Karena terpisahnya definisi ekonomi konvensional dari ajaran agama Islam, ekonomi Islam telah menjadi alternatif untuk mengisi kesenjangan ini, bahkan menjadi sistem ekonomi alternatif. Ekonomi konvensional telah menyebabkan banyak negara gagal dengan sistem ini.
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana memenuhi kebutuhan manusia dengan memanfaatkan secara optimal faktor-faktor produksi yang tersedia dan mendistribusikannya sesuai dengan ajaran hukum Islam.
Definisi ini mencakup ajaran Islam sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi hingga distribusi. Oleh karena itu, segala aktivitas dan usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia harus sesuai dengan ajaran Islam.
Juga dalam definisi ini, tidak menjadikan kelangkaan sumber daya ekonomi sebagai masalah. Masalah utama menurut definisi ini adalah penggunaan sumber daya ekonomi yang disediakan oleh Allah SWT secara tidak optimal. Karena pada dasarnya Allah SWT telah menyediakan makanan yang cukup bagi makhluk-Nya.
Firman Allah SWT:
"Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Hud: 6)
Makhluk bergerak berarti semua makhluk hidup Allah.
Oleh karena itu, masalah utama perekonomian bukanlah kelangkaan sumber daya ekonomi yang tersedia, karena semua itu telah disediakan oleh Allah SWT. Masalah ekonomi menurut Islam adalah kurangnya penggunaan sumber daya ekonomi yang telah disediakan oleh Allah SWT. Dengan demikian, menurut ekonomi Islam, penggerak utama kemajuan dan pembangunan ekonomi tidak terletak pada faktor produksi atau sumber daya ekonomi, seperti tanah, tenaga kerja, atau modal. Namun, faktor utama pembangunan ekonomi adalah penduduk itu sendiri. Manusia adalah faktor utama pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, Alquran dan Hadits sangat mementingkan sumber daya manusia, membimbing mereka dan memberikan petunjuk yang komprehensif, sehingga mereka dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Salah satu petunjuk Al-Qur'an terhadap manusia adalah agar mereka mencari ilmu. Bahkan, wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW adalah perintah membaca (iqra'). Sebab, dengan ilmu, manusia bisa menciptakan kemajuan, bahkan di bidang ekonomi. Misalnya di bidang pertanian, dulu petani hanya memanen satu kali dalam setahun. Namun berkat ilmu yang diberikan Allah SWT kepada manusia, petani kini bisa panen dua bahkan tiga kali dalam setahun. Begitu pula dengan penemuan ternak, para peternak sekarang menghasilkan lebih banyak keuntungan daripada sebelum ditemukannya ilmu peternakan. Dengan demikian, kekhawatiran para ekonom konvensional agar berkembangnya program Keluarga Berencana yang membatasi kelahiran manusia dapat dihilangkan. Karena ternyata pertumbuhan penduduk tidak selalu menimbulkan ketimpangan ekonomi jika dapat diperhatikan peningkatan kualitas manusia. Misalnya dulu ketika populasi manusia masih sedikit, masyarakat kita jarang sekali mengkonsumsi daging ayam atau sapi. Bahkan ada yang mengatakan dapat makan daging ayam atau sapi jika ada acara-acara tertentu, seperti pernikahan atau kendurian. Namun kini dengan perkembangan dan ledakan penduduk, kita dapat dengan mudah mengkonsumsi daging ayam dan sapi kapanpun kita mau tanpa harus menunggu suatu acara. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi manusia tidak akan menyebabkan kekurangan pangan jika manusia memiliki keterampilan pengetahuan, terutama jika mereka dapat memanfaatkan sumber makanan yang tersedia ini dengan sebaik-baiknya dan optimal sesuai dengan kebutuhannya sesuai dengan ajaran Islam. .
Kemudian, dalam hal keinginan (want) dan kebutuhan (need), ada perbedaannya. Kenginan yang meningkat dan tidak terbatas harus dibatasi dengan rambu-rambu halal dan haram, sedangkan kebutuhan harus diurutkan berdasarkan prioritas. Oleh karena itu, Islam melarang eksploitasi sumber daya ekonomi yang dapat merusak lingkungan, merugikan banyak orang, dan dilakukan secara ilegal. Sedangkan dalam hal klasifikasi kebutuhan, Islam membagi kebutuhan menjadi tiga kategori:
1. Dharuriyat (primer)