Mohon tunggu...
Elvi Ansori
Elvi Ansori Mohon Tunggu... -

Suka Menulis, berbagi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puyer

4 November 2016   18:04 Diperbarui: 4 November 2016   18:15 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku dan istriku serta dua anakku mengontrak tak jauh dari rumah kakak tertuaku jadi bisa sedikit tahu keadaan bapak dan ibu, apa lagi ibu sering memintaku untuk datang ke rumah kakakku kalau ibu sedang tak enak badan, biasa, minta urut.

***

Aku sedang membereskan rumahku yang berantakan karena ulah anak-anaku, kalau bermain bisa membuat rumah seperti kapal yang sedang karam dan terombag-ambing di tengah gelombang. Sayup-sayup terdengar namaku dipanggil dari luar rumah, kuletakkan sapu ijuk yang sedang aku pakai.

“Ris, ada telpon dari kakakmu, katanya bapakmu sedang sakit, kamu di suruh pergi ke sana,” kata Hamid memberi kan kabar padaku. Aku memang belum punya hp, jadi kalau ada apa-apa atau ada kabar yang penting, saudara-saudaraku menelpon ke rumah Hamid, orang yang mempunyai rumah kontrakan yang aku tempati. Aku segera bergegas ke rumah kakak tertuaku dengan naik angkot.

Begitu sampai di rumah kakakku, kulihat bapak sedang duduk di kursi rotan yang ada di teras.

“Bapak kok duduk di luar, katanya sakit?”tegurku pelan. Ku lihat ibuku keluar sambil membawa segelas teh hangat, kemudian teh itu diberikan kepada bapak, bapak dengan berlahan mendekatkan gelas ke mulutnya, dan menyeruput teh dengan dua kali seruputan.

“Ya Ris, tadi bapakmu sesak nafas dan badannya lemas gak punya tenaga, tapi setelah minum obat yang ditebus di apotik, lumayanlah,”kata ibuku. Kemudian ibu masuk ke dalam.

“Ris, belikan Bapak puyer,”kata bapakku pelan, setengah berbisik. Tiba-tiba ibu keluar.

“Jangan Ris, kata dokter bapakmu tidak boleh minum puyer lagi, bahaya untuk jantungnya.”sergah ibuku tiba-tiba. Aku yang hendak berbalik dan berjalan untuk membeli puyer dengan reflex menghentikan langkah, dan memandang kearah bapak. Bapak hanya terdiam dan bergumam pelan namun terdengar jelas oleh ibu.

“Yang terakhir saja, ini puyet yang terakhir, setelah itu tidak akan minum puyer lagi,”gumam bapak, tapi ibu tetap menggeleng. Kemudian aku meminta bapak masuk ke dalam, berbaring di ranjangnya, melihat kondisi bapak yang sudah agak mendingan aku pamit pulang, mau meneruskan pekerjaan membersihkan rumah yang sempat tertunda. Istri dan anakku ada di rumah kakakku juga, istri dan anakku memang sejak pagi sudah datang. mereka sedang sibuk di dapur bersama kakak iparku.

Sampai di rumah kontrakan, aku melanjutkan lagi kegiatan bersih-bersih kemudian mengisi air bak mandi, sekalian mandi sore. Baru saja aku selesai mandi, aku dengar ada yang mengetuk pintu depan. Aku segera memakai celana panjang dan kaos oblong, kemudian membuka pintu. Ku lihat ada Hamid di depan pintu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun