Ketika klab tempat Tony Lip ditutup, dia perlu mencari pekerjaan baru selain lomba makan hotdog. Kemudian Tony tengah direkomendasikan untuk menjadi sopir untuk pemain piano profesional yang akan melaksanakan tur.
Dari perjalanan tersebut, Shirley, sang pemain piano, belajar mengenai pentingnya keluarga bagi Tony. Dua orang tersebut saling mendapati pelajaran dari kisah hidup satu dan lainnya selama melakukan perjalanan bersama.
Meskipun film ini lebih menggambarkan suasana rasis pada zaman itu, karena Shirley adalah pria berkulit hitam. Shirley tetap mendapatkan perlakuan yang tidak enak meskipun dia pemain piano yang jenius. Sedangkan Tony Lip harus selalu ada untuk Shirley di setiap permasalahannya.
Dari awal hingga akhir film, kita disuguhkan nasihat-nasihat penting dan tidak penting dari kedua tokoh cerita tersebut. Sifat Tony sebagai si mulut besar menjadi penggurih dalam film. Dua tokoh dengan latar belakang kehidupan yang berbeda, Tony dan Shirley memiliki prinsip hidup masing-masing dan mampu membaginya untuk satu sama lain.
Dari ketiga film tersebut, yang saya dapati adalah keluarga perlu menjadi prioritas utama untuk alasan apapun. Dari keluarga kita mendapatkan dukungan dan untuk keluarga pula kita kembali dari 'medan perang'. Meski penggambaran keluarga dari masing-masing film berbeda, namun saya bisa pastikan bahwa dengan memiliki keluarga ataupun orang-orang yang telah dianggap keluarga, mereka pantas mendapatkan perhatian dari kita meskipun kita sedang dalam keadaan yang menyulitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H