Mohon tunggu...
hafizhah nur laila
hafizhah nur laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Long life learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pemberian Tablet Tambah Darah kepada Remaja Putri di Indonesia

6 Agustus 2024   09:37 Diperbarui: 6 Agustus 2024   09:42 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: id.theasianparent.com

Salah satu masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini adalah anemia. Anemia merupakan kondisi kadar hemoglobin atau sel darah merah jumlahnya lebih rendah dari nilai normal. Anemia yang disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi dikenal dengan istilah anemia gizi besi. Salah satu kelomok yang berisiko tinggi mengalami anemia adalah remaja usia 10-19 tahun. Pada masa pubertas remaja putri (rematri) sangat berisiko mengalami anemia gizi besi, hal ini disebabkan kehilangan banyak zat besi selama menstruasi dan diperburuk dengan kurangnya asupan zat besi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2016 merekomendasikan untuk daerah dengan prevalensi anemia 40% memberlakukan pemberian suplementasi besi atau yang dikenal dengan Tablet Tambah Darah (TTD) kepada remaja putri. Menindaklanjuti rekomendasi WHO maka pemerintah Indonesia melakukan intervensi pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dengan memprioritaskan pemberian TTD melalui institusi sekolah.

Seorang mahasiswi gizi UHAMKA bernama Hafizhah Nur Laila melakukan penelitian tentang "Evaluasi  Program Pemberian Tablet Tambah Darah Untuk Remaja Putri di Indonesia" dengan metode penelitian studi literatur yang mekanisme nya adalah mengumpulkan penelitian-penelitian terdahulu dalam rentang waktu yang ditentukan terkait evaluasi program TTD untuk rematri di Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengimplementasian pemberian TTD untuk rematri berjalan kurang efektif dan efisien, sehingga target dari program tidak tercapai. Faktor-faktor yang menjadi kendala program akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut.  

Program pemberian TTD kepada remaja putri telah dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya Puskesmas Bengkuring, Puskesmas Pasar rebo, Puskesmas Binamu Kota, Puskesmas Kota Pekanbaru, Pueskesmas Simpang Jaya, Puskesmas Kunto Darussalam, dan Puskesmas Muntok. Berdasarkan hasil evaluasi program pemberian TTD di beberapa wilayah tersebut didapati beberapa hal yang tidak sesuai dengan pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) Kementerian Kesehatan tahun 2016. Indikator pemantauan dan evaluasi program pemberian TTD memiliki tiga tahap yaitu input (sumber daya manusia, alokasi dana, sarana dan prasarana), proses (perencanaan kebutuhan, pendistribusian, pencatatan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi), dan output (cakupan dan kepatuhan konsumsi TTD).

Dari beberapa wilayah yang sudah mengimplementasikan program pemberian TTD kepada remaja putri, maka dilakukan penelitian berupa evaluasi program untuk mengetahui seberapa efektif pemberian TTD untuk remaja putri, selama masa program berlangsung dan didapati dalam setiap indikatornya memiliki kendala atau hambatan. Semua kendala yang terjadi dilandasi karena kurang nya sumber daya manusia, alokasi dana, serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program. Minim nya sumber daya manusia yang terlibat sehingga  mengakibatkan segala beban kerja dalam pelaksanaan program dititik beratkan pada tenaga kesehatan atau lintas sektor yang terlibat dan bertanggung jawab, serta kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat untuk pembagian tugas masing-masing sesuai profesi. Penyebab lain tidak optimalnya program yaitu alokasi dana, sumber dana untuk program TTD berasal dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan Biaya Operasional Kesehatan (BOK) hal tersebut sesuai dengan pedoman PPAGB. Kendala alokasi dana yaitu kurangnya perencanaan anggaran yang menyebabkan dana hanya digunakan untuk transportasi TTD ke sekolah, tanpa bisa digunakan untuk sarana dan prasarana program.

Kendala diatas dapat memengaruhi proses-proses selanjutnya. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam rentang waktu satu tahun sekali, penyuluhan hanya dilakukan kepada perwakilan siswa, materi penyuluhan tidak sesuai dengan sasaran. Sarana dan prasarana berupa brosur atau leaflet untuk menambah wawasan remaja putri terkait anemia dan manfaat konsumsi TTD sehingga mendorong keinginan rematri untuk konsumsi TTD, namun brosur tidak tersedia selama penyuluhan. Tidak terdistribusi dengan baik berupa kartu suplementasi gizi untuk setiap rematri guna mencatat tanda terima dan form ceklis konsumsi TTD, berdasarkan pedoman program pengadaan kartu gizi disediakan oleh Direktorat Kesehatan Keluarga tetapi banyak puskesmas yang tidak menerima sehingga para rematri tidak bisa mencatat dengan optimal. Tidak tersedianya alat ukur hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi anemia dini baik sebelum dan sesudah selama masa pemberian TTD, adapun puskesmas yang mengukur kadar Hb remaja putri sebagai perwakilan untuk sampel.

Ketepatan sasaran program berdasarkan pedoman yaitu remaja putri usia 12-18 tahun baik yang belum dan sudah menstruasi dengan frekuensi satu tablet setiap minggu, akan tetapi pada pelaksanaannya terdapat beberapa wilayah yang memberikan TTD hanya kepada rematri yang sudah menstruasi. Pendistribusian TTD dilakukan dengan cara hanya diberikan saja dan menjadi tanggung jawab guru UKS untuk mendistribusikan kepada remaja putri, serta beberapa wilayah melakukan distribusi TTD hanya satu sampai tiga kali dalam satu tahun yang berdampak pada cakupan TTD tidak sesuai dengan perencanaan kebutuhan.

Pencatatan pendistribusian dan konsumsi TTD yang tidak maksimal karena di beberapa wilayah tidak tersedia kartu suplementasi gizi, serta kurangnya pengawasan guru UKS karena kurang memahami tugas yang diberikan. Pelaporan hanya berupa cakupan pemberian TTD tanpa adanya data rematri yang mengonsumsi TTD, hal tersebut dapat terjadi karena rematri diperbolehkan konsumsi TTD dirumah dan kurangnya sosialisasi kepada para orang tua untuk membantu memantau.

Kegiatan monitoring dan evaluasi program tidak dilakukan oleh ahli gizi dan tenaga kesehatan puskesmas setempat. Berdasarkan hasil wawancara mendalam alasan tidak melakukan monitoring dan evaluasi yaitu keterbatasan tenaga dan waktu. Keberhasilan program hanya dinilai berdasarkan cakupan program yaitu pemberian TTD tanpa melihat indikator kepatuhan rematri dalam mengonsumsi TTD, dimana laporan pencatatan tidak bisa diandalkan keabsahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun