Tanpa mengabaikan budaya rasionalistik dan keilmuan, yang dalam terminologi Peursen disebut sebagai melampaui tahap ontologis menuju fungsional, sesungguhnya spiritualisme panteistik—yang berorientasi pada etika dan keselarasan alam—semesta (tahap mistis) inilah yang menjadi kekuatan budaya Nusantara.
Budaya kemanusiaan
Ketiga tahap kebudayaan ala Van Peursen itu tak boleh dilihat sebagai perkembangan yang saling mengeksklusi. Apalagi bersifat historis belaka, melainkan sebagai tiga unsur yang tak pernah kehilangan relevansinya dalam membentuk setiap kebudayaan. Ini penting bukan saja agar kita dapat tetap memiliki kuda-kuda yang kuat dalam ”menyaring” terpaan hegemoni budaya yang eksesif, juga demi memiliki bekal indigenous yang dapat dikontribusikan pada pembentukan budaya kemanusiaan.
Sudah waktunya seluruh komponen bangsa duduk dan berpikir bersama untuk merumuskan kembali arah kebudayaan negeri ini. Karena dalam kebudayaan inilah strategi pendidikan, keagamaan, sosial, politik, bahkan ekonomi kita harus didasarkan. Dan dalam strategi ini juga revolusi mental yang didengung-dengungkan belakangan ini harus ditegakkan. []
Tulisan ini dimuat di Harian KOMPAS, 02 September 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H