Mohon tunggu...
Haidar Alwi Care
Haidar Alwi Care Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Hati Nurani Untuk Negeri

Akun Kompasiana Ini Dikelola Oleh Admin. Artikel Yang Diterbitkan Melalui Kompasiana Ditulis Oleh Admin. Salam Toleransi ... Salam Hormat Untuk Senior Semuanya ... 🙏🙏🙏 (Rahmat Hidayat - Wonosobo - Jawa Tengah)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Haidar Alwi: Vonis Ringan Harvey Moeis Tunjukkan Lemahnya Sinergitas Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

27 Desember 2024   22:17 Diperbarui: 27 Desember 2024   22:17 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto @haidaralwicare by Rahmat Hidayat, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia)

Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp210 miliar kepada Harvey Moeis dalam kasus tata niaga komoditas timah.

Vonis yang dijatuhkan hakim kepada Harvey Moeis lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Vonis tersebut kemudian menimbulkan kontroversi karena dinilai tidak sebanding dengan kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun dan berpredikat sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia.

Menanggapi hal itu, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, vonis ringan Harvey Moeis menunjukkan lemahnya sinergitas antara Kejaksaan Agung dengan Mahkamah Agung.

"Lemahnya sinergitas kedua lembaga penegak hukum ini menyebabkan disharmonisasi untuk memberikan efek jera bagi para koruptor," kata R Haidar Alwi, Jumat (27/12/2024).

Menurutnya, kasus timah membutuhkan penanganan khusus dari penegak hukum karena agak berbeda dari kasus korupsi lainnya. Perbedaannya terdapat dalam perhitungan kerugian negara yang ditimbulkannya.

Ia menjelaskan bahwa dari total Rp300 triliun kerugian negara dalam kasus timah, sebagian besar di antaranya didominasi oleh kerugian ekologis atau lingkungan yang mencapai Rp271 triliun. Artinya, kerugian ekonomisnya hanya sekira Rp29 triliun.

"Dengan kerugian ekologis atau lingkungan yang sangat besar, Kejaksaan Agung mungkin ingin mengoptimalkan penegakan hukum terhadap koruptor. Namun hakim yang menyidangkan perkara ini sepertinya kurang mendalami secara komprehensif," ungkap R Haidar Alwi.

Besarnya jumlah kerugian ekologis yang ditimbulkannya menjadikan kasus timah sebagai kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar di Indonesia. Padahal, secara kerugian ekonomis, kasus timah sebenarnya tidak lebih besar dari kasus BLBI, kasus Duta Palma dan kasus TPPI.

"Dengan memasukkan kerugian ekologis atau lingkungan yang jumlahnya fantastis, Kejaksaan Agung mungkin saja ingin membuat masyarakat dan pemerintah terkesan atas kinerja mereka karena seolah-olah berhasil mengungkap kasus korupsi terbesar di Indonesia. Sedangkan hakim memutuskan berdasarkan alat bukti dan keyakinannya," jelas R Haidar Alwi.

Oleh karena itu, sebaiknya evaluasi tidak hanya dilakukan kepada Mahkamah Agung, tapi juga Kejaksaan Agung. Evaluasi Mahkamah Agung dilakukan oleh Komisi Yudisial terhadap hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Sementara evaluasi terhadap Kejaksaan Agung dilakukan oleh Presiden dan DPR RI.

Ia berharap, antar-lembaga penegak hukum dapat menempatkan sinergitas di atas rivalitas dan ego sektoral yang sudah menjadi rahasia umum. Tujuannya untuk menghadirkan penegakan hukum yang berkeadilan bagi masyarakat sesuai dengan asta cita Presiden Prabowo Subianto.

"Reformasi hukum khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi mustahil terwujud tanpa sinergitas yang aktif antar lembaga penegak hukum," pungkas R Haidar Alwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun