Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rokok Elektronik, Kesehatan, dan Kebebasan Individu

6 April 2020   20:57 Diperbarui: 6 April 2020   21:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rokok elektronik, atau yang akrab disebut vape, saat ini merupakan produk yang sedang mendunia, termasuk di tanah air. Di Indonesia sendiri, menurut laporan dari CNBC Indonesia, ada sekitar 1 juta pengguna vape pada tahun 2019 lalu (CNBC Indonesia, 2019).

Bisnis rokok elektronik di Indonesia juga mampu meraup pendapatan yang besar, hingga 200 miliar sampai 300 miliar setiap bulannya (Mix.co.id). Omset yang besar ini juga berdampak pada cukai yang tinggi, hingga 700 miliar rupiah per November 2019 (Waspada.co.id, 2019).

Banyaknya pengguna vape di Indonesia ini menimbulkan kontroversi. Tidak sedikit pihak yang menentang produk tersebut, dan meminta kepada pemerintah untuk segera melarang peredaran vape. Salah satu penentangan tersebut datang dari Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau.

Melalui manager komunikasinya, Nina Samidi, Komnas Pengendalian Tembakau menghimbau kepada pemerintah untuk menarik seluruh produk rokok elektronik yang beredar di pasar Indonesia. Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa vape merupakan produk yang berbahaya. (Media Indonesia, 2019).

Namun, apakah anggapan ini merupakan sesuatu yang tepat? Mari kita lihat faktanya terlebih dahulu.

Berdasarkan laporan dari organisasi Asosiasi Paru-Paru Amerika (American Lung Association), rokok konvensional, ketika dibakar, menghasilkan lebih dari 7.000 zat kimia. Dari 7.000 zat kimia tersebut, 69 diantaranya telah diidentifikasi sebagai penyebab kanker (American Lung Association, 2019).

Sementara, dua bahan yang paling umum yang digunakan oleh dalam bahan cair vape adalah propylene glycol (PG) dan vegetable glycerin (VG), yang digunakan untuk membuat uap dan perasa. Bahan-bahan ini merupakan sesuatu yang terbukti aman dan merupakan bahan yang umum digunakan di berbagai produk makanan dan minuman seperti soda, es krim, dan produk-produk berbahan dasar susu (Food and Drugs Administration, 2019).

Organisasi pemerhati kesehatan asal Britania Raya misalnya, Public Health England, pada tahun 2015 menyatakan bahwa rokok elektronik 95% lebih aman dibandingkan dengan rokok tembakau konvensional (Public Health England, 2015).  Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kementerian Kesehatan New Zealand dan Kanada.

Keduanya menyatakan bahwa rokok elektronik jauh lebih aman daripada rokok konvensional, dan merupakan salah satu solusi terbaik untuk membantu perokok untuk berhenti merokok. Kementerian Kesehatan Kanada misalnya, menyatakan bahwa rokok elektronik jauh lebih aman daripada rokok tembakau konvensional, karena tidak melalui proses pembakaran yang mengeluarkan zat-zat berbahaya yang membuat kanker (Health Canada, 2018).

Lantas bagaimana dengan berbagai kasus kematian yang terjadi di berbagai tempat karena penggunaan vape. Bukankah hal tersebut merupakan bukti bahwa rokok elektronik merupakan sesuatu yang berbahaya?

Di Amerika Serikat misalnya, per Februari 2020, lembaga kesehatan Pemerintah Amerika, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat setidaknya ada 2.800 kasus orang-orang yang dibawa ke rumah sakit karena penggunaan rokok elektronik (CDC, 2020). Adanya kasus tersebut juga merupakan penyebab utama Presiden Donald Trump mengeluarkan peraturan pelarangan produk vape yang memiliki rasa selain menthol dan original, pada bulan Januari 2020 lalu.

Akan tetapi, setelah diselidiki, ternyata tidak ada satupun dari kasus tersebut yang menggunakan produk cairan vape yang biasa dijual di toko-toko dan sudah mendapat izin dari pemerintah. Mereka yang masuk ke rumah sakit karena menggunakan produk vape disebabkan karena mencampur cairan vape dengan zat berbahaya Tetrahydrocannabinol (THC) yang berasal dari ganja ke dalam katrid dari rokok elektronik tersebut (The New England Journal of Medicine, 2020).

Pada bulan September 2019 lalu, di negara bagian Wisconsin, Amerika Serikat, misalnya, aparat penegak hukum menangkap dua orang bersaudara yang menjalankan bisnis vape THC illegal yangs angat berbahaya bagi kesehatan. Produk yang mereka buat telah menyebabkan setidaknya sekitar 450 kasus penyakit pernafasan di negeri Paman Sam tersebut (Associated Press, 2019).

Kembali ke Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok dewasa tertinggi di dunia. Lebih dari 62% laki-laki dewasa, dan 23% anak laki-laki remaja di Indonesia adalah perokok aktif. Harga rokok yang relatif murah merupakan salah satu hal yang mendorong banyaknya perokok di Indonesia (The Jakarta Post, 2019).

Tingginya pengguna rokok tembakau konvensional di Indonesia juga berdampak biaya kesehatan yang dikeluarkan. Bank Dunia mencatat, pada tahun 2017 saja, biaya kesehatan yang dikeluarkan yang disebabkan oleh penyakit akibat dampak rokok adalah sebesar 1,2 milyar Dollar Amerika, atau sekitar 16 triliun rupiah, yang merupakan 8% dari total biaya kesehatan publik di Indonesia (World Bank, 2017).

Jumlah pengguna rokok yang besar di Indonesia juga menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pula. Lembaga kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Health Organization (WHO), mencatat pada tahun 2018 setidaknya ada lebih dari 225.000 kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penggunaan rokok, atau sekitar 14% dari seluruh jumlah kematian di Indonesia (WHO, 2018).

Hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang menyedihkan. Selain itu, merokok juga merupakan aktivitas yang sangat adiktif, sehingga sangat sulit untuk dihentikan oleh mereka yang sudah mengalami kecanduan. Disinilah rokok elektronik memainkan peran penting sebagai salah satu produk yang dapat membuat perokok berhenti untuk mengkonsumsi rokok tembakau konvensional.

Penelitian menujukkan, bahwa bahan perasa yang ada di dalam cairan vape merupakan salah satu hal yang efektif dalam membantu perokok untuk meninggalkan rokok tembakau konvensional (Pacek, 2019). Melarang vape, atau rokok elektronik yang mengandung perasa, tentu akan membuat opsi yang dimiliki oleh para perokok untuk berhenti merokok menjadi berkurang, yang hal tersebut akan membawa dampak yang signifikan bagi kesehatannya.

Kekhawatiran lain terkait peredaran rokok elektronik adalah bila produk tersebut dikonsumsi oleh anak-anak di bawah usia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kekhawatiran tersebut merupakan sesuatu yang sangat beralasan.

Saya sepenuhnya sepakat bahwa anak-anak di bawah usia merupakan kelompok yang sangat tidak tepat untuk mengkonsumsi rokok elektronik. Namun solusi dari hal tersebut bukanlah dengan melarang total produk vape di seluruh nusantara.

Pemerintah dalam hal ini harus memastikan bahwa toko-toko hanya menjua produk vape yang secara resmi sudah legal dan melarang anak-anak untuk dapat membeli produk tersebut. Bila ada penjual yang melanggar hal tersebut, maka penjual tersebut harus diberi sanksi yang tegas (Consumer Choice Center, 2019).

Selain itu, melarang produk vape juga bukan hanya akan menyebabkan terbatasnya opsi yang dimiliki oleh konsumen, terutama perokok yang ingin berhenti merokok, tapi hal tersebut juga berpotensi akan memunculkan berbagai produk vape ilegal yang sangat berbahaya. Melalui legalisasi, pemerintah justru memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengawasan untuk memastikan produk vape yang beredar benar-benar aman dan tidak ditambahi zat-zat berbahaya.

Referensi:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190917142712-8-100044/baru-setahun-legal-pengguna-vape-di-indonesia-capai-1-juta Diakses pada 2 April 2020, pukul 16.15 WIB.

https://mix.co.id/marcomm/news-trend/qclaws-ramaikan-pasar-rokok-elektrik-di-indonesia/ Diakses pada 2 April 2020, pukul 18.25 WIB.

http://waspada.co.id/2019/12/cukai-vape-di-indonesia-capai-rp700-miliar-lebih-per-tahun/ Diakses pada 2 April 2020, pukul 20.10 WIB.

https://mediaindonesia.com/read/detail/260755-segera-tarik-vape-dari-pasar Diakses pada 2 April 2020, pukul 20.35 WIB.

https://www.lung.org/stop-smoking/smoking-facts/whats-in-a-cigarette.html Diakses pada 2 April 2020, pukul 21.45 WIB.

https://www.fda.gov/food/food-additives-petitions/food-additive-status-list Diakses pada 2 April 2020, pukul 23.10 WIB.

https://www.gov.uk/government/news/e-cigarettes-around-95-less-harmful-than-tobacco-estimates-landmark-review Diakses pada 3 April 2020, pukul 01.30 WIB.

https://www.canada.ca/en/health-canada/services/smoking-tobacco/vaping/smokers.html Diakses pada 3 April 2020, pukul 03.30 WIB.

https://www.cdc.gov/tobacco/basic_information/e-cigarettes/severe-lung-disease.html#overview Diakses pada 3 April 2020, pukul 19.15 WIB.

https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1911614 Diakses pada 3 April 2020, pukul 21.35 WIB.

https://apnews.com/50175c10378f408cb8912c4069034077 Diakses pada 3 April 2020, pukul 22.55 WIB.

https://www.thejakartapost.com/academia/2019/09/16/smoking-kills-and-funds.html Diakses pada 5 April 2020, pukul 00.15 WIB.

https://blogs.worldbank.org/health/world-no-tobacco-day-highlighting-indonesias-ominous-tobacco-use-and-disease-burden Diakses pada 5 April 2020, pukul 02.20 WIB.

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/272673/wntd_2018_indonesia_fs.pdf?sequence=1 Diakses pada 5 April 2020, pukul 19.30 WIB.

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10826084.2019.1626435?src=recsys& Diakses pada 5 April 2020, pukul 21.45 WIB.

https://consumerchoicecenter.org/myths-and-facts-on-vaping/ Diakses pada 6 April 2020, pukul 20.15 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun