Menurut Auguste Comte sosiologi berasal dari bahasa latin Socius (teman/masyarakat) dan logos (ilmu), jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pertemanan atau masyarakat.
Pada tanggal 3 maret sampai 8 maret, siswa/i Global prestasi School Bekasi dan Dago melakukan aktifitas local immersion, Dimana kita berkunjung ke sebuah desa di Wonosobo, Bernama “ Desa Buntu”.
Desa buntu merupakan merupakan sebuah desa di wonosobo di area pegunungan, yang cuaca nya dingin ditambahkan musim hujan yang membadai saat siswa/i Global Prestasi mengunjung Desa Wonosobo. Bisa dibilang seperti desa yang baru sedikit tersentuh oleh budaya moderenisasi sehingga masih banyak alam dan tanaman tanaman alami yang mengindahkan pemandangan di local immersion siswa/i yang mengikuti, jauh beda dengan polusi atau panasnya Bekasi dan dago yang mereka sudah terbiasa dengan.
Siswa/i Global Prestasi Meninggali di rumah dan menjadi anak orang tua asuhnya selama 5 hari /4 malam. Warga Desa Buntu/Wonosobo memiliki keberagaman agama, setiap warga wonosobo menganut satu dari enam agama yang diakui di Indonesia dan agama Konghucu yang jarang ditemukan pun juga di anut di desa buntu ini. Tentunya Warga Wonosobo harus memiliki Tradisi dan Toleransi yang tinggi untuk dapat hidup dengan aman dan nyaman detengah semua keberagamannya.
Siswa/i Global Prestasi dikasih tugas sosiologi(Siswa/I Global Prestasi yang memilih jurusan SosHum) di Desa Buntu untuk melakukan penelitian sosial tentang kegiatan kegiatan yang kita lakukan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh Masyarakat Wonosobo/Desa Buntu Dalam sehari hari.
Penilitian sosial yang dilakukan penulis kali in merupakan Mata pencaharian Di Desa Buntu Wonosobo, penulis melakukan riset dan bertanya langsung kepada warga warga sekitar yang tinggal di Desa Buntu Wonosobo ini dan bertemu dengan Ibu Reekarti.
Ibu rekarti memiliki 2 anak dan merupakan buruh tani ( memiliki ladang sendiri dan kerja di ladang orang lain). Saat ditanya berapa penghasilannya sehari, “ ya sekitar 30 ribu perhari, tapi itu tidak pasti. Kadang bisa kurang kadang bisa lebih.”
Tentunya itu bisa dibilang masih jauh dari uang yang dibutuhkan untuk hidup sehari-hari, Makanan sehari hari keluarganya mengandalkan hasil panen nya dan bansos (bantuan sosial) kepada desanya. Sedangkan kebanyakan dari uang yang dihasilkan dipakai untuk bayar Listrik dan air.
Tentunya, penghasilannya yang tak cukup untuk kehidupan sehari hari pun tak cukup untuk menghidupinya, Ibu Reekarti tidak memiliki Asset atau Tabungan, mungkin hanya hasil panennya, rumahnya, tanah yang di warisi oleh orang tua nya, dan kendaraan motor 1 yang dapat dibilang sebgai asset yang ia miliki. Serta tabugan pahala yang ia dapatkan dari mengajar ngaji di waktu luangnya (tidak dibayar). Tapi yang penulis ingin kasih perhatian disini adalah bantuan finansial yang ia dapatkan dari sesama warga (merupakan uang pinjaman), Menunjukkan solidartas yang kuat dari sesama warga. disini toleransi antar umat beragama yang berbeda sangat kuat dan turun menurun dari yang tua hingga ke anak anak kecil yang bermain di jalanan desa. sudah seperti tradisi yang turun menurun untuk mengajarkan keturunannya untuk bertoleransi antar agama.
Lusa kemudian, penulis pun turun terjun untuk melihat dan rasakan sendiri rasanya berladang di Desa Buntu, Wonosobo.
penulis naik motor dengan orang tua asuhnya selama 15 menit dan sesampai di ladang, ada 3 teman orang tua asuh nya yang sudah berkerja di ladang dan saling membantu agar kerjanya cepat selesai.
penulis menampung pupuk di ember dan ditugaskan untuk disebar ke tanaman (cabai) serta merapihkan plastic lapisan diatas tanaman agar air hujan tidak berlebih membasahkan tanaman.
menurut Emile Durkheim, Tradisi dapat Memperkuat Solidaritas Sosial.
Tradisi memperkuat solidaritas sosial dengan menciptakan rasa kebersamaan dan saling ketergantungan. Ketika orang-orang berpartisipasi dalam tradisi bersama, mereka merasakan ikatan yang lebih kuat satu sama lain.
Tradisi Kerjasama atau solidaritas yang merupakan hasil dari toleransi yang besar dilakukan oleh orang tua asuh penulis dan rekannya saat Bertani dalam ladang, seperti membantu bawa alat, atau berbagi tanah yang harus dikerjakan agar kerja dapat diselesaikan dengan cepat menunjukkan penulis bahwa solidaritas akan selalu dibutuhkan, walau saling adanya perbedaan, tetapi solidaritas akan selalu diatas semuanya agar kita semua dapat hidup dengan aman dan tentram serta mencapai ke tujuan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H