Mohon tunggu...
HAFIZH IDRI PURBAJATI
HAFIZH IDRI PURBAJATI Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bekerja dalam senyap

Alumnus Magister Humaniora UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan pernah menempuh Magister Ilmu Sejarah di UGM (2010-2015)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Teroris Itu?

17 Juli 2017   07:01 Diperbarui: 17 Juli 2017   08:45 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari kemarin media memberitakan perihal di keluarkannya Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang pembubaran ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila. Publik sebenarnya tahu bahwa Perppu ini awalnya dilandasi keinginan untuk membubarkan Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang selama ini selalu menyuarakan Ide Pendirian Negara Khilafah sebagai pengganti dari Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terlepas dengan adanya Perppu tersebut, yang dimaksud dengan anti atau bertentangan dengan Pancasila itu sebenarnya siapa ? Ini rasanya yang masih menjadi interpretasi liar. Apakah ini langsung ditujukan kepada mereka yang diklaim "Radikal" "Fundamental" hingga kemudian mendapat "Teroris".

Sesungguhnya fenomena radikal-fundamental hingga berujung aksi teror adalah hal jamak yang bisa terjadi kepada semua identitas agama, suku, bangsa, negara, dsb. Sehingga label teroris yang selama ini lazim disematkan kepada umat Islam sungguh kata yang keji dan penuh dengan unsur kebencian. Rasanya tidak perlu penulis sebutkan beberapa aksi teror yang diinisiasi oleh orang non Islam dan berlatar belakang negara non muslim pula.

Dalam pandangan penulis aksi terorisme bisa disebabkan oleh berbagai hal, ekonomi dan kemudian politik yang masing-masing menunggang pada identitas agama, suku dan bangsa tertentu. Mereka yang terlibat aksi teror adalah para "pengangguran" alias orang yang tidak ada kerjaan atau aktifitas produktif. Seandainya mereka punya aktifitas produktif tentu tidak akan terlibat pada hal-hal yang berbau teror. Karena tindakan teror adalah tindakan anti kemanusiaan yang sejatinya bukan bagian dr sifat dasar seorang manusia.

Argumen diatas didasarkan atas pengalaman penulis tinggal dikampung yang jauh dr hingar bingar perkotaan. Masyarakat didesa penulis adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan menengah. Sedangkan pengetahuan agama masuk pada kategori cukup, dalam artian mereka menjalankan standart rukun Islam seperti Sholat, Zakat, Puasa, dll. Bahkan untuk pengetahuan Fiqih termasuk memadai, dalam artian ilmu dasar Thaharah (bersuci), hal-hal halal haram cukuplah dikuasai.

Sehari-hari masyarakat ditempat tinggal penulis bekerja sebagai petani pada posisi pertama, kemudian pegawai honorer, karyawan swasta, dan beberapa menjadi PNS, TNI serta Polri. Selain itu ada yang bekerja sebagai wiraswasta dengan menjual cilot, aneka makanan ringan, bengkel, konter pulsa, air minum isi ulang, penjual sayur, dan lain-lain.

Jadi pada intinya ketika semua orang memiliki aktifitas, entah itu berupa pekerjaan yang berorientasi sebagai mata pencaharian hidup atau kegiatan yang bersifat sosial atau kreatifitas maka orang tersebut akan terhindar dari kegiatan terorisme. Mereka para teroris adalah orang-orang yang tak memiliki orientasi hidup sehingga mengikuti aktifitas teror.

Tulisan diatas hanya sebuah interpretasi dari sekian interpretasi terorisme..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun