Sudah menjadi rahasia umum bahwa, saat ini rokok merupakan salah satu musuh kesehatan publik yang utama berbagai negara di dunia. Rokok merupakan hal yang menjadi penyebab berbagai penyakit kronis yang dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia, mulai dari kanker, serangan jantung, dan berbagai penyakit lainnya.
Tidak mengherankan bahwa, dikarenakan hal tersebut, biaya kesehatan publik yang disebabkan oleh konsumsi rokok tidak kecil. Berbagai negara telah mengeluarkan biaya yang besar untuk penyakit yang disebabkan oleh rokok, dan termasuk juga Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah populasi perokok terbesar di dunia.
Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey misalnya, dalam 1 dekade terakhir, jumlah perokok aktif di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 misalnya, terdapat sekitar 60,3 juta perokok di Indonesia. Angka tersebut meningkat 8,8 juta jiwa menjadi 69,1 juta jiwa di tahun 2021 (badankebijakan.kemkes.id, 3/6/2022).
Dengan banyaknya jumlah perokok aktif di Indonesia, tentunya biaya kesehatan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani berbagai penyakit yang disebabkan oleh rokok tidak kecil. Pada tahun 2021 misalnya, dipaparkan oleh menteri keuangan, rokok telah membebani biaya kesehatan publik melalui badan kesehatan publik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 15,6 triliun rupiah (finansial.bisnis.com, 13/12/2021).
Untuk itu, tidak mengherankan kalau berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia tentunya, telah menerapkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk meregulasi konsumsi rokok. Indonesia misalnya, menerapkan kebijakan seperti pengenaan cukai rokok, dan juga kewajiban bagi produsen rokok untuk mencantumkan gambar peringatan mengenai bahaya rokok kepada konsumen.
Selain itu, bila kita melihat kebijakan yang diterapkan di luar negeri, tidak sedikit negara-negara lain yang menerapkan kebijakan yang jauh lebih ketata bila dibandingkan dengan kebijakan yang diterapkan di Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan yang dikenal dengan istilah generation smoking ban.
Generational smoking ban sendiri merupakan kebijakan yang ditujukan untuk menghapuskan aktivitas merokok kepada generasi yang lahir pada tahun tertentu. Hal ini diberlakukan dengan cara pemerintah atau pembuat kebijakan mengeluarkan aturan yang melarang para produsen dan penjual rokok untuk menjual produk tersebut kepada mereka yang lahir pada tahun tertentu.
Selandia Baru misalnya, pada tahun 2022 lalu, menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan larangan untuk menjual rokok kepada siapa pun yang lahir pada tahun 2009 dan tahun-tahun setelahnya. Kebijakan ini ditujukan untuk menghentikan aktivitas merokok secara total di generasi yang akan datang (theguardian.com, 13/12/2022).
Selain itu, kebijakan tersebut juga didukung oleh berbagai usaha lain yang ditujukan agar produk-produk rokok menjadi semakin sulit untuk didapatkan, dan juga mengurangi jumlah nikotin dalam produk tembakau untuk mengurangi kecanduan. Selain itu penjualan produk-produk tembakau di Selandia baru juga akan dibatasi hanya di toko-toko khusus yang menjual produk--produk tembakau saja, dan tidak dijual bebas di pasar umum seperti pasar swalayan.
Selain Selandia Baru, beberapa waktu yang lalu, Malaysia juga hampir mengeluarkan kebijakan yang serupa, yang ditujukan untuk menghapuskan konsumsi rokok di negara tersebut di masa depan. Pada tahun 2022 lalu misalnya, dalam peraturan regulasi tembakau yang baru, tercantum juga aturan untuk melarang mereka yang lahir pada tahun 2007 dan tahun setelahnya untuk membeli dan mengkonsumsi produk tembakau seperti rokok (time.com, 27/7/2022).
Namun, beberapa waktu lalu, kedua negara tersebut akhirnya memutuskan untuk meninggalkan program tersebut. Selandia baru misalnya, beberapa waktu lalu, negara yang terletak di selatan Australia tersebut mencabut aturan larangan merokok untuk generasi kelahiran 2009 ke bawah. Â
Perdana Menteri Selandia Baru, Chris Luxon misalnya, menyampaikan bahwa aturan generation smoking ban ini bisa menimbulkan berbagai unintended consequences. Salah satunya adalah bisa meningkatkan pasar gelap rokok yang sangat berbahaya di masa depan, karena mereka yang tidak bisa mendapatkan rokok di pasar yang legal (cnn.com, 28/11/2023).
Kita tidak bisa membantah bahwa, rokok merupakan produk yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat menimbulkan adiksi, dan oleh karena itu upaya untuk mengurangi konsumsi rokok tidak bisa semata-mata melalui pelarangan saja. Oleh karena itu, pemerintah Selandia Baru juga mendorong agar warganya berupaya untuk beralih ke produk lain yang bisa membantu mereka berhenti merokok, seperti dengan menggunakan rokok elektrik atau vape.
Hal yang serupa juga terjadi di Malaysia. di mana pemerintah menghapuskan aturan yang melarang warga yang lahir setelah tahun 2007 untuk membeli rokok di masa depan. Jaksa Agung Malaysia sendiri menyatakan bahwa aturan tersebut melanggar prinsip kesetaraan di mata hukum yang ada di negara tersebut (consumerchoiceecenter.org, 27/11/2023).
Sebagai penutup, isu mengenai pengurangan dan mitigasi dari dampak negatif akibat rokok merupakan hal yang kompleks dan tidak sederhana. Ada berbagai potensi unintended consequences yang akan muncul bila kebijakan yang ditujukan untuk memitigasi dari dampak rokok tersebut dilakukan tidak secara tepat. Untuk itu, adanya pengambilan kebijakan yang dilakukan dengan hati-hati dan berbasis data merupakan hal yang penting tidak menjadi kontra produktif.
Referensi
https://time.com/6200879/generational-endgame-nz-malaysia-tobacco/
https://edition.cnn.com/2023/11/28/asia/new-zealand-smoking-ban-reversal-intl-hnk/index.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H