Mohon tunggu...
I Hafizal
I Hafizal Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Ergo est scribo

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Manusia yang Racun untuk Manusia Lainnya

7 Desember 2020   18:00 Diperbarui: 7 Desember 2020   18:09 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi toxic relationship (dokpri)

Sebagai manusia yang diciptakan untuk menjadi makhluk yang saling membutuhkan, terkadang manusia ini seringkali mengartikannya dengan terlalu percaya diri. Kemudian manusia ini pun telah melewati batas. Meskipun batas itu sendiri pun manusia lah yang membuatnya.

Dia tidak pernah meminta. Hanya saja langsung memberikan perintah. Jikalau tidak segera dilakukan atau menolaknya, maka kemungkinan akan bertambah lagi lebam biru-keunguan di salah satu bagian tubuhku. Mungkin itu di muka, punggung, perut, atau juga di paha.

Atau aku harus terima benda melayang menghantam kepalaku atau kepalaku yang dihantamkan ke tembok atau meja.

Tidak sedikit cerita yang bertebaran di media sosia tentang mereka yang pernah dan/atau sedang dalam hubungan yang sekiranya telah melewati batas.

Mereka yang tengah diperlakukan seperti layaknya bukan manusia, dipukul -yang entah dengan tangan kosong dan alat-,  dilecehkan -yang bisa secara verbal dan nonverbal-, dan dicampakkan -dianggap tidak ada meski kadang dibutuhkan untuk pelampiasan emosi-. Aku merasa seperti membaca hidupku sendiri.

Manusia mampu melakukan hal yang melewati batas hanya karena dia merasa memiliki kepercayaan diri yang lebih dari manusia yang lainnya. Secara sadar, manusia ini merasa lebih memiliki kuasa atas kehidupan manusia yang lain.

Hubungan yang dibangun dengan yang lainnya hanya sekedar untuk menguasai. Bukan untuk menjadi manusia yang saling -memberi, membutuhkan-. Hanya lebih mementingkan untuk memenuhi hasrat keinginannya yang sering kali dianggap sebagai kebutuhannya.

Di bulan ke-lima setelah ku terima pernyataan cintanya, dia telah berani bertindak kasar. Aku pernah dijambaknya di restoran ketika kami sedang santap makan malam. Kala itu aku tidak sependapat dengannya yang merasa laki-laki bisa bebas melakukan apapun dibandingkan perempuan.
"Cewek tuh engga bisa apa-apa kalo engga sama cowok.", katanya malam itu.

Dengan mudah aku menyeletuk, "Kalo cewek engga bisa apa-apa, ngapain cowok ngejar-ngejar  cewek. Cowok sama cowok aja kalo gitu mendingan hidup bareng."

"Eh! Denger ya. Cewek tuh dikasih hidup buat ngelayanin cowok. Makanya setiap cowok harus punya cewek." dia membantah celetukanku dengan kasarnya sambil tangan kirinya menarik rambutku. Sehingga telingaku tepat di depan mulutnya.

Tapi ini bukan kali pertama aku diperlakukan kasar antar sesama manusia. Mungkin ketika aku umur 7 tahun, Ibu pernah melakukannya padaku. Namun aku masih ingin berprasangka baik pada Ibu.

Mungkin Ibu kelelahan bekerja seharian tanpa gaji yang setimpal dengan pekerjaannya. Sehingga Ibu melampiaskan kekesalannya padaku. Karena tidak mungkin Ibu melampiaskannya pada bosnya. Bisa dipecat Ibu nanti. Karena bos Ibu menguasai hidupnya.

Aku kadang memahami, mungkin aku hidup sebagai manusia yang diciptakan lemah. Sehingga hidupku hanya untuk ditindas oleh manusia lainnya. Atau aku memang dihidupkan untuk menerima pelampiasan emosi semata. Tanpa adanya cinta dan kasih sayang yang sebenarnya.

Manusia yang merasa mampu untuk mengintimidasi manusia lain hanyalah makhluk yang tidak mengerti arti kehidupan manusia yang sesungguhnya. Memang tidak banyak juga manusia yang memahami arti hidup di kehidupan. Namun setidaknya bagi sesama tidak memahami bisa saling membantu dalam memahami. Tanpa perlu untuk saling melukai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun