2 hari yang lalu, gue kembali menonton film Indonesia, film ini diangkat dari kisah nyata sang penulis, mesti kalian sudah taukan penulis tersebut, yuppsss...bener sekali A.Fuadi seorang penulis terkenal yang telah menghasilkan novel trilogi yaitu Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara semuanya adalah novel best-seller dan allhamdulilah sudah gue baca semuanya.Â
Saran sih, yang belum membaca novelnya segera baca deh, sangat menarik pokoknya. Gue nonton film ini, diwaktu malam hari dan pagi hari, jadi gue menonton film itu tidak semuanya sampai selesai tapi hanya perpartnya saja yang ditonton. Alasannya pada malam hari gue ngantuk dan sudah kemaleman pada akhirnya film tidak dilanjutkan, lalu yang kedua setelah jalan-jalan film tersebut langsung ditonton sampai selesai.
Film 'Ranah 3 Warna' menceritakan mengenai perjalanan Alif Fikri tokoh utama dalam film untuk bisa melanjutkan kuliah sampai negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Perjalanan yang ditempuh dia tidaklah mudah, banyak sekali rintangan-rintangan yang dihadapi saat dia mengenyam bangku kuliah di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat dengan program studi yang diambil yaitu hubungan internasional. Dia merupakan anak yang pemberani, bermimpi besar, dan pantang menyerah untuk mengejar cita-citanya. Dalam scene pembuka film, dibuka dengan suasana keluarag minang, Sumatra Barat dengan bangunan khas rumahnya yaitu rumah gadang dan pemandangan dari danau minanjau yang bagus banget pada tahun 1992, gue jadi pengen kesana haha...
Scene dilanjutkan dengan Alif yang akan mengikuti UMPTN tahun 1992, waktu itu juga bertepatan dengan final EURO 1992 mempertemukan Jerman VS Denmark dari sini jiwa Alif bersemangat kembali untuk mengikuti ujian dikarenakan terinspirasi oleh timnas nasional Denmark yang dimana timnas tersebut tidak pernah diunggulkan bahkan sampai bisa masuk final melawan timnas sekuat Jerman, maka dari itu tim tersebut dijuluki dengan nama tim underdog yang dimana sebuah tim yang tidak pernah diunggulkan dapat menembus babak final.Â
Hal itulah yang menjadi keyakinan Alif bahwa seorang anak lulusan pesantren yang kemudian ikut seleksi  UMPTN dengan berbekal ujian paket C, namun pada akhirnya dia lolos ujian UMPTN tersebut, disini gue baru tau juga ya... kalau dulu menunggu hasil ujian harus melewati koran ya.. apalagi anak-anak daerah seperti Alif yang menunggu kedatangan koran dari bus kota bersama dengan bapaknya.
Disinilah kalimat sakti yaitu "man jadda wa jadda" artinya barang siapa yang bersungguh sungguh dia akan berhasil, sebuah kalimat dari Bahasa Arab yang sangat sakti mandra guna rupanya. Disini diperlihatkan juga, betapa pengorbanan seorang ayah demi anaknya agar bisa kuliah yaitu ayah Alif menjual sepeda motor kesayangannya demi anaknya agar bisa kuliah, selain itu dia membelikan anaknya sepasang sepatu kulit yang bagus sebagai hadiah. Selanjutnya adegan berpindah ke Kota Bandung tahun 1992. Dikota ini, Alif mulai menjalani hari-hari sebagai mahasiswa, dia ditinggal sementara waktu dengan sahabatnya yang sedaerah yaitu Randai dan mempunyai sahabat baru disana yaitu geng uno terdiri Rusdi,Agam,dan Memet mereka selalu kompak bersama Alif saat kuliah.Â
Randai dan Alif merupakan sahabat sejak kecil hingga keduanya remaja, mereka berpisah ketika memasuki SMP dan SMA, Alif sejak lulus sekolah dasar melanjutkan pesantren didaerah Ponorogo Jawa Timur, sedangkan Randai di SMA negeri di Meninjau, Sumatera Barat. Mereka bertemu kembali saat Alif lulus dari pesantren, waktu itu Randai sudah kuliah di Bandung duluan tepatnya ITB, walapun mereka berdua bersahabat tapi mereka juga bersaing dalam hal lain seperti Pendidikan dan cinta. Banyak sekali persaingan yang dilakukan mereka berdua.
Fokus ke perjuangan Alif dahulu selama kuliah di UNPAD, selama kuliah dia bergabung dengan majalah terkenal dikampus yaitu 'KUTUB' pimpinan bang Togar senior seorang senior dikampus. Alif sangat ingin belajar menulis, sejak dipesantren minatnya terhadap menulis tidak pernah padam sebab dia juga merupakan anggota di majalah pesantrennya dulu, untuk menerbitkan tulisan dimajalah kutub tidaklah mudah, banyak sekali rintangan dan hambatan yang dilewati. "Menulis itu keras Alif", kata bang Togar. "Ayolah jangan lembek kau ini" dengan logat Bataknya yang kental, dia pun menyudutkan mental Alif agar menyerah, tapi bukan Alif  Fikri namanya kalau menyerah dengan itu semua, akhirnya dengan penuh perjuangan tulisan pertamanya berhasil terbit di majalah kutub.Dibagian scene ini, gue belajar bahwa menulis tidaklah mudah ternyata perlu banyak sumber bacaan yang perlu dikumpulkan, terutama menulis sebuah artikel supaya hasil tulisan memiliki kekayaan bahasa dan bervariasi sehingga enak dibaca. Pesan bang Togar saat berita pertamanya dipublikasikan yaitu "jangan cepat puas yaa, masih belum apa-apa itu". Dari perkataan itu gue juga belajar bahwa konsistensi menulis harus tetap diasah meskipun viewers yang didapatkan sedikit ataupun banyak. Selain menulis, Alif juga pernah dihadapkan musibah yang menimpanya selama kuliah di Bandung, ayahnya meninggal sehingga sebagai anak lelaki pertama dikeluarganya, dia harus menggantikan peran ayahnya untuk memenuhi kebutuhan ibu dan kedua adik perempuanya, hamper saja dia putus kuliah dan memilih tinggal dirumah untuk menggantikan peran ayahnya namun ibunya melarangnya lebih menyuruhnya untuk kembali ke Bandung melanjutkan perkuliahanya, ayahnya juga berpesan kepada Alif "apapun yang terjadi jangan sampai putus sekolah". Pesan itulah yang menjadikan tekat ibunya menyuruh Alif untuk kembali kuliah.
Di scene ini, gue merasa bahwa persis sama yang dilakukan oleh abah gue, dia mengusahakan agar anaknya bisa kuliah apapun yang terjadi, meskipun  gue tidak pernah tau uang darimana yang abah dapatkan untuk mengusahakan gue supaya bisa kuliah dan tidak putus kuliah agar mempunyai masa depan yang lebih baik. Gue menghargai semuanya sehingga apapun yang terjadi kuliah harus selesai. Selanjutnya Alif kembali ke Bandung untuk melanjutkan kuliahnya, selain kuliah, dia menyambi kerja sebagai pelayan restoran padang dan bedagang kain khas Minang dibalik kesibukannya begadang, dia sampai lupa dengan perkuliahannya dan sering titip absen, sampai suatu ketika  pernah terkena musibah, ketika diangkot untuk perjalanan pulang setelah berdagang kain yang hasilnya lumayan laris, dia dirampok oleh sekelompotan didalam angkot, semuanya habis mulai dari uang dan barang,dagangannya. Akibat dari kejadian itu, dia mulai menyerah dengan semua perjuangannya. Ada satu scene yang gue suka setelah kejadian buruk yang menimpa Alif. Ada seorang tukan sol sepatu yang sedang memperbaiki sepatu Alif yang rusak, ketika sedang memperbaiki sepatu, dia berkata "sabar itu bukan pasif menunggu dan tidak berbuat sama sekali, sabar itu aktif mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapi, berbuat sesuatu, bukan hanya diam saja." Setelah diberi tau oleh tukang sol sepatu tersebut, Alif langsung lari ke kamarnya dan mengambil selembar kertas bertuliskan 3 kalimat ajaib yang dia dapatkan saat berada di pesantren salah satunya berbunyi "man sabaro dzofiro" artinya barang siapa yang sabar dia akan berhasil. Gila ternyata ada benarnya setelah gue pikir-pikir, sabar itu bukan tidak berbuat sesuatu namun sabar itu aktif mencari solusi dari masalah yang dihadapi bukan meratapi masalah yang dihadapi. Keren sumpah keren banget. Selepas itu, Alif jadi sadar dan bersemangat lagi dengan membacakan kalimat "man sabaro dzofiro" sebanyak 3 kali.
Setelah banyak peristiwa yang menimpa dirinya, dia pun kembali aktif kuliah dan menulis. Selain menulis di majalah kutub, tulisannya sudah tersebar dibeberapa media massa yang besar seperti kompas salah satunya, dari penghasilan tersebut, dia akhirnya pindah kos bersama temannya Rusdi. Setelah pindah kos, ada informasi mengenai pertukaran pelajar Indonesia di Kanada, Alif tidak mungkin melewatkan kesempatan itu, ujian yang dihadapi pertama kali yaitu Bahasa Inggris, kemudian pertunjukan minat dan bakat dari masing-masing peserta. Selain Alif peserta yang ikut dalam pertukaran pelajaran ini yaitu Rusdi dan Raishaa, oh ya belum kenal Raisha yaa...kenalan dulu yukk...Â
Raisha merupakan teman Randai dan Alif yang kosnya dekat dengan mereka berdua, dia merupakan mahasiswa UNPAD sama seperti Alif. Alif dan Raisha pertama bertemu ketika Alif sedang kehujanan karena tengah mencari kosnya Randai, namun saat tengah mencari kos tersebut ada payung yang jatuh dekat dengannya. Itulah pertama kali mereka bertemu, kemudia mereka bertemu kembali di musholla ketika Alif sedang berteduh. Setelah itu, mereka saling berkenalan,ternyata Raisha kenal dengan Randai kemudian Raisha mengantar Alif ke tempat kos Randai.Â
Kembali ke perjuangannya menjadi salah satu peserta yang lolos program tersebut hal yang dilewati Alif pun tidaklah mudah, setelah melalui tes tahap pertama tes Bahasa Inggris, berikutnya yaitu tes minat dan bakat, masing-masing peserta menunjukan bakat dan minat yang dimiliki, pertama dimulai dari Raisha dengan menunjukan tari piring khas Minang, Rusdi menunjukan lagu khas Ambon, sedangkan Alif menunjukan silat Minang yang dia pelajari sendiri namun hasilnya kurang memuaskan dihadapan para juri. Bukan Alif namanya kalau mudah menyerah dengan itu semua dia masih punya kesempan untuk menunjukan bakatnya kepada juri.Â
Dia meminta waktu sebentar kepada panitia untuk menunjukan hasil karya tulisnya kepada para juri yang ternyata tidak sia-sia usahanya, para juri mengangguk setuju dengan hasil karya tulis Alif yang telah tersebar di media masa dimana-mana. Sembari menunggu hasil, Alif kembali bekerja sebagi seorang penulis berita, nanti kabar lolosnya peserta yang mengikuti program tersebut akan ddiberi kabar melalui telephone. Suatu ketika, Alif dan Raisha bertemu dikampus dan mereka berbincang-bincang mengenai program tersebut, Raisha membri tahu Alif bahwa dirinya lolos program tersebut, lalu Alif heran darimana informasi yang menyatakan lolos, ternyata melalui telephone.Â
Alif langsung bergegas menuju ke telephone milik ibu kos untuk menunggu informasi dari panitia, dia menunggu cukup lama karena telephone sedang digunakan oleh ibu kos untuk bergosip dengan temannya haha... setelah menunggu, akhirnya telephone itu diberikan kepada Alif setelah sekitar beberapa menit menunggu akhirnya ada kabar dari panitia yang menyatakan bahwa Alif lolos program pertukaran pelajar ke Kanada....
Disinilah, gue meyakini bahwa kekuatan 'Man Shobaro Dzofiro' itu ada, sabar itu bukan menunggu namun sabar itu penuh usaha dan berjuang demi cita-cita serta harapan. Pada akhirnya, Raisha,Rushdi,dan Alif berangkat ke Kanada...
Sesampai di Kanada, banyak scene yang menarik dan dialog yang bagus dalam film, sehingga membuat gue terinspirasi untuk mengerti arti kata "sabar" yang sebenarnya, terutama saat scene pembagian kerjaan disana dan tinggal bersama orang tua asuh. Raisha bekerja sebagai reporter di stasiun televisi local, Rusdhi di kantor walikota, dan Alif bekerja di daerah peternakan.
Memang berat, untuk beradaptasi dengan lingkungan dan pekerjaan baru apalagi pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan minat yang kita inginkan. Alif salah satunya, dia tidak suka bekerja di peternakan, dia jauh-jauh dari Indonesia ke Kanada bukan untuk itu, Rushdi dan Raisha selalu mengingatkan 'nikmati aja dulu, ada sisi positif yang bisa diambil.' Alif sudah kadung donkol dengan itu semuanya. Raisha mengingatkan dengan kalimat yang bikin gue takjub sekaligus berpikir benar bahwa "sabar itu bukan menunggu sabar itu berbuat sesuatu untuk mencari jalan keluar yang terbaik." dari perkataan itu Alif sadar dan ingat kembali dengan kata-kata ajaibnya "Man Sabaro Dz0firo.".Â
Kemudian hari berlanjut pada akhirnya Alif menikmati pekerjaanya di peternakan dan telah paham ucapan Raisha tadi. Scene langsung berganti, pada malam semua peserta berkumpul untuk merayakan hari-hari terakhir mereka di Kanada, malam itu juga adalah malam yang special untuk Raisha dan Alif karena mereka berdua menerima penghargaan dari program pertukaran pelajar tersebut, ada yang menarik didalam film tersebut, ternyata Alif sudah lama memendam rasa cinta kepada Raisha sejak pertama mereka bertemu namun dilain sisi Alif juga bersaing dengan sahabatnya Randai.
Alif sudah berniat memberikan surat cintanya kepada Raisha namun tiba-tiba Randai datang karena dia ada kompetisi pembuatan desain pesawat terbang di New York, Amerika Serikat. Suasana menjadi berubah, Alif pun dongkol dan membuang surat cintanya di tempat sampah. Perih yaa.. ketika kita akan menyatakan perasaan ke orang yang sudah lama disukai tiba-tiba berubah hanya gara-gara saingan gagal, disini gue mendapatkan pelajaran bahwa ketika kita mempunyai saingan  menyukai orang yang sama pikirkan strategi yang berbeda dalam mendekatinya, ternyata sesering kita bertemu dan berjalan belum tentu jadian kalau tidak ada sebuah usaha dalam mendekatnya. Aseekk...
Surat cinta yang dibuang tadi, diketahui oleh Rusdi yang kemudian mengambil kembali surat tersebut.
Kembali ke Bandung tahun 1997, Alif menjalani hari-hari terakhirnya sebagai mahasiswa di UNPAD bersam ketiga sahabatnya. Menjelang wisuda Alif mampir ke tukang sol sepatu langganannya Pak Anto namanya kemudian beliau bertanya
"kemana sepatu ini sudah melangkah ?" ,
"Ranah 3 warna pak" , jawab Alif  "dimana itu ?"
 "Indonesia,Yordania,Kanada pak." Jawab Alif bangga.
"Wahh, hebat ya kamu, orang yang memberikan sepatu ini kepada kamu pasti bangga, jaga sepatu ini baik-baik taruhlah dilemari khusus sebagai sejarah."
"Baik pak."
Hari kelulusan pun  tiba, Alif akhirnya wisuda bersama ketiga kawannya dan Raisha pun sama.
Ucapan selamat pun berdatangan salah satunya Bang Togar mentor sekaligus guru Alif menulis selama perkuliahan, dia memberikan ucapan selamat kepadanya sekaligus memberikan buku novel karya Alif yang telah terbit.
 "Selamat ya akhirnya kau wisuda juga dan ini buku kau yaa.."
"Baik bang terima kasih.",
"Eitss...Jangan pernah kau merasa puas bahaya itu kutunggu karya kau ini yaa, jangan hanya 1 saja buat yang ke 2,3, sampai seterusnya ya."
"Siap bang."
Kemudian Alif, pamit sebentar kepada Ibunya lalu menyusul tiga sahabatnya. Tiba-tiba Rusdi membawa surat yang pernah dibuang oleh Alif saat di Kanada.
"Lo Rus, itukan.."
"Sudahlah, saya simpan surat ini sampai waktunya tiba."
"Tapikan, Raisha sudah.."
Tiba-tiba  memotong omongan Alif
"Benar Lif, inilah saatnya menyatakan diwaktu yang tepat Lif, satu UNPAD sudah tau kalau dia belum ada yang punya, ini kesempatan Lif jangan sia-siakan."
Kemudian Alif pun menghampiri Raisha dan mengajaknya untuk ketempat yang sepi,
"saya mau bicara sama kamu."
"aku sama mau bicara sama kamu."
"Kamu dulu Alif kalau begitu."
"Selama ini aku..."
Disaat scene adegan menyatakan cinta, tiba-tiba Randai datang dan menghampiri mereka berdua. "Selamat ya Alif akhirnya kamu lulus duluan".
"Saya sudah dikontrak perusahaan pesawat terbang di Jepang Lif."
"Saya sudah melamar Raisha Lif, rencana setelah saya lulus kami akan menikah dan tinggal di Jepang."
"Benar Lif, aku akan melanjutkan studi S2 ku disana.". Sambung Raisha.
"Secepat itu."
Alif kaget dengan semua itu, hatinya sakit, perempuan yang telah dia tunggu selama ini harus pergi dengan temannya sendiri. Di scene ini, gue belajar kadang manusia harus melalui proses sebelum menemukan cinta yang sesungguhnya yaitu patah hati terlebih dahulu, patah hati adalah tragedy terbesar umat manusia yang dapat mengubah pandangan seseorang mengenai cinta.
Patah hati mengajarkan gue untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya
Jangan kalah dengan patah hati, disinilah "Man Shabaro Zafira." Diuji kembali, Menuju beubarnya film ini, salah satu temannya berkata dengan bijak
"Mungkin jodoh kamu bukan Raisha Lif, mungkin jodohmu ada di Jakarta, Amerika , Eropa, Sumatra yang jauh lebih baik dari Raisha tentunya Lif."
"Mungkin tidak ada yang tau." Jawab Alif
"Yup benar."
Gue menemukan hikmah dari percakapan ini, kita tidak akan pernah tau dimana jodoh kita akan  bertemu entah itu dia teman sekelas, adek tingkat, kakak tingkat di kampus, beda jurusan, beda fakultas, bahkan beda kampus.
"Kalian masih ingat janji kita setelah lulus ?". Tanya Alif pada mereka semua
"Apa yaa... saya lupa."
"Apa..."
"Naon..."
Tiba-tiba Alif berkata "Ayo ikut aku.."
Lalu teman-temanya ikut mengikuti dia
Ternyata sebuah mushola yang menjadi tempat pertama Alif tiba di Bandung.
Ada adega yang dimana, sama seperti pertama pertama bertemu dengan Raisha.
Setelah itu, scene berganti musim salju di Amerika Serikat, tepat di depan Gedung whaite house Â
Menara impian Alif waktu kecil, setealh itu film selesai.
Banyak sekali, hikmah dalam film 'Ranah 3 warna' yang mengajarkan kita sebagai manusia untuk terus sabar dengan cara berusaha dan berbuat sesuatu, bukan hanya diam saja dan menunggu keajaiban datang, karena kita tidak akan penah tau sabar dan usaha yang kita lakukan akan membawa kemana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H