Permasalahan terkait penyeberangan bagi masyarakat Pulau Bawean sudah menjadi momok besar yang belum terselesaikan sampai saat ini. Permasalahan ini sudah puluhan tahun belum juga menemukan solusi yang tepat. Hal ini menandakan bahwa Pemerintah Kabupaten Gresik tidak ada iktikad baik untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat Bawean.
Oleh karena itu, dalam rangka menyelesaikan permasalahan penyeberangan di Pulau Bawean yang sudah menjadi permasalahan berkepanjangan, setelah melakukan riset dan analisis secara studi kepustakaan, maka penulis memberikan beberapa rekomendasi kebijakan antara lain :
1. Negosiasi Dengan Operator Kapal
Pemerintah Kabupaten Gresik terutama Bupati Kabupaten Gresik harus melakukan negosiasi dengan pihak kapal Express Bahari mengenai tarif tiket. Hal ini merupakan suatu bentuk kepedulian Bupati Gresik terhadap kesejahteraan masyarakat Bawean karena sebagaimana yang diketahui bahwa penyeberangan merupakan kebutuhan bagi masyarakat Bawean. Sebagaimana yang tertuang pada Pasal 6 ayat (2) huruf c UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik yang menjelaskan bahwa bupati sebagai pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Bupati sebagai pembina mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU Pelayanan Publik. Adapun yang dimaksud dengan penanggung jawab adalah pimpinan kesekretariatan lembaga atau pejabat yang ditunjuk pembina. Bupati Kabupaten Gresik harus bisa melakukan lobby dengan pihak operator kapal Express Bahari supaya bisa menurunkan tarif tiket kapal Express Bahari yang memberatkan masyarakat Bawean.
2. Cabut Perizinan Operasi Kapal
Pemerintah Kabupaten Gresik yang dimana diwakili oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik harus mencabut surat izin operasi kapal Express Bahari jika semisal telah dilakukan negosiasi dan lobbying tapi tidak menemukan kesepakatan (deadlock). Pencabutan surat izin ini bukan semata-mata sebagai kesewenang-wenangan Pemerintah Gresik. Namun, hal tersebut sebagai bukti bahwa Pemerintah Kabupaten Gresik menjamin dan melindungi kesejahteraan masyarakat Bawean. Pencabutan surat izin tersebut juga sebagai pelindung bagi masyarakat Bawean supaya pihak operator kapal Express Bahari tidak sewenang-wenang (semaunya) dalam menetapkan tarif tiket rute Bawean - Gresik.
Selain itu, pencabutan surat izin ini didasarkan pada Pasal 17 huruf e UU Nomor 25 Tahun 2009, dimana pelaksana (dalam hal ini operator kapal Express Bahari) telah melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana yang diatur pada Pasal 4 huruf f dan l yakni asas partisipatif dan asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Adapun penjelasan terkait asas partisipatif adalah peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. Namun, faktanya pihak operator kapal Express Bahari tidak memenuhi asas partisipatif tersebut dalam penetapan tarif tiket kapal Express Bahari. Sedangkan penjelasan dari asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkau adalah setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. Akan tetapi, yang terjadi di lapangan bahwa tarif tiket tidak bisa dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Bawean karena harganya terlalu mahal.
3. Penyediaan Operator Kapal Baru Rute Bawean -- Gresik
Konsekuensi dari pencabutan surat izin operasi kapal Express Bahari maka sudah semestinya Pemerintah Kabupaten Gresik harus menyediakan kapal penyeberangan rute Bawean - Gresik yang baru. Jika Pemerintah Kabupaten Gresik tidak memungkinkan untuk menyediakan kapal penyeberangan rute Bawean - Gresik, Pemerintah Kabupaten Gresik bisa melakukan kerjasama dengan pihak lain sebagaimana yang tertuang pada Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain. Kerja sama ini harus memenuhi beberapa ketentuan sebagaimana yang tertera pada pasal tersebut dan tentunya kerja sama tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal yang perlu diperhatikan pula adalah kerja sama dengan pihak lain dalam penyelengaraan pelayanan publik berupa penyediaan jasa penyeberangan di Pulau Bawean harus memperhatikan Pasal 13 ayat (3) UU Pelayanan Publik bahwa kerja sama yang dimaksud tidak menambah beban bagi masyarakat Bawean, baik beban secara materiil maupun immateriil.