Mohon tunggu...
Haflah Leste Distincta
Haflah Leste Distincta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pertahanan

future strategist in the making. Program Magister Strategi Pertahanan Laut

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diluar Zona Nyaman: Indonesia dan Laut Cina Selatan

5 Mei 2024   18:15 Diperbarui: 5 Mei 2024   18:28 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: InsightonIndia.com

Pada Mei 2010, melalui perwakilan PBB di New York, Indonesia menyatakan diri sebagai negara non-claimant dalam sengketa kedaulatan di Laut Cina Selatan oleh karenanya Indonesia telah memainkan peran yang tidak memihak namun aktif dalam membangun langkah-langkah pengembangan kepercayaan di antara negara penggugat (claimant states) serta menciptakan suasana perdamaian melalui serangkaian lokakarya di Laut Cina Selatan sejak 1990. namun, menjadi non-claimant dapat bermakna ganda. di satu sisi, Indonesia tidak mengklaim fitur yang disengketakan di Laut Cina Selatan (seperti kepulauan Spratly), tidak juga memihak negara-negara penggugat sehubungan dengan sengketa wilayah di dalamnya. di sisi lainnya, Indonesia dapat berusaha menjadi broker yang jujur dengan memfasilitasi langkah-langkah membangun kepercayaan di antara negara-negara penggugat untuk mengelola perselisihan mereka dengan cara damai. dapat dipahami dalam konteks ini, status non-claimant Indonesia bukan berarti sama dengan pihak yang tidak tertarik. justru sebaliknya, status ini menjadi zona nyaman dimana Indonesia dapat menghindar untuk tertarik ke dalam medan pertempuran bersamaan dengan negara-negara penggugat. termasuk mengangkat prestige diplomatiknya dengan menawarkan menjadi broker yang jujur kepada para penggugat dan menuai manfaat prospektif untuk kerjasama lebih dekat dengan Tiongkok dan Amerika Serikat.

Dengan secara konsisten menolak nine dash line, Indonesia dapat menghindari menciptakan persepsi menjadi negara penggugat. jika mengakui bahwa tumpang tindih memang ada antara nine dash line dan ZEE-nya, Indonesia secara tidak langsung akan memberikan pengakuan kepada klaim Tiongkok dan merusak kredibilitasnya sebagai negara yang tidak di klaim. status non-klaim ini juga memungkingkan Indonesia untuk meningkatkan prestige diplomatiknya dengan menawarkan memfasilitasi dialog multilateral melalui pendekatan pembangunan konsensus. Indonesia melakukan ini pada 1990-an dengan memfasilitasi seri lokakarya informal untuk mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan di antara para pihak penggugat dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. baru-baru ini, Indonesia telah mencoba membantu melestarikan persatuan ASEAN dalam menghadapi perselisihan atas sengketa Laut Cina Selatan, seperti mengikuti pertemuan 2012 ASEAN Foreign Ministers' Meeting di Phnom Penh.

Pembangunan konsensus juga tercermin dalam penekanan berkelanjutan Indonesia pada implementasi Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea tahun 2002 dan berupaya merumuskan kode etik, bukan pada keputusan sepihak Filipina untuk mencari arbitrase internasional di Den Haag, sebagai cara terbaik untuk mengelola konflik Laut Cina Selatan. Melalui pendekatan seperti itu, Indonesia dapat dengan lebih baik memamerkan perannya sebagai broker yang jujur, sementara pada saat yang sama mengangkat prestise diplomatiknya sebagai Primus Inter Pares ASEAN - sekarang ditolak dengan agenda diplomasi maritim Presiden Widodo. Sebaliknya, pendekatan unilateral, seperti putusan arbitrase Filipina, dipandang memecah belah dan meninggalkan ruang manuver yang lebih sedikit bagi Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar.

Relasi dengan Tiongkok dan Amerika Serikat

Status non-claimants Indonesia memungkinkan untuk menghindari bagasi politik dari sengketa teritorial ketika menumbuhkan kerjasama yang lebih dekat terhadap Tiongkok dan AS. terlepas dari ketidaksepakatan secara verbal berulang kali terhadap klaim nine dash line, Indonesia menyambut peningkatan kerjasama ekonomi dan keamanan dengan Tiongkok. Pada September 2015, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar di Indonesia dengan nilai total sekitar 27,2 miliar USD. Indonesia tertarik pada janji investasi Tiongkok, terutama yang melalui Asian Infrastructure Investment Bank, untuk membiayai proyek infrastruktur skala besar, seperti pelabuhan yang akan mendukung agenda maritim presiden Joko Widodo. 

Dengan banyaknya pemberitaan mengenai kerjasama maritim Sino-Indonesia, kadang-kadang memberi kesan bahwa Indonesia secara strategis condong terhadap Tiongkok. Namun, hubungan ekonomi yang lebih dekat dengan Tiongkok ini hanyalah ekspresi lain dari kebijakan pragmatis Indonesia untuk membiayai pengembangan infrastrukturnya yang kekurangan biaya. Pemerintah melaporkan bahwa hanya 7% dari investasi Tiongkok yang sebenarnya diimplementasikan. tren serupa juga ditemukan dalam kerjasama keamanan bilateral. meskipun kedua negara telah mengumumkan kegiatan dan proyek militer bersama, termasuk pasukan khusus dan latihan angkatan laut, pengembangan rudal, dan sistem surveillance, kegiatan-kegiatan tersebut lebih berbentuk simbolik dan hanya sedikit menambah niai subtansi terhadap kerjasama Indonesia dengan mitra tradisional baratnya, seperti AS dan Uni Eropa. Sebaliknya, kerjasama keamanan Sino-Indonesia dapat dilihat sebagai cara diplomatik Indonesia untuk menampilkan kebijakan non-alignment. atau jika tidak, sebagai manuver pengalihan untuk mendapatkan lebih banyak bantuan militer dari barat di tengah kompetisi geopolitik Tiongkok-AS yang intens.

Di sisi lain, Indonesia tetap waspada dengan posisi alignment yang lebih dekat terhadap AS dan negara barat lainnya, sehingga dapat menghasilkan tuduhan melanggar nilai bebas-aktif yang dijalankan. AS tetap menjadi salah satu mitra dagang dan investasi teratas di Indonesia dan sempat menunjukan minat untuk bergabung kedalam Trans Pacific Partnership yang dipimpin oleh AS. Indonesia juga berusaha memperdalam kerjasama di bidang militer dengan AS dan sekutunya, termasuk dalam domain maritim. kekhawatiran yang berkembang atas sikap asertif Tiongkok di Laut Cina selatan telah membuat Indonesia dan AS untuk melakukan penerbangan pengawasan militer di atas Kepulauan Natuna dan perairan sekitarnya serta merencanakan engagements dan operations kapal selam secara reguler. selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara penerima dana Southeast Asia Maritime Security Initiative yang diumumkan pada 2015. bantuan AS tersebut dapat membantu Indonesia mengembangkan lembaga penjaga pantai baru untuk melakukan patroli yang lebih baik di wilayah maritim Indonesia yang luas, termasuk perairan di sekitar Kepulauan Natuna. namun, perkembangan ini tidak boleh ditafsirkan sebagai tanda keberpihakan Indonesia terhadap Amerika Serikat. Jika situasi ini terus berlanjut, Indonesia tetap ingin semua negara dengan major power, terutama AS dan Tiongkok saling mengawasi satu sama lain. Maka sebab itu, kepentingan Indonesia tetap terletak pada menjaga kesatuan dan sentralitas ASEAN melawan dominasi tunggal atas kekuatan negara besar.

Ketidakstabilan Masa Depan

Ditengah eskalasi konflik yang terus memanas sampai hari ini, pertanyaan paling menarik adalah apa yang akan terjadi jika semua upaya untuk tetap bersama kemudian gagal. dengan kata lain, bagaimana jika negara penggugat--dan semua pihak yang berkepentingan--terlibat dalam perilaku yang membuat Laut Cina Selatan menjadi kurang stabil dan lebih rentan terhadap konflik? sejak Tiongkok mengungkapkan nine dash line pada lokakarya yang difasilitasi oleh Indonesia di tahun 1993 hingga tahun 2010, Indonesia dapat secara bersamaan memupuk kerjasama yang lebih erat dengan Tiongkok dan menolak nine dash line. inilah status quo yang Indonesia harap dapat dipertahankan.

Ambiguitas strategi yang dipertahankan oleh Tiongkok dengan penuh keahlian dan hati-hati dalam dua dekade terakhir membantu mempertahankan status quo tersebut. dengan menjaga nine dash line agar tidak mengklaim Kepulauan Natuna, Tiongkok menghilangkan isu paling sensitif yang menjadi kekhawatiran utama terkait kedaulatan Indonesia. Bagaimanapun, menajadi semakin jelas, bahwa ambiguitas Tiongkok lebih bersifat deklaratif daripada nyata. meskipun begitu, perilaku Tiongkok menunjukan bahwa garis tersebut dapat membentang sejauh yang diinginkan oleh mereka ke selatan. bahkan jika Tiongkok memutuskan untuk berkompromi dan menyesuaikan ujung selatan garis nine dash line agar sejajar dengan batas ZEE Indonesia, Indonesia tetap tidak akan menerima langkah tersebut karena sikap intimidasi dan koersif yang dilakukan Tiongkok dalam memaksakan klaimnya melawan negara-negara penggugat ASEAN, terlebih lagi persoalan ilegalnya garis tersebut berdasarkan UNCLOS.

Bersamaan dengan Tiongkok yang makin menyadari bahwa status quo tidak dapat dipertahankan, Indonesia semakin yakin bahwa Laut Cina Selatan menjadi  tidak stabil. Mantan panglima TNI, Jenderal Moeldoko, merasa kecewa dengan garis nine dash line dan berjanji bahwa TNI akan memperkuat kehadirannya di Natuna. Hal ini akan mencakup pengerahan aset angkatan laut dan udara yang lebih besar untuk pertempuran dan tujuan pengawasan. Menteri keamanan senior Indonesia dan mantan penasihat senior Presiden Joko Widodo, Luhut Pandjaitan, bahkan mengancam akan membawa Tiongkok ke pengadilan internasional jika Tiongkok terus menerus mengaskan klaim nine dash line, yang jelas berpotensi mempengaruhi keamanan Kepulauan Natuna. berbeda dengan upaya masa lalu, ketika Tiongkok bergantung pada upaya diplomatik, Tiongkok hari ini dapat memanfaatkan kemampuan angkatan laut dalam penegakan hukum untuk memaksakan klaim teritorial tersebut. Penguatan dan militerisasi wilayah-wilayah yang diklaim Tiongkok baru-baru ini telah menciptakan kegelisahan dan ancaman di Indonesia, bukan hanya karena kedekatannya dengan Kepulauan Natuna, namun juga karena aktivitas Tiongkok dapat semakin mengganggu stabilitas situasi dan meningkatkan resiko konflik yang mempunyai konsekuensi nyata bagi kepentingan Indonesia. Tampaknya, semakin cepat Indonesia mempertimbangkan untuk keluar dari zona nyamannya, semakin baik Indonesia dapat bersiap menghadapi ketidakstabilan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun