Mohon tunggu...
I Hafizal
I Hafizal Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Ergo est scribo

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cara Menuliskan Wasiat di Akhir Hayat

31 Desember 2024   13:13 Diperbarui: 31 Desember 2024   13:13 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: myninja.ai

Sejak malam itu, yang selalu terpikirkan hanya ada tentang kematian. Memang sesekali masih terpikirkan tentang pekerjaan dan sedikit hal-hal tentang kehidupan. Lalu kembali lagi pada kematian. Pekerjaan yang mematikan. Hidup yang berujung kematian.

Sekarang aku hanya diselimuti dengan ketakutan. Karena di ruangan yang besar ini hanya ada aku sendirian. Mungkin nanti ada yang datang tiba-tiba. Sekelompok penjarah yang kelaparan. Atau grim reaper juga suka muncul mendadak.

Aku pernah bermimpi sedang berada di gurun yang terbakar. Betapa membingungkannya ada gurun pasir yang sudah pasti panas dengan terik matahari yang menyengat kemudian berkobar api pula. Pasti ini neraka, pikirku sebelum kemudian aku terbangun dengan sesak nafas. Asma kambuh. Segera aku ambil inhaler dan ku hisap dalam.

Memang benar bahwa hidup dengan penuh ketakutan itu buruk. Bahkan bisa mengganggu ke alam bawah sadar. Kecuali mimpi-mimpi buruk itu memang sebagai petunjuk. Bahwa aku sudah dekat dengan kematian.

Aku pernah yakin ketakutan ini menguras seluruh tenaga dalam diri. Tiada lagi semangat menyambut pagi. Hanya ada hari-hari yang datar yang tidak terasa telah terlewati.

Merasa sadar dan pasti bahwa kematian sudah dekat. Aku mulai membatasi diri dari orang-orang. Tidak ingin terlalu ramah. Tidak juga berpikir untuk menyakiti mereka. Aku hanya ingin mati tenang. Juga tidak merepotkan. Tapi jika aku mati ketika aku sedang sendirian, maka sudah pasti akan merepotkan.

Karena ulahku yang anti sosial. Sudah pasti tidak akan ada yang mencariku meski mereka tidak melihatku selama berhari-hari. Kemudian mungkin tubuhku akan membusuk dan menimbulkan aroma tidak sedap yang menembus keluar ruangan. Baru lah kemungkinan ada seseorang yang menyadari ada bau tidak sedap disekitar ruanganku ini.

Beberapa orang pun mencoba membuka pintu. Namun sudah pasti tidak bisa semudah itu untuk membukanya. Aku sudah terbiasa mengunci pintu dengan rapat. Keamanan itu nomor satu. Sehingga aku bisa merasa nyaman di ruangan ini tanpa takut ada yang mengendap masuk.

Sulitnya pintu yang terbuka mengharuskan sekelompok orang mencoba membobolnya. Mempreteli gagang pintu karena tidak ada satupun yang berhasil membukanya dengan kunci cadangan atau dengan cara akal-akalan seperti menggunakan jarum atau kawat atau yang lainnya seperti di film-film.

Sekali lagi, keamanan itu nomor satu. Meskipun mereka telah berhasil melucuti gagang pintu. Pasti mereka tetap tidak bisa masuk. Ada beberapa gerendel yang pasti sudah terpasang rapi untuk menahan pintu supaya tidak terbuka. Satu-satunya cara mereka harus mendobrak pintu tersebut. Sehingga gerendelnya hancur berantakan.

Sungguh gagal rencana untuk tidak merepotkan orang lain ketika kematian datang. Mungkin aku perlu membiasakan untuk tidak mengunci pintu sedari malam ini. Sehingga ketika aku sudah mati orang-orang gampang untuk masuk dan bisa langsung segera membuang tubuhku. Namun jika aku tidak mengunci pintu. Aku bisa mati di tangan penjarah yang mengendap masuk.

Karena aku rasa memang sudah tidak lama lagi. Setidaknya aku harus sudah menuliskan beberapa hal bagi siapa pun yang menemukanku mati. Entah dengan seperti apa aku terbunuh.

Bagiku sekarang ini perlu persiapan khusus untuk menuliskan pesan terakhir. Mungkin yang pertama aku bisa membuat susu hangat terlebih dahulu. Aku tidak akan bisa menulis jika pikiran sedang kacau dan hati tidak tenang. Terkadang susu sapi hangat mampu menenangkanku. Bukan hanya menenangkan pikiran, namun juga memberikan sensasi relaks pada tubuh.

Kedua, aku bisa duduk di kursi kerjaku dan mempersiapkan alat tulis di atas meja. Sebenarnnya aku ingin menggunakan laptopku untuk menuliskan pesan. Supaya tangan ini tidak terlalu linu ketika menulis.

Namun sepertinya orang yang akan menemukanku mati tidak akan langsung membuka laptopku untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Bahkan tidak mungkin membuka laptop untuk sengaja mencari tahu jika mungkin ada pesan terakhir dariku. Malah aku curiga laptopku akan disimpan bagi yang melihatnya dan kemudian menjualnya di pasar. Bersamaan dengan handphone dan laptop hasil copetan lainnya. Maka aku memilih menggunakan kertas dan pulpen.

Setelah pikiran mulai tenang dan tubuh terasa lebih santai. Ketiga, mulai menuliskan pesan. Hanya saja sebelum mulai menulis. Aku terpikirkan sekiranya untuk siapa pesan ini ditulis.

Aku sudah lama hidup sebatang kara. Setelah lulus dari SMEA aku segera pergi menjauh untuk mencari pekerjaan. Bukan hanya sekedar mencoba peruntungan. Namun aku sudah tidak ingin menjadi beban bagi Pakdhe dan Budhe. Mereka yang membesarkan aku dari aku masih wangi air ketuban. Setidaknya begitulah pengakuan mereka.

Aku bukan pergi untuk tidak kembali. Aku pernah kembali ke rumah Pakdhe dan Budhe untuk membalas budi. Membawa sedikit hasil pendapatanku selama aku bekerja dan beberapa sembako. Namun mereka juga sudah pergi. Entah kemana. Para tetangga tidak ada yang tahu. Desas desusnya Pakdhe dan Budhe ikut orang ke kota untuk menjadi pengemis. Entah benar atau tidak. Tapi aku telah kehilangan keluarga yang hanya aku ketahui.

Maka aku putuskan untuk menuliskan pesan kepada orang yang menemukanku mati. Siapapun yang menemukan, mohon maaf telah merepotkan.

"Kita telah hidup lebih jauh dari yang diinginkan. Penyesalan memang benar akan hadir di waktu paling belakang. Tapi kita berhasil menemukan jalan untuk setiap keinginan. Meski rezeki, jodoh, dan kematian tidak bisa direncanakan. Namun masih bisa diusahakan.

Silakan laporkan yang Anda lihat kepada polisi terdekat. Jika terlalu banyak barang tidak berguna, maka Anda bisa melewatkannya atau membantu dengan memberikannya kepada Bank Sampah Induk di Jalan Abdul Hamid. Mereka akan memilah barang-barang yang mungkin masih dapat digunakan atau didaur ulang.

Anda juga tidak perlu heran kenapa ini bisa terjadi. Karena ini hanya usaha pribadi. Menjadi tua dan tidak bertenaga bukan rencana setiap manusia. Tapi kematian memang selalu menjadi hal yang dinantikan.

Hapunten upami ngaganggu. Hatur nuhun."

Aku sudah tidak sanggup menulis panjang. Tanganku sekarang sudah keram. Aku rasa sudah cukup yang dituliskan. Bukan menjadi urusanku lagi jika nanti yang menemukan tidak mengerti. Setidaknya aku bisa pergi dengan tenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun