Mohon tunggu...
Hairatunnisa
Hairatunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Penikmat literasi dan fiksi dan kini tertarik pada isu wilayah dan kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Tidak Memulai dari Garis yang Sama

16 Oktober 2021   20:35 Diperbarui: 16 Oktober 2021   20:45 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui kartunnya tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga sekolah menetapkan suatu standar yang sama untuk dicapai ketiga peserta dalam suatu perlombaan memanjat. Peserta B tampaknya dapat menyelesaikan perlombaan itu lebih cepat dibanding kedua peserta lainnya sehingga penonton beranggapan bahwa sekolah B merupakan sekolah terbaik. 

Padahal dapat dilihat bahwa peserta B memulai dari titik awal yang lebih tinggi sehingga tidak memerlukan usaha keras untuk mencapai titik akhir. Sebaliknya, meskipun peserta A memiliki usaha yang jauh lebih keras namun ia memulai dari titik yang paling rendah diantara peserta lainnya sehingga sepertinya ia yang akan paling akhir menyelesaikan perlombaan tersebut.

Lalu, harus bagaimana?

Know your position or your starting point. Dengan mengetahui titik awal dan posisi saat ini, kita dapat menyusun strategi untuk mengambil langkah. 

Apakah memilih untuk terus berjalan dengan pace yang sama atau kemudian memilih untuk berlari. Kemudian dengan mengetahui bahwa kita berada pada titik awal yang berbeda dengan orang lain, maka tidak perlu menyikapi perbedaan tersebut dengan membandingkan diri secara destruktif. 

Theodore Roosevelt menyebutkan bahwa, "comparison is the thief of joy." Justru dengan menyadari bahkan kita berada di posisi bawah, maka berarti kita memang harus lebih bekerja lebih keras dibanding orang lain. Tidak hanya dalam menuntut ilmu, namun hal tersebut bisa terjadi pada situasi apapun.

Kemudian pada tataran yang lebih luas, pada ranah kebijakan publik misalnya, diperlukan intervensi pemerintah untuk menghindari timbulnya kompetisi yang tidak adil tersebut bagi kelompok minor yang diakibatkan oleh kegagalan pasar. 

Menyadari bahwa setiap pihak berada pada posisi berbeda, maka perlu adanya perlakuan berbeda,  terutama bagi kelompok minor. Seperti merangkul mereka untuk mengakses pekerjaan dan pendidikan yang layak. 

Dalam CPNS tahun 2021 ini misalnya terdapat beragam formasi yang disediakan, misalnya untuk umum, cumlaude, serta formasi yang dikhususkan untuk kaum disabilitas serta masyarakat Papua. Selain itu sistem penerimaan mahasiswa pada perguruan tinggi negeri juga memiliki beberapa jalur seleksi. 

Misalnya untuk siswa berprestasi, siswa bidik misi, serta siswa yang berasal dari daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Hal ini agar semua pihak dapat merasakan keadilan dan tidak tersisih saat berkompetisi. Sayangnya semua lagi-lagi tergantung pilihan pemerintah untuk memihak kepada kaum yang mana. 

Memihak masyarakat minor dengan mengorbankan biaya/usaha lebih besar atau masyarakat mayoritas dengan biaya/usaha cenderung sedikit. Ah, tetapi jika pemerintah sudah menilai perkara untung dan rugi, lalu apa bedanya pengelolaan suatu negara dengan perusahaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun