Merespon berbagai kritik dan juga keberatan yang diajukan tersebut, pemerintah sendiri memberi keterangan bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak akan dikenakan secara membabi buta. Kenaikan ini hanya akan dikenakan kepada barang-barang konsumen yang masuk kategori mewah (cnbcindonesia.com, 14/11/2024).
Sehubungan dengan hal tersebut, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta mengatakan bahwa harus ada batasan yang jelas mengenai definisi dari barang mewh yang dimaksud. Jangan sampai, bila tidak ada batasan yang jelas, maka barang-barang konsumen yang juga dikonsumsi secara luas oleh masyarakat juga masuk ke dalam kategori tersebut (antaranews.com, 9/12/2024).
Bukan tidak mungkin misalnya, barang-barang seperti barang elektronik dengan kualitas yang tinggi bisa masuk ke dalam kategori tersebut. Bila hal ini terjadi, maka kelas menengah juga akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan barang tersebut, yang mereka butuhkan untuk mengerjakan pekerjaan mereka sehari-hari (antaranews.com, 9/12/2024).
Tidak hanya konsumen, pihak pedagang pun tentu juga akan mengalami beban yang bertambah dari kebijakan kenaikan PPN ini. Para penjual elektronik di Mall Mangga Dua misalnya, yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta yang menyediakan berbagai alat-alat elektronik, mengatakan bahwa mereka terkena hantaman yang besar sebelumnya karena pandemi. Bila kebijakan kenaikan PPN ini diberlakukan maka hal tersebut akan menjadi hantaman bertubi (kumparan.com, 1/12/2024).
Bahan-bahan pangan yang dianggap premium juga masuk dalam kategori produk yang menjadi target dari kenaikan PPN 12%. Beberapa bahan pangan tersebut diantaranya adalah beras berkualitas tinggi, buah-buahan premium, dan juga ikan yang berkualitas tinggi, seperti ikan salmon dan tuna (suara.com, 18/12/2024).
Padahal, konsumen dari bahan-bahan pangan yang masuk ke dalam kategori "mewah" atau premium tersebut tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan yang berpenghasilan tinggi. Tidak sedikit pula kalangan kelas menengah di Indonesia yang menjadi konsumen dari produk-produk makanan tersebut, dan kenaikan PPN ini tentu juga akan meningkatkan beban kalangan tersebut.
Dengan demikian, maka pada dasarnya pihak yang berpotensi paling terkena dampak dari kenaikan PPN, meskipun dalam jumlah kecil, adalah orang-orang yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Hal ini termasuk juga orang tua penerima dana pensiun karena mereka hanya mendapatkan sepersekian dari gaji pokok ketika bekerja.
Sangat mungkin bahwa, orang-orang yang berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas lebih banyak mengonsumsi barang-barang yang masuk ke dalam kategori "barang premium." Namun, persentase kenaikan harga yang disebabkan oleh PPN tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan penghasilan besar yang mereka dapatkan.
Sebagai penutup, kebijakan publik yang memiliki dampak langsung yang sangat signifikan kepada masyarakat seperti kenaikan PPN tentu merupakan hal yang harus melibatkan banyak pihak. Jangan sampai, tujuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan demi membiayai berbagai program sosial justru menjadi kontraproduktif dan menambahkan beban kepada masyarakat, baik konsumen maupun produsen.
Referensi