Mohon tunggu...
Haiatul Maknun
Haiatul Maknun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi Manajemen Keuangan Syariah

Saya adalah seorang yang penuh semangat dan siap untuk membawa energi positif ke dunia profesional. Dengan latar belakang pendidikan dalam bidang manajemen, saya telah mendapatkan pemahaman yang kuat tentang ilmu manajemen dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk berkembang di dunia kerja.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontrak Derivatif: Tinjauan dalam Potensi Permasalahannya

20 Maret 2024   13:15 Diperbarui: 20 Maret 2024   13:27 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya, instrumen derivatif diperkenalkan pada  tahun  1949  di  Chicago,  Amerika  Serikat. Salah  satu  tujuan penggunaan  instrumen  derivatif  adalah  untuk mengurangi   risiko   yang   dapat   timbul   saat melakukan   transaksi. Transaksi derivatif melibatkan   berbagai   acuan   pokok,   seperti tingkat   suku   bunga,   nilai   tukar   mata   uang, komoditas, saham, dan indeks (Sunaryo, 2021)

Derivatif  adalah  bentuk  perjanjian  finansial  oleh  dua  belah  pihak  yang  melakukan  kontrak  yang  berguna sebagai  salah  satu  syarat  untuk  memenuhi  kewajiban  atas  transaksi  jual  beli  aset  atau  sebuah  komoditas yang menjadi objek perdagangan dengan harga dan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.

Instrumen derivatif, seperti opsi, futures, swap,dan lainnya, memungkinkan para  pelaku  pasar  untuk  mengelola  risiko. Namun, di lain sisi, instrumen keuangan derivatif  juga  memiliki  risiko  yang  signifikan. Beberapa   analisis resiko terhadap instrumen keuangan derivatif yaitu volatilitas pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, resiko model (Aisha et al., 2023)

Penetapan harga pada saat perjanjian kontrak forward dan bukan pada saat penyerahan valas adalah sebuah praktik spekulasi yang mengandung unsur ketidakpastian antara untung dan rugi. Adanya ketidakpastian dalam kontrak forward akan mengarah pada spekulasi yang dilarang dalam ekonomi Islam. Kontrak berjangka dalam transaksi forward harus diatur dan dikendalikan dengan ketat untuk mencegah perjudian, spekulasi dan manipulasi (Injadat, 2014 dalam Umam, 2020).

Adapun penggunaan instrumen derivatif untuk hedging sangat mirip dengan pembelian asuransi. Instrumen derivatif umum yang digunakan untuk hedging nilai tukar mata uang asing ialah Hedging dengan kontrak Opsi dan kontrak Futures. Hedging juga memiliki sejumlah konotasi negatif, antara lain; perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak uang (biaya hedging) untuk menghasilkan lebih sedikit uang dan menciptakan lebih sedikit nilai bagi pemegang saham; dan hedging sangat mirip dengan perjudian, yang membawa sejumlah risiko dan biaya. 

Maka dari itu, hedging menghabiskan sebagian dari kredit yang tersedia, membuatnya lebih sulit untuk tetap bertahan. Bank menggunakan berbagai instrumen hedging, banyak di antaranya juga digunakan dalam instrumen transaksi derivatif, untuk melindungi diri dari volatilitas perdagangan internasional (Indrajaya, Herlina, dan Setiadi 2012 dalam Muftiasa et al., 2023).

Kontrak berjangka resiko tidak terjadi pembayaran sangat mungkin karena limit margin pihak pembeli yang bisa saja di bawah atau bahkan habis pada waktu jatuh tempo dan pihak  penjual  juga  mempunyai  risiko  tidak  dapat  menyerahkan  barangnya  dikarenakan  bukan dia  yang  mengelola  barang  tersebut  secara  langsung  namun  pihak  pengelola  dalam  bursa berjangka. 

Selain itu, komoditi  kontrak  berjangka  menghadirkan  risiko  tidak  jelasnya  perlindungan  yang diberikan kepada nasabah. Dalam hal ini, investor pada bursa berjangka yang membuat nasabah yang tidak menjadi anggota bursa kesulitan untuk membuktikan atau menuntut kepada bursa . 

Sebagian  besar  ulama  berpendapat  memiliki  atau cenderung  mengarah  ke  transaksi  yang  dilarang  seperti  gharar  dan  maysir  ataupun  akad  yang dilaksanakan pada saat transaksi tidak memenuhi rukun dan syarat akad seperti tidak adanya harga dan barang pada saat terjadi transaksi (Saputra & Amir, 2022).

Secara keseluruhan, kontrak derivatif menyediakan alat yang kuat untuk mengelola risiko keuangan, namun juga menimbulkan sejumlah permasalahan yang perlu diatasi. Dengan memahami dan mengatasi potensi permasalahan ini, pasar derivatif dapat berfungsi secara lebih efisien dan efektif untuk mendukung kestabilan sistem keuangan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun