USAMAH bin zaid bin Haritsah Syarakhil bin Abdul Uzza ibn Imri'il Qois. Ibunya bernama Ummu Aiman, seorang wanita Habsyi bekas sahaya ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh Rosulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup dan yang merawat setelah ibunya wafat. Adapun bapaknya adalah kesayangan Rasulullah. Beliau pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia Islam. Dia menjadi sahabat beliau tempat mempercayakan segala rahasia. Dan dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga beliau dan orang yang sangat beliau kasihi dalam Islam.
Kedudukanya
Usamah lahir pada tahun-7 sebelum hijrah. Ia adalah putra dari sepasang suami-istri islam yang mulia dan termasuk golongan “As-Sabiqunal Awwalun” dan paling dekat serta paling cinta kepada Rasulullah. Ia juga termasuk di antara putra-putra Islam yang murni, dilahirkan dalam keislaman dan disusukan dari sumber yang bersih tanpa dikotori oleh debu jahiliah. Rasulullah amat gembira dan berseri-seri mendengar kabar kelahirannya. Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka cita dengan kelahiran bayi tersebut. Karena mereka tahu kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah. Kaum muslimin pun turut gembira dengan kelahiran Usamah, melebihi kegembiraan mereka atas kelahiran bayi-bayi lainya. Ia digelari “Kesayangan, Putera dari Kesayangan” karena sayangnya Rasulullah kepada Usamah dan bapaknya.
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena ia senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah dengan sempurna, serta memuliakan pribadi Rasul. Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali ia tersandung di bendul pintu, hinga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah, tapi ia tak mampu melakukanya. Karena itu beliau berdiri mendapatkan Usamah lalu beliau isap darah yang keluar dari lukanya, kemudian beliau ludahkan.
Perjalanan Hidupnya
Sejak menginjak usia remaja, kelihatan pada diri Usamah sifat-sifat dan budi pekerti mulia. Dia cerdik, pintar, pemberani, bijaksana, dan pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya yang menyebabkan dirinya dekat ke hati Rasulullah dan besar dalam pandangan Rasul.
Waktu terjadi perang Uhud, Usamah datang ke hadapan Rasulullah beserta serombongan anak-anak sebayanya. Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditola karena usia mereka yang masih sangat belia. Usamah sendiri ditolak belaiu. Karena itu ia pulang sambil menangis. Ia sedih lantaran tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah. Dalam perang Khandaq, Usamah menghadap Rasul kembali bersama kawan-kawannya. Ia berdiri tegap di hadapan Rasulullah agar diperkenankan turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hat ingin turut berperang. Karena itu beliau mengizinkanya. Ketika itu ia baru berumur 15 tahun. Saat perang Hunain berkecamuk, pasukan muslimin terdesak hinga barisan mereka kacau balau, tapi ia tetap bertahan bersama para sahabat, ‘Abbas paman Rasulullah, Sufyan bin Harits anak paman Usamah dan enam orang sahabat lainya. Dengan sisa pasukan inilah Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan menjadi kemenangan bagi kaum muslimin dan menyelamatkan kaum muslimin yang lari dari kejaran musuh.
Menginjak umurnya kira-kira 18 tahun, ia turut perang Mu’tah di bawah komando ayahnya, Zaid bin haritsah. Dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri ayahnya gugur. Tapi ia tak takut dan mundur. Bahkan ia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja`far bin Abi Thalib, hinga Ja`far syahid pula di hadapannya. Kemudian ia menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah, sampai pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang syahid lebih dulu. Kemudian komando dipegang Khalid bin Walid. Dan Usamah bertempur bersamanya dengan sisa pasukan yang ada. Tentara Islam akhirnya mampu melepaskan diri dari cengkeraman tentara Romawi.
Menghadapi Romawi
Pada tahun 11 H Rasulullah memerintahkan supaya menyiapkan bala tentara untuk menyerang Romawi. Dalam pasukan itu terdapat Abu Bakar, Umar, Saad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat senior lainnya. Dalam usianya yang belum genap 20 tahun Rasulullah mengangkat ia menjadi panglima pasukan yang akan diberangkatkan. Di kalangan kaum musliumin tersiar desas-desus keberatan mereka terhadap putusan ini. Mereka mengangap tidak tepat mengangkat seorang pemuda yang masih hijau seperti Usamah bin Zaid untuktuk memimpin suatu pasukan yang di dalamnya ada tokoh-tokoh Muhajirin dan Anshar.
Bisik-bisik ini sampai ke telinga Rasulullah. Lalu beliau naik mimbar. Setelah menyampaikan puji syukur kepada Allah, beliau bersabda, “Sebagian orang mengecam pengangkatan Usamah Bin Zaid sebagai panglima. Sebelum ini mereka juga telah mengecam pengangkatan ayahnya. Walau ayahnya itu layak menjadi panglima !Dan Usamah pun layak untuk jabatan itu!”
Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat, Rasulullah sakit dan semakin hari sakit beliau bertambah keras. Karena itu keberangkatan pasukan ditanguhkan menungu keadaan Rasulullah membaik. Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah pulang ke rahmatullah. Tetapi beliau telah meninggalkan pesan kepada sahabatnya untuk berperang di bawah komando Usamah bin Zaid.
Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Ia memerintahkan supaya meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Wasiat ini dijunjung tinggi oleh Abu Bakar.
Ketika itu, berita wafatnya Rasulullah sampai kepada kaum Arab, sebagian mereka murtad dari Islam. Abu Bakar memanggil Usamah lalu menyuruhnya supaya menyiapkan diri untuk berangkat memerangi bangsa Romawi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah sebelum wafat.
Pasukan Islam mulai berkumpul lagi di Jaraf, tempat mereka berkemah dulu. Buraidah yang diamanahi untuk memegang bendera perang telah berada di markasnya di sana. Tetapi para pemuka kaum Muhajirin seperti Umar, Utsman, Abu Ubaidah, Sa’ad bin Abu Waqqash, Said bin Zaid dan lainnya menghadap Khalifah Abu Bakar seraya berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah! Sesungguhnya kaum Arab sudah mulai memberontak. Dan adalah tidak wajar engkau akan membiarkan pasukan Islam ini meninggalkan kami pada masa ini. Bagaimana kalau engkau pecahkan pasukan ini menjadi dua. Yang satu untuk engkau kirimkan kepada kaum Arab yang murtad itu untuk mengembalikan mereka kepada Islam, dan yang lain engkau pertahankan di Madinah untuk menjaganya, kalau-kalau ada yang datang menyerang kita dari mereka itu. Kalau tidak, maka yang tinggal di sini hanya anak-anak kecil dan wanita. Bagaimana mereka dapat mempertahankannya? Seandainya engkau menangguhkan memerangi kaum Romawi itu, sehingga keadaan dalam negeri kita aman, dan kaum Arab yang murtad itu kembali ke pangkuan kita, ataupun kita kalahkan mereka terlebih dahulu, kemudian kita mengirim pasukan kita untuk memerangi bangsa Romawi itu, bukankah itu lebih baik?! Kita pun tidak merasa bimbang dari bangsa Romawi.”
Abu Bakar hanya mendengar bermacam-macam pandangan dari para pemuka Muhajirin itu. Setelah selesai mereka berkata, giliran Abu Bakar bertanya, “Adakah yang mau memberikan pendapatnya lagi, atau kamu semua telah memberikan pendapat kamu?!”
Jawab mereka, “Kami sudah berikan apa yang harus kami sampaikan!”
“Baiklah, kalau begitu. Aku telah dengar semua apa yang hendak kamu katakan itu,” ujar Abu Bakar. “Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalau aku tahu bahwa aku akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya, dan aku yakin bahwa dia akan kembali dengan selamat. Betapa tidak, sedang Rasulullah yang diberi wahyu dari langit telah berkata, ‘Berangkatkan segera pasukan Usamah!’ Tetapi ada suatu hal yang akan aku beritahukan kepada Usamah sebagai panglima pasukan itu. Aku minta darinya supaya memembiarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku di sini, karena aku sangat perlu bantuannya. Demi Allah, aku tidak tahu apakah Usamah setuju atau tidak. Demi Allah, jika dia enggan membenarkan sekalipun, aku tidak akan memaksanya!”
Kini tahulah para pemuka Muhajirin itu, bahwa khalifah mereka yang baru itu telah berazam sepenuhnya untuk mengirim pasukan Islam, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah sebelumnya.
Abu Bakar lalu pergi ke rumah Usamah dan memintanya agar membiarkan Umar tinggal di Madinah untuk membantunya. Usamah setuju. Khalifah Abu Bakar lalu mengeluarkan perintah supaya semua bergabung dengan pasukan Usamah itu sesuai dengan perintah Rasulullah sebelum wafat. Abu Bakar mengancam, “Siapa saja yang melewatkan dirinya untuk keluar, niscaya aku akan menyuruhnya mengejar pasukan itu dengan berjalan kaki.”
Ketika pasukan Usamah mulai bergerak, Abu Bakar datang untuk mengucapkan selamat berangkat kepada mereka. Jumlah mereka 3.000 orang. Seribu di antaranya pasukan berkuda. Abu Bakar berjalan kaki di sisi Usamah untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya, “Aku serahkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan kesudahan amalmu! Sesungguhnya Rasulullah sudah berpesan kepadamu, maka laksanakanlah segala pesannya itu, dan aku tidak ingin menambahi apapun, tidak akan menyuruhmu apapun atau melarangmu dari apapun. Aku hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saja.”
Tatkala kaisar Romawi, Heraklius, mendengar berita wafatnya Rasulullah, pada saat bersamaan ia mendapat berita kedatangan pasukan Islam menyerang perbatasan Syiria di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Ia pun merasa heran terhadap kekuatan muslimin karena wafatnya Rasulullah tidak menpengaruhi sedikitpun rencana dan moral tempur mereka!
Romawi merasa kecut, dan mereka tidak berani menyerang tanah air Islam di jazirah Arab. Usamah berhasil kembali dari medan pertempuran dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang di duga orang. Hingga orang Islam saling berkata, “Belum pernah terjadi suatu pasukan tempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”
Demikianlah sepenggal kisah perjalanan hidup seorang sahabat mulia, yang wafat di tahun 54 H, pada akhir masa pemerintahan Mu’awiyah.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H