Memang pada malam ILC itu, ketua MUI menyatakan Ahok menista agama, namun saat itu Polisi belum selesai bekerja dan Jaksa pun belum menjadikan Ahok tersangka. Jalur hukum menuduh Ahok menista agama harus dimulai dengan melaporkannya ke polisi lalu membiarkan jaksa membuktikan tuduhannya sementara pembela membelanya sampai akhirnya Hakim membuat keputusan. Proses pengadilan itu harus dilandasi dengan “praduga tak bersalah.”
Kalau Jaya Suprana memang beritikad baik mustahil dia ujug-ujug menuduh Ahok melakukan penistaan agama sambil menjilat orang-orang dengan cara demikian bukan?
Raja Angkat Telor. Dikatakan bahwa selain suka mengangkat telor sendiri juga rajin mengangkat telor orang lain. Bwa ha ha ...
Dewa San Qi Ba (378)
Di tulisannya yang berjudul “Kontradiksi Klas” Zeng wei jian menulis, “Jangan pula berperilaku seolah merasa paling berjasa di negeri ini. Faktanya, peran komunitas Tionghoa dalam proses kemerdekaan tidak terlalu signifikan. Ada, tapi tidak sebesar laskar-laskar pribumi.”
Bengcu menggugat: Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1930 adalah 60,7 juta orang. Tahun 1961 jumlahnya 97,1 juta dan tahun 1971 jumlahnya 119,2 juta. Berapakah jumlah veteran perang kemerdekaan Indonesia? Menurut Kementerian Pertahanan RI jumlahnya 865.073 orang.
Kerabatku sekalian, faktanya orang Indonesi yang berjuang merebut kemerdekaan dan berperang mempertahankan Indonesia jumlahnya kurang dari 1%. Ternyata 99% (mayoritas) orang Indonesia generasi itu tidak berperang dan tidak berjuang.
Mereka yang selama ini berlagak mayoritas dan pribumi, dia yang dengan jumawa menuding orang-orang Tionghoa kurang berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, seharusnya mawas diri, “Leluhur anda termasuk 1% yang berjuang dan berperang ATAU yang 99%? bwa ha ha ...
Zengweijianmenuduh, “Banyak spanduk Paslon Badja. Sementara di gorong-gorong gang tikus, tidak ada spanduk Badja. Si miskin, proletar, dan golongan menengah ke bawah bersikap anti Ahok. Sebaliknya, kaum borjuis bangkrut moral, ex pejuang buruh, komunis elit, analis gadungan, pegiat sosmed madness militan pro Ahok.”
Bengcu menggugat: Dalam hal memilih calon gubernur, si miskin dan si kaya sama-sama bebas untuk bersikap anti atau pro. Tim suksesnya pun bebas memasang spanduk di daerah miskin atau di daerah gedongan. Bebas menghasut orang miskin agar tidak memilih karena orang-orang kaya sudah memusutkan untuk mendukung.
Zengweijianmenuduh, “Khusus komunitas Tionghoa disinyalir ada sekitar 70% dukung Ahok. Aneh, tiba-tiba saja komunitas minoritas ini jadi aktif berpolitik. Di titik ekstrim, mereka berlagak paling piawai ngomong masalah negara dan politik. Sudah lebih dari 30 tahun, mereka tidak begitu. Pasca BAPERKI dan PKI dihabisi dari panggung politik nasional. Seiring naiknya Ahok jadi gubernur, arogansi orang-orang Tionghoa tajir ini pun naik.”