Selain itu, sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, kebijakan pembatasan impor juga berkontribusi terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan kebijakan pangan yang berdaulat merupakan salah satu platform kebijakan yang sangat popular di Indonesia, dan didukung oleh tidak hanya sedikit pihak.
Tetapi tentunya hal ini merupakan pandangan yang sangat keliru. Ekonom Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, Manuntun Hutagol, menyatakan bahwa yang menjadi masalah bagi para petani di Indonesia adalah para petani diharuskan menjual gabahnya langsung ketika dipanen (republika.id, 1/2/2024).
Hal ini dikarenakan para petani di Indonesia banyak yang petani kecil dan tidak memiliki akses terhadap kredit bank, sehingga harus meminjam uang kepada rentenir. Agar bisa melunasi hitang tersebut, mereka akhirnya diharuskan untuk menjual hasil panennya dengan cepat. Apabila pemerintah melalui Bulog tidak memiliki cukup gudang untuk membeli hasil panen tersebut, maka hasil panen petani tersebut akan dijual kepada para agen dan operator penggilingan padi dengan harga murah.
Dengan dilarangnya impor beras, maka yang menguasai pasar beras di Indonesia adalah para pedagang dan agen serta para operator penggilingan padi dalam negeri. Mereka bisa mengendalikan harga beras di pasar, dan juga mendapat untung besar dengan cara membeli beras dengan harga rendah dari petani dan menjualnya dengan harga yang tinggi kepada konsumen (republika.id, 1/2/2024).
Oleh karena itu, kebijakan penutupan impor beras merupakan kebijakan yang keliru dan tidak tepat, dan justru membawa masalah seperti tingginya harga beras di Indonesia bagi para konsumen. Persaingan pasar yang bebas merupakan cara yang efektif agar pra produsen mengutamakan efisiensi dalam kegiatan produksinya.
Sebagai penutup, beras merupakan bahan pangan yang sangat esensial bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, adanya kebijakan pangan dan pertanian beras yang tepat adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para pembuat kebijakan, dan harus memfokuskan pada puluhan juta rakyat yang menjadi konsumen dan mengonsumsi nasi setiap hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan justru merugikan masyarakat hanya untuk menguntungkan segelintir pihak.
Referensi
https://www.statista.com/statistics/319031/gross-domestic-product-gdp-per-capita-in-malaysia/
https://www.statista.com/statistics/378654/gross-domestic-product-gdp-per-capita-in-singapore/