Mohon tunggu...
Hafizh Fauzi
Hafizh Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hafizh fauzi, kuliah dengan program studi pendidikan sejarah, saya hobi bermain game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Prabu Siliwangi

26 Mei 2024   16:32 Diperbarui: 26 Mei 2024   17:21 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh Prabu Siliwangi selalu menjadi bahan penelitian sejarah hingga saat ini untuk memahami kepribadiannya dan pesan moral luhur yang ditinggalkannya. Beliau merupakan raja kerajaan Pakuan Pajajaran yang mencapai masa keemasannya. Menjelang akhir masa pemerintahannya, Islam mulai masuk ke tanah Priangan. 

Ajaran-ajarannya khususnya di bidang militer menjadi sumber inspirasi strategi militer di zaman modern. Menurut buku "Siliwangi Masa ke Masa" yang ditulis oleh sekelompok sejarawan Kodam Siliwangi, Prabu Siliwangi digambarkan sebagai berikut:

Prabu Niskala Wastukancana atau Prabu Wangi memerintah Kawali-Galuh di Priangan Timur. . Prabu Wang dinobatkan menjadi raja di usianya yang masih sangat muda. Masa pemerintahannya berlangsung selama 104 tahun, yaitu dari tahun 1363 hingga tahun 1467. Prasasti Kawal menyebutkan bahwa masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana mencapai masa kejayaan dan kemakmuran serta mempunyai istana bernama Surawisesa. 

Oleh karena itu, Prabu sangat terkenal di kalangan masyarakat Wangi. Rahiyang Dewa Niskala, putra Prabu Niskala Wastukancana dan ayah Prabu Siliwang, tidak banyak dikenal baik dalam babad, pidato maupun puisi. Namun cucu Prabu Wang, Prabu Siliwangi, selalu menjadi tokoh protagonis dalam berbagai cerita. Dengan demikian nama Prabu Siliwang tersebar luas dan dikenal dikalangan masyarakat. 

Naskah Carita Parahiyangan menyebutkan penerus Prabu Wang yang terkenal sebagai tokoh kedua kerajaan Pajajaran adalah Ratu Purana, Prabu Guru Dewataprana, Ratu Jayadewa, Sri Baduga Maharaja dan lain-lain. Mereka memerintah Pakuan Pajajaran selama 39 tahun (1474-1513), khususnya di kawasan Priangan Barat, wilayah Bogor.

Prabu Siliwang mempunyai istri yang beragama Islam, Subang Larang. Prabu Siliwang mempunyai anak-anak dari pernikahannya seperti Walalusang, Rara Santang, Rajasangara dan lain-lain yang semuanya masuk Islam. Guru Muslim Ampara Jat Syekh Datuk Kahfi menyebut Wapanjangsang dengan sebutan Ki Samadullah. Pada tahun 1445, Ki Samadullah mendirikan pemukiman Cirebonlarang atau Cirebonpasisiri di hutan pantai, yang kemudian diperintah oleh Ki Danusela. 

Usai menunaikan ibadah haji, Walalusang diberi gelar Imani oleh gurunya di Mekkah, Haji Abdullah. Walalusang pun menikah dengan putri Ki Danusela, Renta Riris (Kancanalarang). Sepeninggal Ki Danusela, Walalusang menggantikannya sebagai kepala Cirebonlarang. Wapanjangsang membangun Istana Rakyat dengan bantuan dana dari kakeknya Ki Gedeng Tapa. Sri Baduga bahkan memberikan restunya dengan mengutus Ki Jagabaya untuk menyampaikan tanda kekuasaan dan memberi gelar pada Walalusang yaitu Sri Mangana.


Syarif Hidayat, putra Rara Santang atau cucu Prabu Siliwang, datang dan menetap di Cirebon dan kemudian menjadi guru agama Islam menggantikan mendiang Syekh Datuk Kahfi. Walalusang menobatkannya sebagai Tumenggung Cirebon. Ketika Syarif Hidayat menjadi tumenggung, Islam mencapai Kuningan dan Laragung. Pada tahun 1482, Syarif Hidayat diangkat menjadi raja Cirebon dengan gelar Susuhunan Jati. 

Dapat dipahami bahwa berakhirnya masa pemerintahan Raja Siliwang berdekatan dengan dimulainya perkembangan Islam di Tanah Priangan. Ia bisa dikatakan ikut mendukung perkembangan dakwah Islam sendiri dengan menikah dengan seorang bangsawan Muslim Subang Larang dan bersikap toleran. Prabu Siliwangi pun membiarkan anak-anaknya dari Subang Larang memeluk agama seperti ibu mereka, suatu sikap yang sulit ditemukan pada masanya.

Menurut Kelompok Sejarah Kodam Siliwangi (1968), masa pemerintahan Prabu Siliwang berlangsung pada tahun 1474 hingga tahun 1513. Namun menurut Sulyana WH dkk masa tersebut antara tahun 1482 hingga tahun 1521. terdapat perbedaan pada masa pemerintahan tersebut, Rata-rata sebagian besar ahli sejarah sepakat bahwa kekuasaan raja Siliwangi pada masa itu terpusat di Pakuan Pajajaran yang terletak di wilayah Priangan Barat. 

Mungkin karena kemiripan Prabu Wangi Kawali Galuh dengan Sri Badu, maka ia disebut sebagai "pengikut Prabu Wangi" atau Siliwangi di wilayah Bogor dan sekitarnya. Keagungan dan kejayaan yang dialami Pajajaran, sebagaimana K.F. Holle, 1969, walaupun hanya dijelaskan sekilas, namun kita dapat memahami suasana masyarakat masa Pajajaran. Kalau kita cermati, pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi hampir tidak disangka-sangka karena begitu tertibnya mulai dari sistem administrasi, sistem keagamaan, astronomi dan topografi, peperangan, kemampuan bahasa asing hingga kerajinan tangan seperti batik (Jarahdam, 1968). : 8). ).

Sri Baduga adalah raja yang bijaksana, sehingga atas karunia Tuhan masyarakat Pajajaran hidup sejahtera. Ia membangun parit pertahanan dan membuat beberapa prasasti seperti Kebantenan dan Batutuli. Pakuan merupakan kota terbesar kedua di nusantara setelah Demak, dengan jumlah penduduk 50 ribu jiwa. Masa pemerintahan Sri Baduga disebut juga dengan masa Gmuh Pakuan, yaitu ketika kota Pakuan berpenduduk banyak (Sulyana et al., 2006: 38). 

Prabu Siliwangi seorang penguasa yang arif dan berpengaruh, banyak berjasa dalam sejarah Tanah Priangan dan Jawa Barat pada umumnya. Selain meraih kekayaan dan kejayaan pada masa pemerintahannya, ia juga dikenal memiliki sikap toleran terhadap agama dan budaya. Dengan menikah dengan perempuan muslim, Subang Larang, dan membiarkan anak-anaknya masuk Islam, Prabu Siliwangi menunjukkan sikap inklusif yang jarang terjadi pada masanya. 

Kontribusinya tersebut tidak hanya menciptakan suasana harmonis di kerajaannya, namun juga berkontribusi terhadap penyebaran agama Islam di Tanah Priangan. Selain itu, kebijakan-kebijakan pemerintahannya, pembangunan infrastruktur pertahanan, dan kegiatan lainnya mengukuhkan posisinya sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah Jawa Barat.Pemerintahan Prabu Siliwangi juga menandai masa kejayaan dan kemajuan kerajaan Pajajaran, dan kota Pakuan menjadi salah satu pusat terpenting nusantara pada masanya. 

Dengan kebijaksanaannya, Sri Baduga mampu menciptakan suasana sejahtera bagi rakyatnya dan membangun infrastruktur penting seperti parit. Selain itu, struktur tulisannya dan perkembangan berbagai disiplin ilmu menunjukkan komitmennya terhadap kemajuan masyarakatnya. Masa pemerintahan Sri Baduga yang dikenal dengan masa Gmuh Pakuan merupakan masa dimana kota Pakuan berkembang pesat hingga menjadi salah satu kota terbesar di nusantara pada saat itu. Semua itu menandai peninggalan penting Prabu Siliwangi dan Sri Baduga dalam sejarah Jawa Barat dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun