Mohon tunggu...
Hafiz Alkabani
Hafiz Alkabani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Tantangan adalah peluang yang menyamar. Hadapi dengan keberanian, karena di baliknya ada pelajaran dan keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kutipan Al-Qur'an dalam Lirik Lagu For Revenge: Apresiasi atau Kontroversi?

23 November 2024   16:42 Diperbarui: 23 November 2024   19:12 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Belantika musik Indonesia kembali diramaikan oleh perdebatan hangat ketika salah satu band rock lokal, For Revenge, merilis lagu terbarunya yang menyisipkan kutipan dari Alquran dalam liriknya. Keputusan ini mengundang beragam reaksi, mulai dari pujian atas keberanian bereksperimen hingga kritik pedas dari sebagian kalangan yang menganggap penggunaan ayat suci dalam lagu tidak pantas.

Mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam karya seni, khususnya musik, bukanlah hal baru di Indonesia. Dalam kasus ini, kutipan Alquran yang digunakan menjadi simbol penting, memperkuat narasi lirik yang berhubungan dengan refleksi spiritual dan pergulatan batin. Beberapa penggemar menyebut langkah ini sebagai inovasi yang berani dan mampu memberikan perspektif baru dalam bermusik, apalagi di ranah rock yang jarang menyentuh tema-tema religius secara eksplisit.

Namun, sisi lain dari diskusi ini adalah kritik dari kelompok konservatif yang menganggap penggunaan ayat suci dalam konteks hiburan berisiko mereduksi kesakralan Alquran. Bagi mereka, meskipun niat sang musisi mungkin baik, ada kekhawatiran akan munculnya salah tafsir atau komodifikasi nilai-nilai spiritual demi keuntungan komersial.

Di tengah pro dan kontra ini, muncul pertanyaan fundamental: sejauh mana seni dapat menggunakan simbol-simbol religius tanpa melukai sensitivitas kelompok tertentu? Seni, sebagai bentuk ekspresi, sering kali melibatkan interpretasi subjektif. Namun, ketika unsur religius seperti Alquran diangkat, batas antara apresiasi dan apropriasi menjadi tipis.

Dalam wawancara terbaru, salah satu personel For Revenge menjelaskan bahwa penggunaan kutipan tersebut bukanlah tanpa alasan. Mereka ingin menyampaikan pesan universal tentang introspeksi dan harapan, yang mereka rasa relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Meski demikian, mereka mengakui perlunya kehati-hatian agar pesan tersebut tidak disalahartikan.

Kasus ini seharusnya menjadi refleksi bersama bagi para pelaku seni dan masyarakat. Apakah seni harus selalu tunduk pada batas-batas tradisional, atau justru seni bisa menjadi medium yang menjembatani pemahaman antarbudaya dan keyakinan? Yang pasti, kehadiran elemen religius dalam musik membuka ruang diskusi yang tak hanya memperkaya wacana seni, tetapi juga menggali lebih dalam hubungan antara spiritualitas, budaya, dan hiburan.

Pada akhirnya, tanggung jawab ada di tangan sang kreator. Keberanian dalam bereksperimen tetap harus diiringi dengan penghormatan terhadap nilai-nilai yang diangkat, terutama di negeri yang penuh keberagaman seperti Indonesia. Mampukah seni seperti karya For Revenge menjadi jembatan pemahaman, atau justru menjadi batu sandungan? Waktu yang akan menjawab.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun