Mohon tunggu...
Fitria Wardani
Fitria Wardani Mohon Tunggu... -

know more my post on ceritafitriaa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Menunjukkan Bangsa

15 September 2012   16:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial yang tak luput dari pertolongan manusia lain, maka sudah sewajarnya kita saling berkomunikasi. Bahasa menjadi alat yang penting dalam berkomunikasi. Komunikasi dikatakan berhasil jika pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator diterima dan dimengerti oleh komunikan. Nah, dalam proses penyampaian ini, bahasa menjadi alat penentu. Jika bahasa saja sulit dimengerti, bagaimana mungkin pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan mengapa dalam perbincangan sehari-hari dipergunakan bahasa yang mudah dan singkat. Padahal menyalahi aturan atau tidak sesuai dengan bahasa yang baku.

Sudah jarang sekali kita temui percakapan yang memang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pernahkah Anda mendengar teman Anda bertanya seperti ini dalam sebuah percakapan, "Apakah Ibu Dosen sudah datang?" atau  "Saya tidak dapat mengikuti kegiatan." Mungkin Anda sedang tertawa saat membacanya atau bahkan benar-benar tertawa jika teman Anda berbicara seperti itu di hadapan Anda. Mengapa demikian? Karena berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baku itu menjadi sebuah keanehan bagi masyarakat saat ini, khususnya anak muda. Kebanyakan dari mereka akan lebih memilih berbicara seperti ini dalam percakapan langsung, "Dosennya udah dateng belom?" dan "Gue nggak ikutan." Padahal, jika kita tidak membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, Bahasa Indonesia yang baku tersebut akan terkubur dengan sendirinya. Hanya menjadi hiasan dan pengisi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dipelajari, tetapitidak dipraktikkan dalam perbincangan sehari-hari. Alhasil, tidak menutup kemungkinan kita akan lupa dan tidak memahaminya, mungkin juga justru merasakan kejanggalan dari sebuah bahasa yang baku itu.

Sekali lagi, bahasa menjadi alat yang penting di kemajuan teknologi ini. Bagaimana tidak? Di zaman menjamurnya media sosial ini, hampir semua orang dipaksa menulis, paling tidak menulis status. Itupun menggunakan bahasa. Tetapi, sudah sesuaikah penulisan mereka dengan Bahasa Indonesia yang baku? Jika sebelumnya kita dapat beralasan bahwa Bahasa Indonesia yang baku terdengar aneh di telinga, apakah kali ini kita akan menggunakan alsan yang sama? Tentu saja tidak, karena dalam penulisan, matalah yang bekerja. Sering sekali penulisan Bahasa Indonesia yang baku tidak lagi dapat kita temukan dalam akun media sosial pribadi. Hampir keseluruhan isinya sejenis ini, "Panas banget hari ini" atau "Benci banget sama orang yang suka nusuk dari belakang." Sudah sangat menyalahi aturan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, umumnya status yang dibuat berupa rutukan kekesalan. Padahal status itu akan dibaca orang banyak di dunia maya, pantaskah ? Memang, tidak adil jika kita menghakimi sifat orang dari statusnya, tetapi tidak dapat dipungkiri kesan pertama adalah segalanya. Lalu, bukankah bahasa menunjukkan bangsa? Bangsa seperti apakah kita yang menuliskan status di dunia maya—dimana semua orang dapat mengakses—dengan bahasa yang sudah menyalahi aturan, bahkan juga makna?

Semakin sulitnya membiasakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam telinga juga diperparah dengan karya sastra anak muda yang sudah sangat jauh dari kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Parahnya, bacaan yang seperti ini justru menjadi favorit anak muda. Sehingga, membuka peluang pasar dalam menjauhkan anak muda dari kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Teman saya meninggalkan jurusan sastra karena keraguan sastra akan dihargai atau paling tidak mendapat tempat dalam masyarakat Indonesia. Bagi dia, masyarakat Indonesia lebih menghargai bacaan yang mementingkan lucu dan penghinaan, dibandingkan dengan sesuai tidakkah isi bacaan tersebut dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tetapi, sebagai anak muda Indonesia, kita harus tetap optimis dan percaya kalau Bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak akan terkubur begitu saja. Ya, jika kita ikut melestarikannya. Terbukti, salah satu guru Bahasa Indonesia saya di SMA selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dalam keseharian hidupnya. Contohnya, saat ingin memberhentikan angkutan umum beliau berkata, "Pak, tolong berhenti di depan SMA A, karena saya ingin turun." Nah, karena bahasa menunjukkan bangsa, maka bangsa seperti apakah kita? Jawabannya ada pada diri kita dalam penggunaan bahasa dimanapun berada.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun