Kenapa orang-orang menyebutnya tiga Cina anti Ahok? Saya tidak tahu. Kenapa mereka menggelarinya Raja Angkat Telor dan Dewa San Qi Ba (378) serta Dewi Kura-Kura Hitam? Saya tidak tahu!
Mencari pujian untuk mencuri kebajikan adalah perilaku orang tak bermoral. Orang-orang Tionghoa Indonesia tenang-tenang saja menghadapinya karena sudah tahu bahwa, “Mereka yang tidak tahu malu dirinya bikin malu memang tidak tahu malu,” itu sebabnya percuma dipermalukan apalagi ditegor.
Mengzi berkata, "Jadi orang tidak boleh tidak tahu malu! Mereka yang tidak tahu malu dirinya tidak tahu malu memang tidak tahu malu." Mengzi VII:6 - Jinxin shang
Raja Angkat Telor
Jauh sebelum Indonesia merdeka sampai hari ini 71 tahun Indonesia merdeka, tidak ada gerakan anti Tionghoa di Indonesia apalagi gerakan membenci orang Tionghoa. Sejarah mencatatnya dan kita semua tahu kebenarannya.
Sejak Indonesia merdeka, memang banyak penguasa dan politisi jahat, baik lokal maupun nasional, yang menggunakan politik diskriminasi rasial dan agama untuk berkuasa. Contohnya: Presiden harus orang Indonesia asli. Penguasa daerah harus putra daerah asli. Pejabat dan pegawai negeri harus orang daerah asli. Bla bla bla harus beragama anu.
Bukan hanya orang Tionghoa yang dijadikan sasaran teror dan kerusuhan namun orang Madura, Poso, Papua, Ambon dan lainnya juga menjadi sasaran. Itu sebabnya kita tidak merasa heran ketika Jaya Suprana memfitnah orang Tionghoa, “Akibat beberapa insan keturunan Tionghoa bersikap dan berperilaku layak dibenci maka seluruh warga keturunan Tionghoa di Indonesia dipukul-rata untuk dianggap layak dibenci”
Namun tahun 2015 yang lalu saya benar-benar kaget waktu Jaya Suprana menyatakan, “kebencian terhadap kaum Tionghoa di Indonesia belum lenyap. Kebencian masih hadir sebagai api dalam sekam yang setiap saat rawan membara, bahkan meledak menjadi huru-hara apabila ada alasan”
Syukurlah orang-orang pribumi Indonesia benar-benar murah hati. Itu sebabnya, atas ucapan ngaco-belonya, tidak ada yang menggeruduk rumahnya apalagi memboikot jamu produksi perusahaan keluarganya dengan tuduhan Jaya Suprana MENISTA pribumi Indonesia MEMBENCI dan MASIH membenci serta SIAP melakukan huru-hara melampiaskan KEBENCIAN-nya kepada orang Tionghoa indonesia.
Di acara ILC (Indonesia Lawyer Club) 11 Oktober 2016 yang lalu, Jaya Suprana mengaku dirinya sudah lama mempelajari tentang penistaan agama baik di Indonesia maupun di berbagai negara.
Selanjutnya dia memuji-muji orang Islam Indonesia memiliki peradapan yang paling tinggi karena waktu peristiwa penistaan agama di pulau seribu, tidak terjadi kekerasan di persada Nusantara ini. Itu sebabnya dia mengajak, “Mari kita bertepuk tangan kepada umat Islam Indonesia karena telah menjalin pengertian dan perselisihan paham melalui jalur yang adil dan beradab yaitu jalur hukum.”