Semarang (31/07/2021)- Setahun lebih dunia dihadapkan dengan pandemic COVID-19 sebagai pandemic global namun belum ada tanda-tanda akan segera berakhir pandemic ini tetapi mengalami lonjakan yang sangat signifikan terutama diindonesia.
Pemerintah menerapkan PPKM dan WFH 100% pada sector non esensial dan 25% pada sector esensial. Dengan pemberlakuan aturan ini pemerintah mengharapkan sebagai upaya pemutusan rantai COVID-19 dan membuat masyarakat memiliki waktu yang cukup banyak dirumah.
Banyak menghabiskan waktu dirumah membuat beberapa orang mengalami jenuh, bosan dan setres karena tidak bisa liburan, dan dituntut untuk tetap produktif walaupun dari rumah.
Untuk menghilangkan kejenuhan, bosan, dan setres tersebut muncul hobi-hobi yang telah lama ditinggalkan masyarakat sekarang dilakukan Kembali tidak terkecuali masyarakat semarang khususnya RW 1 kelurahan Gayamsari seperti bercocok tanam, memasak, dan bersepeda.
Hobi memasak ini sebenarnya banyak keuntungan yang didapatkan seperti mendapatkan makanan yang sehat dan terjamin kebersihannya karena dibuat sendiri, menambah harmonis keluarga karena bisa dijadikan kegiatan yang seru Bersama anggota keluarga untuk menghabiskan waktu Bersama dan mencoba berbagai macam variasi makanan bahkan dapat dijadikan bisnis kuliner.
Namun hobi memasak ini juga menimbulkan masalah diantaranya banyak sampah rumah tangga sisa bahan-bahan yang dimasak. Ada beberapa orang yang sudah menjadikannya sebagai pupuk kompos namun yang digunakan hanyalah sisa sayuran saja sedangkan sampah bumbu seperti kulit bawang baik merah maupun putih hanya dibuang begitu saja menjadi limbah.
Sama halnya dengan Hobi memasak, Hobi bercocok tanam baik tanaman hias ataupun tanaman lainnya memiliki banyak keuntungan. Tetapi dalam bercocok tanam tidak terlepas dari permasalahan si penganggu yaitu hama. Permaasalahan hama ini dapat diselesaikan dengan pemberian pestisida, namun harga pestisida tidak murah dan kurang ramah lingkungan.
Berdasarkan uraian tersebut maka mahasiswa undip mengajak dan mesosialisasikan kepada masyarakat RW 1 kelurahan gayamsari untuk memanfaatkan kulit bawang sebagai pestisida alami yang ramah lingkungan, sangat mudah didapatkan bahan-bahannya, murah dan mudah proses pembuatannya.
Kulit bawang dipilih karena mudah didapatkan selain itu dalam kulit bawang mengandung senyawa metabolit sekunder, hormone dan mineral. Senyawa metabolit sekundernya yaitu flavonoid, squamoshin dan acetogenin yang berfungsi sebagai anti hama.
Cara kerjanyanya yaitu Pada konsentrasi tinggi, senyawa tersebut memiliki keistimewaan sebagai anti-feeden. dalam konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga menemui ajalnya.
Hama serangga mengomsumsi daun yang mengandung senyawa acetogenin konsentrasi rendah, akan menyebabkan terganggunrya proses pencernaan dan merusak organ-organ pencernaan, yang mengakibatkan kematian pada hama serangga Selain itu juga mengandung mineral yaitu kalsium,kalium,fosfor, magnesium, zinc dan zat besi.
Serta mengandung hormone Auksin, ABA, IAA, GA, dan Sitokinin yang merupakan hormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuhan (Plantus, 2008). Jadi kulit bawang dapat juga digunakan sebagai pestisida dan juga pupuk.
Cara pembuatan : masukan kulit bawang yang sudah terpisahkan dari sampah lain ke dalam wadah tertutup kemudian tambahkan air dan tunggu selama 2 hari kemudian saring dan siap untuk digunakan.
Cara pemakaian : semprotkan pestisida tersebut kedaun yang terserang hama untuk waktu penyemprotan pada saan pagi sebelum matahari terbit atau senja mendekati magrib.
“ternyata sampah kulit bawang bisa jadi pupuk dan pestisida dengan cara mudah, bermanfaat sekali program nya bagi kami sehingga tidak perlu mengeluarkan uang untuk pupuk dan pestisida” kata salah seorang warga Ketika sosialisasi secara door to door.
Penulis : Hafizdah Fadillah
DPL : Dra. Puji Astuti, M.Si
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H