Penglihatannya terbatas, namun usahanya tak kenal batas. Keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mencoba melakukan aktivitas dengan mata tertutup saja sudah sulit, apalagi membuat kopi ala seorang barista. Mungkin saja akan menyenggol gelas hingga pecah atau tangan yang tersiram air panas. Mata Hati Koffie, sebuah tempat kedai kopi yang di mana pemilik sekaligus baristanya merupakan penyandang disabilitas yakni, tunanetra.Â
Ahmad Hilmy Almusawa, Hilmy panggilan akrabnya. Seorang mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mengaku sebagai pecinta kopi maka tak heran jika akhirnya ia mengubah teras atau garasi rumah milik orangtuanya menjadi sebuah tempat kedai kopi. Kedainya ini berdiri sejak 3 Februari 2020 dan berlokasi di Jalan Kubis 3 No. 44 Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Ide membuka kedai kopinya ini tidak lepas dari dukungan Hikmah Almusawa, ibunda tercintanya. Hilmy juga tidak sendirian, ia juga turut mengajak kedua teman disabilitasnya, Ahmad dan Rahmat yang menyandang tunanetra low vision untuk bekerja sama mendirikan kedainya.
Sebelum menjadi Mata Hati Koffie, Hilmy juga pernah mendirikan bisnis kopi secara daring bernama Blend Coffee Me. Berawal dari pertemuan dan kerjasamanya dengan seorang pemilik tempat kopi Tadi Pagi Coffee & Roastery bernama Teguh.
"Berawal dari usaha Blend Coffee Me, kalau di google itu pernah ada. Menjual seperti kopi drip gitu lewat online dari rumah, ambil biji kopinya ke mas Teguh. Nah itu dari 2017 sampai 2020 dia jualan itu di online," kata Hikmah Almusawa, ibunda Hilmy saat diwawancarai di tempat, Rabu (07/12).
Sejak kecil, Hilmy merupakan anak yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Ketidakmampuannya melihat dengan jelas itu justru menjadi acuan untuk memiliki rasa penasaran. Rasa penasarannya itu makin naik ketika ia beranjak dewasa, tak heran Hilmy berhasil mempelajari cara meracik kopi dengan baik, pekerjaan yang umumnya dikerjakan oleh orang awas. Saat masih kecil dirinya mengidap penyakit glaukoma dan masih mampu melihat objek secara samar-samar. Namun, semenjak lulus bangku Sekolah Dasar kedua mata Hilmy tidak dapat berfungsi lagi sebagai layaknya indera penglihatan (tunanetra total). Beruntung, Hilmy dibesarkan di keluarga yang suportif. Kegemarannya dalam membuat kopi muncul karena dukungan sang ibu yang membiasakan Hilmy untuk membuat kopi di pagi hari.
"Kalau saya kan, membiasakan untuk Hilmy itu beraktivitas di rumah seperti orang normal. Salah satunya kalau pagi itu saya suruh dia bikinkan kopi buat saya dan dia makin hari tuh buat kopinya makin enak gitu," ujarnya.
Mata Hati Koffie mempunyai menu Coffee dan Non Coffee dengan berbagai varian dikisaran harga Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per gelasnya. Menu andalan disini adalah kopi susu gula aren dan kopi arang. Mereka juga memiliki slogan unik yang tertulis disetiap gelasnya yaitu rasa tak perlu mata dan cahaya, kami meracik dengan hati dan cinta. Karena menurutnya, pengerjaan dalam membuat kopinya ini tidak dengan penglihatan, melainkan dengan mengandalkan pendengaran, peraba dan hati.
Pada dasarnya alat-alat atau mesin kopi yang digunakan oleh Mata Hati Koffie ini tidak jauh berbeda dengan tempat kopi pada umumnya. Perbedaannya terlihat dalam memilih jenis biji kopi, terdapat tulisan huruf braille pada tutup toples. Hilmy juga menambahkan, perbedaannya adalah dari cara takaran bahan, instruksi audio dan bantuan alat pengukur waktu (timer).
"Untuk memudahkan barista tunanetra, kita untuk takaran menggunakan timer, audio, botol (pump) buat takar sama pakai sendok takar khusus buat menakar biji kopi," pungkasnya.