Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Peneliti Indonesia Meneliti Kebijakan Harm Reduction di Negara Lain

18 April 2023   17:07 Diperbarui: 18 April 2023   17:20 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://pixabay.com/photos/vape-electronic-cigarette-uwell-3417393/

Rokok elektrik, atau yang dikenal juga dengan nama vape, saat ini merupakan produk yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, tentu sudah tidak asing lagi melihat penggunaan rokok elektrik di berbagai tempat.

Indonesia sendiri memiliki jumlah populasi pengguna vape yang tidak kecil. Tercatat pada tahun 2022 lalu misalnya, Indonesia memiliki sekitar 2,2 juta pengguna vape, di mana angka ini merupakan peningkatan sebesar 40% dari tahun 2021 (ekonomi.bisnis.com, 18/7/2022).

Jumlah pengguna di atas 2 juta orang tentu bukan merupakan angka yang kecil. Dengan besarnya jumlah pengguna vape tersebut, tentu ada alasan yang beragam yang membuat para konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Mulai dari alasan finansial, bahwa secara total biaya vape lebih murah dibandingkan rokok, hingga vape digunakan sebagai alat yang dapat membantu para penggunanya untuk mengurangi atau berhenti merokok.

Vape atau rokok elektrik sendiri memang sudah menjadi salah satu alat yang difungsikan untuk membantu para perokok untuk mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya. Inggris misalnya, melalui National Health Service (NHS), telah merekomendasikan rokok elektrik sebagai alat untuk membantu para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki tanggapan negatif terhadap fenomena meningkatnya pengguna vape di Indonesia. Mereka yang memiliki sikap sangat kontra, umumnya berpandangan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang sangat berbahaya bagi kesehatan publik sehingga harus dilarang, atau setidaknya diregulasi secara sangat ketat.

Beberapa lembaga kesehatan dunia sendiri justru telah menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan produk yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional yang dibakar. Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England, misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape merupakan produk yang 95% lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2018).

Itulah sebabnya, vape cukup sering digunakan sebagai alat untuk membantu kebijakan harm reduction dari rokok. Harm reduction sendiri merupakan serangkaian kebijakan atau program yang ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan produk tertentu yang berbahaya, seperti rokok misalnya.

Menjadikan vape atau rokok elektrik sebagai alat untuk membantu program dan kebijakan harm reduction sendiri mungkin merupakan sesuatu yang belum terlalu akrab di telinga publik. Tidak bisa dipungkiri, salah satu penyebab utama dari hal ini adalah masih banyak pihak-pihak yang memiliki pandangan bahwa vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan jauh lebih berbahaya, dari rokok konvensional yang dibakar.

Untuk itu, sangat penting bagi para peneliti dan juga para pembuat kebijakan untuk bekerja sama dan saling bertukar pengalaman dengan para peneliti dan juga pembuat kebijakan harm reduction di negara lain. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki potensi untuk melakukan hal tersebut.

Beberapa waktu lalu misalnya, ada peneliti asal Indonesia yang memaparkan penelitian mengenai pengurangan bahaya tembakau di sebuah konferensi di ibukota Filipina, Manila. Dalam konferensi tersebut, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG UNPAD) memaparkan mengenai penelitian mereka mengenai masalah tingkat merokok yang tinggi di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dalam pemaparannya, tim FKG UNPAD menyatakan bahwa terdapat perbedaan profil risiko pengguna vape dan produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional. Risiko vape dan tembakau yang dipanaskan terhadap kesehatan lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok (tribunnews.com, 24/3/2023).

Selain itu, dipaparkan juga oleh tim tersebut bahwa produk vape dan tembakau yang dipanaskan memiliki peran potensial untuk membantu para perokok aktif untuk mengurangi kebiasaan merokoknya. Tidak hanya itu, tim dari FKG UNPAD tersebut juga melakukan studi yang mengevaluasi penggunaan vape dan tembakau yang dipanaskan secara jangka panjang, yang juga berkolaborasi dengan berbagai peneliti dari negara lain seperti Italia, Polandia, dan Moldova (tribunnews.com, 24/3/2023).

Adanya peran aktif para peneliti Indonesia di konferensi internasional dan juga kerja sama dengan peneliti dari negara lain tentu merupakan hal yang patut untuk diapresiasi dan didukung. Permasalahan kesehatan publik yang disebabkan oleh rokok tentu bukan hanya masalah besar yang melanda Indonesia, tetapi juga masalah besar yang dialami oleh banyak negara di dunia.

Sebagai penutup, rokok merupakan salah satu masalah kesehatan publik terbesar di Indonesia saat ini, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok dewasa tertinggi di dunia. Melalui kerjasama dan kolaborasi penelitian tersebut, diharapkan akan tercipta ekosistem penelitian mengenai program dan kebijakan harm reduction yang lebih komprehensif, dan para peneliti dan pembuat kebijakan di Indonesia bisa saling belajar satu sama lain dan bertukar pengalaman dengan para peneliti dan pembuat kebijakan dari negara-negara lain.

Referensi

https://www.nhs.uk/live-well/quit-smoking/using-e-cigarettes-to-stop-smoking/

https://www.theguardian.com/society/2018/dec/28/vaping-is-95-safer-than-smoking-claims-public-health-england

https://www.tribunnews.com/nasional/2023/03/24/peneliti-indonesia-paparkan-hasil-riset-pengurangan-bahaya-tembakau-di-manila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun