Mohon tunggu...
Haflah Leste Distincta
Haflah Leste Distincta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pertahanan

future strategist in the making. Program Magister Strategi Pertahanan Laut

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diluar Zona Nyaman: Indonesia dan Laut Cina Selatan

5 Mei 2024   18:15 Diperbarui: 5 Mei 2024   18:28 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kunjungan ke Tokyo tahun 2015, presiden Indonesia Joko Widodo secara terbuka menolak klaim Tiongkok yang disebut dengan sembilan garis putus-putus (nine dash line) atau garis berbentuk U di Laut Cina Selatan. Namun tak lama setelahnya, di Beijing, Joko Widodo juga sepakat dengan presiden Tiongkok Xi Jinping bahwa konsep "poros maritim dunia" yang dimiliki Indonesia merupakan pelengkap dari Jalur Sutra Maritim Tiongkok di abad ke 21. Pernyataan Joko Widodo memberi kesan bahwa Indonesia menyampaikan pesan yang bertentangan kepada Tiongkok, di satu sisi menyatakan kekhawatiran terhadap nine dash line namun disisi lainnya berupaya membina hubungan ekonomi yang lebih erat melalui kerja sama maritim. pendekatan ini nampaknya mencerminkan hedging strategy yang dilakukan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam mengakomodasi sekaligus menghadapi kebangkitan Tiongkok. Namun, dalam jangka panjang, Indonesia akan berada di persimpangan dimana Indonesia tidak dapat menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Tiongkok ketika harus menolak intimidasi dan paksaan kapanpun dan dimanapun ketika Tiongkok berupaya menerapkan nine dash line. 

Tulisan ini mengkaji perspektif Indonesia sebagai negara non-claimant mengenai sengketa Laut Cina Selatan. pertama, membahas kepentingan Indonesia di Laut Cina Selatan. kemudian mempertimbangkan relevansi status Indonesia sebagai negara yang tidak mengajukan klaim atau perannya dalam sengketa laut tersebut dan menilai implikasi sengketa Laut Cina Selatan terhadap kepentingan hubungan Indonesia dengan Tiongkok dan Amerika Serikat. serta, membahas masa depan Indonesia mengenai Laut Cina Selatan.

Apa yang Dipertaruhkan?

Sengketa wilayah di Laut Cina Selatan mempertaruhkan kepentingan Indonesia, yakni keamanan Kepulauan Natuna yang kaya sumber daya, keabsahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), keamanan jalur komunikasi laut (SLOC), dan posisi Indonesia sebagai negara nonalignment. keamanan Kepulauan Natuna menjadi perhatian utama  di laut Cina Selatan. Tiongkok memang tidak pernah mengklaim pulau-pulau tersebut, namun juga tidak memberikan klarifikasi kepada para pembuat kebijakan Indonesia mengenai maksud dari nine dash line. Indonesia menolak garis putus-putus tersebut dan mengklaim tidak memiliki sengketa wilayah maupun perbatasan dengan Tiongkok. Namun Indonesia semakin khawatir dengan potensi dampak limpahan konflik antara Tiongkok dan negara-negara pengklaim lainnya sebagai akibat dari penegakan tegas garis putus-putus tersebut oleh Tiongkok.

Kepulauan Natuna tersebar di lautan seluas lebih dari 100.000 mil persegi--lebih dari sepuluh kali luas total daratannya--dan hanya 27 dari 154 pulau yang berpenghuni, dengan jumlah penduduk total sekitar 76.000 jiwa. meskipun terdapat kekurangan infrastruktur, Kepulauan Natuna adalah salah satu kabupaten terkaya di Indonesia dalam sumber daya lepas pantai. sektor perikanan diperkirakan menghasilkan potensi 500.000 ton per tahun, namun kenyataannya penduduk setempat hanya berhasil menangkap sepertiganya melalui metode tradisional. nelayan Tiongkok terus melakukan perjalanan ke selatan menuju daerah penangkapan ikan di sekitar pulau, dikawal oleh kapal patroli perikanan pemerintah Tiongkok. sejumlah insiden telah terjadi antara kapal-kapal ini dengan otoritas maritim Indonesia ketika pihak berwenang berusaha menangkap nelayan ilegal Tiongkok, termasuk konfrontasi ancaman dimana kapal pemerintah Tiongkok mengarahkan senjatanya ke kapal patroli Indonesia.

Di bawah dasar laut juga terdapat sumber energi yang sangat besar. terletak didalam garis yang diklaim tumpang tindih dengan nine dash line, Blok Natuna Timur (Blok D-Alpha) diperkirakan mengandung salah satu cadangan gas terbesar di dunia. cadangannya sekitar 46 triliun kaki kubik. perusahaan minyak dan gas Indonesia, Pertamina, bekerjasama dengan ExxonMobil yang berbasis di AS, Total SA dari Perancis, dan PTT Public Company Limited dari Thailand, berencana memulai produksi pada tahun 2024. selain itu, Pertamina juga memiliki saham di blok lepas pantai dekat Vietnam di Nam Con Son Basin dengan PetroVietnam dan Petronas yang mungkin tumpang tindih dengan nine dash line.

Desakan Tiongkok terhadap nine dash line juga merendahkan keyakinan Indonesia terhadap keabsahan hukum laut UNCLOS. Indonesia secara konsisten mengadvokasi konvensi tersebut, yang mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state), sehingga Indonesia dapat menarik garis pangkal lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar dan terumbu karang di sekitar kepulauan. aturan inilah yang menjadi landasan dalam menentukan garis batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di utara Kepulauan Natuna. setelah Tiongkok kembali menerbitkan peta nine dash line pada 2019, Indonesia menjawab bahwa klaim tiongkok jelas tidak memiliki dasar hukum internasional dan sama saja dengan melanggar UNCLOS 1982. pernyataan ini mencerminkan sentimen para diplomat indonesia, yang menganggap nine dash line hanya sebagai peta ilustratif dan bukan peta yang sesungguhnya serta tidak lengkap, tidak akurat, tidak konsisten, dan bermasalah secara hukum.

Selain merusak UNCLOS, sengketa Laut Cina Selatan dapat menghalangi keamanan jalur komunikasi laut (SLOC). Ditengah navigasi pengiriman dagang masih dilakukan, resiko konflik yang meningkat dapat menghalangi kapal dagang untuk melewati Laut Cina Selatan. Tiongkok mungkin mendesak kapal-kapal untuk memberikan pemberitahuan-- melalui elektronik atau cara lain-- ke stasiun pemantauan pada fitur buatan yang dikendalikan oleh Tiongkok, sehingga secara tidak langsung sama saja dengan memberikan pengakuan atas kedaulatan Tiongkok terhadap nine dash line. terlebih lagi, Tiongkok dapat bersikeras bahwa penerbangan komersial di dan dari wilayah tersebut, termasuk Indonesia, untuk mematuhi Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ). hasil-hasil ini meskipun belum terjadi bukan berarti tidak mungkin. Indonesia dengan jelas menyatakan bahwa mereka akan menolak ADIZ Tiongkok, dan juga akan menolak pelaporan yang dipaksakan oleh Tiongkok untuk kapal-kapal asing yang melewati nine dash line.

Seiring meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan, pilihan nonalignment Indonesia bisa saja dikompromikan. Indonesia menerapkan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif yang menekankan pada prinsip nonalignment. meskipun kebijakan ini menghindari aliansi militer formal dengan negara-negara asing, Indonesia tetap tidak dapat netral ketika hukum internasional dilanggar, terutama ketika pelanggaran terjadi tepat di halaman depannya. atas dasar itu, maka upaya-upaya pertahanan lain diluar membangun aliansi militer formal menjadi sangat mungkin untuk dilakukan. Indonesia berharap menumbuhkan hubungan dengan Tiongkok dan AS, serta dengan kekuatan besar lainnya, tetapi urutan preferensi pada akhirnya tergantung pada siapa yang selaras lebih dekat terhadap kepentingan nasional Indonesia. saat ini, Indonesia menganggap Tiongkok dan AS sama-sama bertanggungjawab atas ketegangan intens di Laut Cina Selatan. Namun, Indonesia juga dapat melihat bahwa Tiongkok adalah sumber kecemasan dalam pandangan negara-negara penggugat di Asia Tenggara dan berpikir bahwa kebijakan AS sebagian besar merupakan reaksi atas perilaku provokatif Tiongkok. meskipun tidak pernah ada dalam kepentingan Indonesia untuk bersandar pada satu kekuatan besar terhadap yang lain, jika urgensi pertahanan semakin kuat, maka bantuan eksternal akan diperlukan, termasuk kerjasama militer yang lebih dekat dengan Amerika Serikat.

Non-Claimant yang Waspada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun