, banyak dari generasi muda memilih bekrja dan mencari nafkah dengan mengabaikan kesempatan untuk belajar lebih baik lagi menjadi generasi yang memiliki mental kuat dan mumpuni dalam menghadapi perubahan besok dan hari-hari akan datang.

Bulan april, hanya tiga kali kami bertemu. Terakhir di tanggal 8 april bertepatan dengan berakhirnya jadwal kelas bahasa yang saya ambil. Saya dan bang joy mengakhiri obrolan tentang bagaimana pemerintah dan lembaga terkait harus benar-benar hadir di dalam lingkungan sosial, benar-benar menyentuh generasi baru ini dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan mendidik selain di lembaga pendidikan formalnya.

Obrolan april kami berakhir di pukur 19.20 wib karena saya terburu-buru haru balik dirumah dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum saya kerjakan beberapa hari ini. Di tengah obrolan kami, saya sembari menjelaskan ke bang joy kalau waktu saya ikut kelas sudah berakhir hari ini. Kemungkin kita tidak akan ngobrol dan minum kopi lagi seperti biasanya.

Bang joy, tidak mematahkan semangat saya, dia kembali mengajak saya betemu dan minum kopi di waktu lainnya, mengajak saya main-main lagi kesana kalau ingin ngobrol. Saya berpamitan dan menyampaian terimakasih yang sangat-sangat dalam kepada bang joy. Dia memberikan banyak semangat dan motivasi tentang banyak hal. Memberikan inspirasi baru dan mengajarkan bagaimana menjadi generasi yang sehat jiwanya.

"bang, ini obrolan terakhir kita. Saya sudah kelar jadwal kelasnya. Terimakasih banyak atas semangat dan motivasinya" sambil salaman dan pamitan kepada bang joy.

Kali ini, kopi dan cemilannya di bayar oleh bang joy. Dia membalas saya dengan bahasa yang sangat luar biasa bijak

"iya dik, terimakasih juga sudah berbagi. Semoga aktivitas kamu selalu lancar, tetap semangat. Nanti main kesini lagi kalau mau ngopi dan ngobrol-ngobrol" ajak bang joy diakhir obrolan kami.

Obrolan terakhir ini, saya simpulkan bahwa bang joy adalah salah satu orang terbaik dari sekian banyak orang terbaik yang pernah saya kenal. Banyak orang yang sama seperti bang joy, tetapi cara dia perlakukan orang yang umurnya dibawah dia memang benar-benar berbeda, sangat agresif dan kritis pikirannya. Semangat motivasinya sangat tinggi. Darinya saya belajar bahwa untuk menyiapkan generasi muda yang sehat jiwanya, indonesia membutuhkan tangan pemerintah untuk merangkul sampai ke akar masyarakat lapisan paling bawah.

Darinya, saya belajar tentang semangat, tentang kesehatan mental adalah kunci menjemput perubahan sosial yang akan menghantam dengan keras kepada kehidupan kita. Darinya saya belajar bahwa sebagai generasi generasi muda, untuk menghadapi perubahan dunia pun perubahan sosial, harus memiliki jiwa yang sehat, itu poinnya.

Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun