Asia Timur sebagai salah satu wilayah penting dalam tatanan kehidupan dunia saat ini justru menjadi pertimbangan strategis Negara-negara di dunia. Sejak tahun 1950, Korea Utara dengan kekuatan militernya telah menjadi ancaman utama bagi keamanan wilayah asia timur. Hal ini menjadikan Negara-negara di dunia menghadapi isu proliferasi nuklir maupun rudal balistik Korea. Konflik Semenanjung Korea merupakan isu geopolitik yang paling kompleks dan berdampak besar di dunia modern, konflik ini dipicu karena adanya perang pada 74 tahun silam. Perang Dingin merupakan perang yang terjadi antara dua negara yaitu korea selatan dan korea utara yang terus berlanjut tanpa adanya perjanjian perdamaian resmi antara dua belah pihak. Dinamika konflik antara dua belah pihak menjadi ketakutan dalam hubungan International, upaya terus dilakukan oleh berbagai pihak dalam meredam konflik yang terjadi, namun dalam 10 tahun terakhir konflik ini terus memanas yang menimbulkan isu bahwa akan adanya perang nuklir Semenanjung Korea. Meskipun tidak terlibat secara langsung dalam konflik, ketegangan di Korea dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan regional Indonesia, serta adanya 73 ribu rakyat Indonesia yang berada di Semenanjung Korea berpotensi menjadi korban jika perang nuklir Semenanjung Korea terjadi.
Security Dilemma Dalam Konflik Semenanjung Korea
Security Dilemma merujuk pada kondisi dimana terdapat 2 atau lebih Negara yang mengalami konflik karena perasaan ketidakamanan pada tetangga mereka. Langkah yang diambil oleh suatu Negara untuk meningkatkan keamanan dapat dianggap sebagai ancaman bagi Negara lain. Security Dilemma terjadi karena adanya kegagalan dalam komunikasi antara dua pihak yang bersengketa, kesulitan dalam membangun kepercayaan, faktor sejarah atau situasi kontemporer, serta kemajuan teknologi yang membedakan apakah persenjataan bersifat ofensif dan defensif (O. Kanji, 2003).
Hal inilah yang terjadi pada konflik Semenanjung Korea, Korea Utara mengembangkan program nuklirnya sebagai upaya dalam memperkuat keamanan dalam menghadapi ancaman dari Negara-negara tetangganya, terutama dari Korea Selatan dan Amerika Serikat, namun sebaliknya, program nuklir ini juga menciptakan ancaman bagi Korea Selatan dan Amerika Serikat. Sebagai respon terhadap ancaman nuklir Korea Utara, Korea Selatan dan Amerika Serikat mengadakan latihan gabungan militer setiap tiga bulan sekali di perairan Semenanjung Korea, meskipun tindakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan publik, hal ini justru dianggap sebagai provokasi oleh Korea Utara. Ketakutan akan adanya ancaman dari Negara di Kawasan Asia Timur dipicu sejak gencatan senjata pada tahun 1953 dimana Amerika Serikat memberikan sanksi dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan Korea Utara mengalami permasalahan yang serius dalam bidang ekonomi bahkan hingga saat ini. Korea Utara melihat tindakan defensif Korea Selatan dan Amerika Serikat sebagai ancaman ofensif yang dapat mendorongnya untuk memperkuat persenjataannya lebih jauh. Ini siklus yang terjadi selama 71 tahun terakhir, dimana setiap langkah defensive yang dilakukan oleh Korea Selatan dianggap ancaman oleh Korea Utara, sehingga memperburuk ketegangan dan konflik.
Upaya Dialog Persahabatan Antar Korea
Melihat Security Dillema yang terjadi pada konflik Semenanjung Korea, maka perlu pendekatan persahabatan dengan saling menumbuhkan kepercayaan terhadap satu sama lain, upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa solusi strategis sebagai berikut :
- Inisiasi Dialog Antar Korea
Korea Selatan selaku sekutu Amerika Serikat perlu memahami bahwa Korea Utara memiliki pandangan skeptis terhadap Negara adidaya tersebut, sehingga diperlukan perbincangan antar bangsa Korea tanpa melibatkan intervensi dari pihak lain.Inisiasi bisa dengan diplomasi sosio-kultural, dengan menyerukan kembali visi “One Korea” dalam membangun rasa saling percaya serta menjabarkan code of conduct bagi perdamaian Semenanjung Korea. Dialog dapat berisi perjanjian bahwa Korea Utara akan melakukan denuklirisasi di Semenanjung Korea serta Korea Selatan dan Amerika Serikat tidak diperbolehkan melakukan berbagai macam hal yang dapat memprovokasi Korea Utara.
- Negosiasi dan Kompromi Antar Korea
Pertemuan tatap muka ini dapat dilakukan dengan mengutus perwakilan dari kedua Negara dengan membahas isu-isu sensitif seperti denuklirisasi, bantuan kemanusiaan, dan hubungan ekonomi. Pendekatan ini harus melibatkan tawaran intensif yang jelas dan transparan memberikan keuntungan bagi Korea Utara baik dalam bentuk subsidi bantuan ekonomi dan jaminan keamanan sebagai ganti bahwa Korea Utara mengalami pembekuan terhadap kekuatan nuklirnya.
- Realisasi Pencapaian Six Part Talks Antar Korea
Korea Selatan sebagai sekutu dari Amerika Serikat memiliki peran andil dalam mendukung kedua belah pihak untuk merealisasikan perjanjian tanggal 19 September 2005 pada agenda Six Party Talks yang mendapatkan point-point penting bahwa Korea Utara berkomitmen untuk meninggalkan semua senjata nuklir dan program militer yang ada dengan Amerika Serikat menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki senjata nuklir di Semenanjung Korea dan tidak memiliki niat untuk menyerang atau menginvasi Korea Utara. Adanya normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara dengan menghormati kedaulatan masing-masing, hidup bersama secara damai dan memperbaiki hubungan mereka (Dong-So, dkk, 2012). Melalui realisasi perjanjian ini maka dapat mengurangi aktivitas militer yang provokatif serta hilangnya ketegangan antar Negara.
- Distribusi Silang Antar Korea
Korea Utara mengorientasikan ekonomi negaranya pada kepentingan militer dibanding dengan kebutuhan rakyatnya sendiri, Korea Utara sampai saat ini masih mengalami kesulitan makanan dan terus bertambahnya angka kematian akibat kelaparan, berbeda dengan Korea Selatan dengan semangat kerjanya dalam menumbuhkan perekonomian melalui libelarisasi pasar dan perdagangan. Berdasarkan hal ini, Korea Selatan dapat menawarkan kebijakan distribusi silang, Korea Selatan dengan pemberikan bantuan kemanusiaan berupa kebutuhan rakyat Korea Utara, dan Korea Utara dengan subsidi keamanan militer yang dia miliki. Hal ini harus dilakukan dengan mengedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan sehingga dalam prosesnya tidak akan mengkhianati rasa kepercayaan antara satu sama lain.
- Intercultural Exchange Antar Korea