Mohon tunggu...
Fatwa Siti Nurbayinah
Fatwa Siti Nurbayinah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Indonesia "Fatherless", Tantangan Besar bagi Masa Depan Bangsa

2 Desember 2024   17:31 Diperbarui: 2 Desember 2024   17:33 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Ayah, yang diperingati setiap 12 November di Indonesia, bukan sekadar momentum seremonial, melainkan pengingat pentingnya peran ayah dalam keluarga. Sebagai salah satu pilar utama dalam pendidikan karakter anak, figur ayah sering kali terlupakan di tengah dominasi narasi tentang peran ibu. Namun, studi menunjukkan bahwa keterlibatan seorang ayah secara langsung memengaruhi perkembangan emosional, sosial, dan akademik anak.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2022 menyebutkan bahwa 37% anak-anak di Indonesia menghadapi ketidakhadiran figur ayah yang signifikan, baik secara fisik maupun emosional. Sementara itu, sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Marriage and Family mengungkapkan bahwa anak-anak dengan ayah yang terlibat memiliki 39% lebih besar kemungkinan untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi dan 45% lebih rendah risiko mengalami gangguan emosional.

Mengapa peran ayah begitu penting? Dalam teori attachment yang dikembangkan oleh John Bowlby, anak-anak membutuhkan ikatan emosional yang kuat tidak hanya dengan ibu, tetapi juga dengan ayah. Kedekatan ini menciptakan rasa aman yang mendukung perkembangan kepercayaan diri anak. Bowlby menyatakan, "Kehadiran ayah yang responsif dan suportif dapat menjadi dasar bagi anak untuk mengeksplorasi dunia dengan rasa percaya diri."

Selain itu, ayah memiliki peran unik dalam membangun ketahanan mental anak. Melalui pendekatan yang sering kali lebih berani dan penuh tantangan, ayah mengajarkan anak untuk menghadapi risiko dan mencari solusi dalam situasi sulit. Peneliti psikologi Michael E. Lamb menyebutkan bahwa ayah cenderung terlibat dalam aktivitas bermain fisik yang membantu anak memahami konsep aturan, disiplin, dan keberanian.

Namun, di Indonesia, tantangan besar masih menghadang peran ini. Kultur patriarki sering kali mengarahkan ayah untuk lebih fokus pada peran sebagai pencari nafkah ketimbang pendidik atau pendamping anak. Waktu kerja yang panjang juga menjadi kendala utama. Menurut survei BPS tahun 2023, rata-rata ayah di Indonesia menghabiskan kurang dari dua jam per hari bersama anak-anak mereka.

Di Hari Ayah, penting bagi kita untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang dibangun di dalam keluarga. Ayah bukan hanya sekadar figur yang menjaga kestabilan ekonomi, tetapi juga pengukir karakter masa depan. Pendidikan berbasis kasih sayang dan teladan dari seorang ayah harus kembali menjadi prioritas.

Memulihkan peran ayah berarti memberikan anak-anak Indonesia kesempatan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri, tangguh, dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana pepatah bijak mengatakan, "Ayah adalah akar, ibu adalah batang, dan anak-anak adalah buah dari pohon keluarga." Mari kita perkuat akar ini demi masa depan yang lebih kokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun