Dampak dari menerbangkan balon udara secara bebas dan liar juga merugikan lingkungan. Pertama, menyebabkan polusi udara dari asap yang ditimbulkannya dan sampah plastik bahan dari balon udara. Bahan plastik yang digunakan untuk membuat balon bisa mencemari lingkungan karena sulit dan butuh waktu lama untuk menguraikannya.Â
Yang kedua, membahayakan satwa atau hewan-hewan. Jika balon tersebut mendarat di laut dan hewan laut menganggapnya sebagai makanan dan dikonsumsi olehnya, itu sangat tidak baik bagi pencernaan hewan tersebut. Ketiga, mengakibatkan kerusakan pada fasilitas tertentu.Â
Banyak kasus yang sudah terjadi akibat penerbangan balon yang tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan seharusnya, seperti balon yang tersangkut di kabel listrik, balon yan terbang tinggi mengganggu jalur penerbangan pesawat, dan yang baru saja terjadi (12/04/2024) di daerah Perumahan Pesona Kota Mungkid, Kabupaten Magelang yang menimpa lima rumah dan satu mobil sehingga mengalami kerusakan dan masih diusut oleh pihak kepolisian terkait pelaku penerbangan balon udara yang telah merugikan harta benda milik orang lain.Â
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pelaku penerbangan balon harus dikenai sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah). Apalagi tradisi ini dilakukan tidak hanya satu hari dengan satu balon, tapi bisa mencapai hari ke enam bahkan ke tujuh setelah lebaran dengan menerbangkan tiga hingga 4 balonnya per hari. Masih banyak dampak buruk yang bisa timbul akibat kebebasan menerbangkan balon udara secara liar.
Namun jika dilihat dari sisi tradisi, beberapa orang mengatakan kalau yang namanya tradisi ya harus tetap berjalan. " Sebenarnya ini inisiatif para pemuda yang sudah ada sejak zaman dahulu sekali entah kapan awal mula di mulainya, hanya ada satu tahun sekali yang niatnya ya hanya memeriahkan Hari Raya Idul Fitri saja, kalau di tiadakan rasanya ya pasti aneh. Ini juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri terutama untuk anak-anak, kemudian untuk para pendatang yang sedang mudik istilahnya jadi sudah menjadi ciri khas gitu loh." Ungkap sesepuh desa Simbah Jayem.Â
Pemuda atau remaja masjid pun berkomentar demikian, " Ngeburna Balon (bahasa jawa dari menerbangkan balon) ini sudah menjadi adat istiadat jadi sebisa mungkin jangan sampai hilang, mungkin dari kegiatan ini memiliki makna tersirat untuk menandakan kesiapan untuk melepas hal yang buruk atau melupakan kesalahan orang lain agar kembali fitrah (suci).Â
Sebenarnya kalau buat kami sih merasa seperti sebuah amanah untuk membuat balon sabagai penerus tradisi agar tidak berhenti sampai sini saja begitu, kalau nantinya ditiadakan lagi pasti akan banyak yang merasa kehilangan." Ujar fajar remaja masjid yang membuat dan menerbangkan balon udara.
Dilansir dari laman InfoPublik, untuk menyikapi tradisi dan budaya yang ada di tengah masyarakat terkhusus di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai tradisi tahunan menerbangkan balon untuk merayakan Idul Fitri, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.PM 40/2018 tentang Penggunaan Balon Udara Pada Kegiatan Budaya Masyarakat agar tidak membahayakan keselamatan penerbangan. Aturan ini merupakan turunan dari regulasi yang lebih umum tentang balon udara dalam UU No.1/2009.
Sesuai ketentuan dan syarat dari Permenhub agar bisa tetap menjalankan tradisi tapi tidak membahayakan bahwa balon udara harus memiliki batasan ukuran berupa diameter maksimal 4 (empat) meter, tinggi maksimal 7 (tujuh) meter dalam keadaan balon terisi penuh dengan udara, wajib memiliki dimensi maksimum yang setara dengan 4x4x7 meter untuk balon tidak bulat sempurna, dan dalam penerbangannya balon harus ditambatkan minimal 3 tali penambat.Â
Mengenai tempat penggunaan balon udara, harus berada di luar kawasan keselamatan operasi penerbangan, dengan jarak di luar radius 15 kilometer dari sebuah bandara atau tempat pendaratan helikopter. Selain itu, ketinggian balon udara saat diterbangkan maksimal 150 meter dari permukaan tanah, dengan jarak pandang di darat lebih dari 5 kilometer.Â