Mohon tunggu...
Muhammad Haikal Abdau
Muhammad Haikal Abdau Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa S1 Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengaruh Kepribadian dan Demografi dalam Adopsi Social Commerce

12 September 2024   14:04 Diperbarui: 17 September 2024   01:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengaruh Kepribadian dan Demografi dalam Adopsi Social Commerce

Social commerce telah menjadi fenomena yang semakin penting dalam era digital ini, dimana platform-platform media sosial tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga tempat untuk berbelanja. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh  Changchit et al (2020), adopsi social commerce sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian dan demografis konsumen. Studi ini memanfaatkan Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) untuk memahami bagaimana kepribadian dapat memengaruhi preferensi konsumen dalam berbelanja melalui social commerce.


Keberadaan social commerce membuka peluang baru bagi perusahaan untuk berinteraksi dengan konsumen mereka secara lebih personal. Namun, tidak semua konsumen siap mengadopsi cara belanja ini. Perbedaan dalam tipe kepribadian, seperti dimensi Judging vs. Perceiving yang diteliti oleh Changchit et al, menunjukkan bahwa preferensi terhadap social commerce tidak seragam di kalangan konsumen. Misalnya, konsumen dengan kepribadian Judging cenderung lebih cepat dalam membuat keputusan dan mungkin kurang tertarik untuk mencari opini tambahan dari pengguna lain, berbeda dengan konsumen Perceiving yang lebih terbuka terhadap masukan dari orang lain sebelum mengambil keputusan.


Selain kepribadian, faktor demografis seperti usia juga memainkan peran penting. Studi ini menemukan bahwa konsumen yang lebih muda (berusia di bawah 36 tahun) cenderung lebih terbuka terhadap adopsi social commerce dibandingkan dengan yang lebih tua. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda, yang lebih akrab dengan teknologi dan interaksi di dunia maya, lebih nyaman menggunakan social commerce sebagai media berbelanja. Sementara itu, pengalaman dalam melakukan pengembalian produk juga menjadi faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen, di mana mereka yang memiliki pengalaman tersebut lebih cenderung memanfaatkan fitur-fitur yang ditawarkan oleh platform social commerce.


Dengan demikian, pemahaman akan dinamika ini penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan strategi pemasaran dan desain platform social commerce yang efektif.


***


Penelitian yang dilakukan oleh Changchit et al. (2020) memberikan wawasan penting tentang bagaimana karakteristik kepribadian dan demografi dapat mempengaruhi adopsi social commerce. Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah adanya perbedaan preferensi yang signifikan antara konsumen dengan tipe kepribadian Judging dan Perceiving. Konsumen dengan tipe kepribadian Judging, yang cenderung lebih terstruktur dan tegas dalam mengambil keputusan, lebih mungkin untuk menghindari proses pengambilan keputusan yang melibatkan banyak masukan dari orang lain. Di sisi lain, konsumen Perceiving lebih terbuka terhadap berbagai pendapat dan ulasan dari pengguna lain sebelum mereka membuat keputusan pembelian. Hal ini berarti bahwa platform social commerce yang menawarkan ulasan produk dari pengguna lain, seperti yang biasa ditemukan di situs seperti Facebook dan Instagram, mungkin lebih menarik bagi konsumen Perceiving.


Selain itu, faktor usia juga ditemukan memiliki dampak signifikan terhadap adopsi social commerce. Studi ini menunjukkan bahwa 78,85% dari responden yang berusia antara 18 hingga 35 tahun lebih cenderung menggunakan social commerce dibandingkan dengan responden yang berusia di atas 36 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa generasi muda, yang telah tumbuh dalam lingkungan digital, lebih nyaman dan familiar dengan konsep belanja online yang melibatkan interaksi sosial. Mereka tidak hanya melihat social commerce sebagai sarana untuk membeli produk, tetapi juga sebagai platform untuk terlibat dalam komunitas online, berbagi pengalaman, dan mempengaruhi keputusan pembelian orang lain.


Pengalaman pengembalian produk juga memainkan peran penting dalam adopsi social commerce. Sebanyak 64,74% dari responden yang memiliki pengalaman dalam pengembalian produk online menunjukkan preferensi yang lebih tinggi terhadap social commerce. Pengalaman ini mungkin membuat mereka lebih menghargai fitur-fitur seperti ulasan pengguna dan rekomendasi produk, yang dapat membantu mengurangi risiko pembelian produk yang tidak memuaskan. Ini juga menunjukkan bahwa pengalaman negatif dalam belanja online, seperti menerima produk yang tidak sesuai harapan, dapat diatasi dengan kehadiran fitur-fitur yang membantu konsumen membuat keputusan yang lebih baik.


Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, perusahaan dapat lebih baik mengidentifikasi segmen pasar yang paling mungkin untuk mengadopsi social commerce dan menyesuaikan strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari segmen-segmen tersebut. Misalnya, untuk menarik konsumen yang lebih muda, perusahaan dapat fokus pada integrasi fitur-fitur interaktif dan sosial dalam platform mereka. Sedangkan untuk konsumen yang lebih tua, mungkin diperlukan pendekatan yang lebih edukatif untuk mengatasi ketidaknyamanan mereka dalam menggunakan teknologi baru.


***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun