Kebijakan regulasi tembakau merupakan salah satu kebijakan yang kerap menimbulkan berbagai pro dan kontra di berbagai negara di dunia, termasuk juga di Indonesia.Â
Di satu sisi, tembakau merupakan salah satu bahan dasar untuk produk rokok, yang sudah terbukti menjadi salah satu sumber berbagai penyakit kronis terhadap para penggunanya.
Tetapi di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa industri tembakau merupakan industri yang tidak kecil di Indonesia, dan menjadi mata pencaharian jutaan orang di negara kita.
Di Indonesia misalnya, berdasarkan Kementerian Perindustrian, ada sekitar 5,98 juta pekerja yang bekerja di sektor industri tembakau, yang terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktor dan 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan (kemenperin.go.id, 25/3/2019).
Dengan demikian, adanya berbagai aturan yang mengatur dan meregulasi industri rokok merupakan hal yang akan membawa dampak yang sangat besar dan signifikan kepada banyak orang.Â
Para pekerja yang bekerja di sektor tersebut misalnya, merupakan salah satu pihak yang tentunya paling merasakan dampak dari penerapan regulasi dan juga aturan terkait dengan industri tembakau.
Untuk itu, keterlibatan berbagai pihak yang menjadi stakeholder dari kebijakan tersebut, dan jangan sampai hanya melibatkan 1 pihak saja. Para pakar kesehatan misalnya, tentu sangat penting untuk dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut.Â
Tapi di sisi lain, sektor usaha di mana jutaan orang menggantungkan pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jangan sampai diabaikan.
Tidak hanya pakar kesehatan dan juga perwakilan dari dunia usaha misalnya, sangat penting juga untuk melibatkan pihak lain yang tentunya akan merasakan dampak yang besar dari adanya kebijakan regulasi ini, yakni para konsumen yang menggunakan produk tersebut.Â
Jangan sampai, karena tidak melibatka para konsumen, kebijakan yang memiliki itikad baik untuk memperbaiki kesehatan publik justru menjadi kontraproduktif dan menghasilkan dampak yang berlawanan dari tujuan awalnya.