Vape atau rokok elektrik saat ini merupakan bagian keseharian yang tidak terpisahkan bagi banyak orang di Indonesia. Kita yang tinggal di wilayah urban dan perkotaan tentu dapat dengan mudah menemukan banyak pengguna vape, dan juga berbagai pertokoan yang menjual produk-produk rokok elektrik.
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki jumlah populasi pengguna rokok elektrik yang tidak sedikit. Berdasarkan keterangan dari Asosiasi Produsen E-Liquid Indonesia (APEI), pada pertengahan tahun 2022 lalu saja, ada sekitar 2,2 juta pengguna rokok elektrik yang ada di Indonesia. Angka tersebut naik 40% dari jumlah pengguna vape di tahun 2021 sebelumnya (ekonomi.bisnis.com, 18/7/2022).
Angka ini tentunya bukan angka yang sedikit. Bila mengikuti tren dari tahun-tahun sebelumnya, bukan tidak mungkin bahwa jumlah tersebut akan naik dari tahun ke tahun. Dengan angka pengguna dan konsumen yang terus meningkat, maka hal ini tentunya akan membuat industri vape menjadi semakin berkembang.
Tentu, dengan banyaknya pengguna vape di seluruh Indonesia, dan jumlahnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, alasan para konsumen tersebut untuk menggunakan produk-produk vape tidak seragam. Ada beragam alasan berbagai orang yang menjadi pengguna vape, mulai dari faktor harganya yang dianggap lebih terjangkau, hingga digunakan sebagai alat yang dapat membantu mereka untuk berhenti merokok.
Akan tetapi, tentunya tidak sedikit pihak-pihak yang memliki pandangan yang sangat negatif terhadap fenomena penggunaan rokok elektrik yang ada di Indonesia. Tidak sedikit pihak-pihak yang mengemukakan kekhawatiran dan mendukung advokasi untuk melarang produk-produk rokok elektrik untuk diproduksi dan juga dikonsumsi, mulai dari beberapa organisasi kesehatan dan juga pejabat negara.
Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma'aruf Amin, misalnya, mengemukakan bahwa vape atau rokok elektrik, bila memang terbukti membahayakan, bukan tidak mungkin akan dilarang oleh pemerintah. Meskipun demikian, Beliau juga mengatakan bahwa sebelum mengambil keputusan tersebut, pastinya pemerintah akan mengkaji terlebih dahulu apakah benar vape atau rokok elektrik merupakan produk yang berbahaya (cnnindonesia.com, 27/01/2023).
Pernyataan yang diungkapkan oleh wakil presiden ini tentu merupakan sesuatu yang penting untuk ditanggapi dan diperhatikan, mengingat yang mengatakannya merupakan pejabat nomor dua tertinggi di Indonesia. Tentunya, diharapkan pemerintah akan melihat kajian yang sudah dilakukan oleh banyak lembaga kesehatan di berbagai negara di dunia, seperti Public Health England (PHE) di Britania Raya, supaya pemerintah bisa mengeluarkan dan mengambil keputusan secara tepat.
Tidak bisa dipungiri bahwa, terdapat berbagai kelompok yang akan merasakan dampak yang besar bila kebijakan seperti pelarangan atau pembatasan vape secara ketat diberlakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah konsumen. Para konsumen di Indonesia tentu merupakan salah satu stakeholders yang paling penting dari segala kebijakan terkait dengan produk vape, di Indonesia, terlebih lagi kebijakan yang ekstrim seperti pelarangan.
Bila vape atau produk nikotin alternatif lainnya mendapatkan pembatasan ketat hingga pelarangan di Indonesia, maka kesempatan para konsumen untuk mendapatkan produk alternatif yang dapat membantu mereka untuk berhenti merokok menjadi berkurang. Sebagaimana yang sudah dijalankan oleh lembaga kesehatan di berbagai negara, vape atau produk nikotin alternatif lainnya sudah digunakan sebagai produk yang dapat membantu para perokok untuk berhenti merokok, seperti di Britania Raya misalnya (nhs.uk, 10/10/2022).
Dengan demikian, adanya wadah yang bisa menampung aspirasi dari para konsumen vape menjadi salah satu hal yang perlu untuk dilakukan. Adanya wadah ini bisa menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi para pengguna dan juga konsumen vape dan rokok elektrik agar pemerintah membuat regulasi yang juga tidak mengesampingkan aspirasi yang mereka miliki, untuk mendapatkan akses terhadap produk alternatif lainnya.