Dengan demikian jelaslah, bahwa keraton Hamengkubuanan memperlakukan Muhammadiyah dan NU, sebagai sebuah budaya, dengan tidak mementingkan institusinya. Ini adalah tindakan yang sangat bijaksana, yang sudah sepatutnya ditiru dan dicontoh oleh para pimpinan kedua organisasi tersebut.
Dengan ungkapan lain, baik tradisionalisme NU maupun pembaharuan Muhammadiyah haruslah diukur secara budaya, dan bukannya secara kelembagaan. Bukankah kini anak-anak muda kedua belah pihak sering dihadapkan kepada tantangan budaya modern yang menjauhkan mereka dari akar-akar budaya masa lampau? Bukankah ini melupakan kita dari kenyataan adanya orang-orang Muhammadinu, yang seringkali sudah tidak melihat relevansi pemisahan keduannya. Kalau saja kita menjadi dewasa dalam hal ini, kita akan melihat keadaan NU dan Muhammadiyah, bukannya pertentangan dan perpecahan antara keduanya.
Â
Â
Paso, 10/3/2002
*Penulis adalah ketua dewan syura DPP PKB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H