Mohon tunggu...
Muhammad F. Hafiz
Muhammad F. Hafiz Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis sebagai profesi dan amal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bansos

27 Maret 2024   09:17 Diperbarui: 27 Maret 2024   09:20 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi sudah satu bulan sejak Iyat memutuskan pergi dari pelabuhan, tak juga dia menjajakan cilok. Menghasilkan uang dengan bekerja serabutan membuat dia tak lagi memiliki uang jika tak bekerja. Kini uang di rumah hanya cukup sampai pertengahan bulan puasa.

Meskipun sejak awal bulan Iyat berusaha menghemat beras, tetapi tetap saja tak seperti yang dia rencanakan. Sejak beras di kantung kresek itu mulai menipis, Iyat memilih untuk mengurangi makan. Asalkan Sahram bisa sahur dan berbuka, Iyat cukup hanya makan saat buka puasa saja.

Ruhiyat jadi kurang makan. Dia mengalami penurunan metabolisme tubuh sehingga tubuh tidak mampu memproduksi panas yang cukup. Iyat menggigil. Belum lagi ditambah tidur yang kurang akibat pikirannya berkecamuk. Rupanya kurang tidur dapat mengganggu sistem saraf dan kinerja hipotalamus di otak yang bertugas untuk mengatur suhu tubuh. Ruhiyat kini beku.

"Bapak makanlah. Untuk buka puasa nanti aku bisa minta beras di uwak Nun setelah aku bantu uwak bikin cilok yang mau dijual. Aku juga bisa minta enam tusuk cilok buat lauk kita," kata Sahram menyodorkan piring dengan nasi dan cilok yang dicabut dari tusuknya.

Ruhiyat beku melihat piring penuh nasi. Seberapa sedikit yang dimakan Sahram? Ruhiyat membatin. Badannya membeku.

Iyat mengangsur tangannya dari balik selimut, menyorong piring ke arah Sahram. Bocah kelas 6 sekolah dasar itu terlalu sering mengalah. Tak pantas untuk anak seusia itu. Keadaan serba kekurangan tak membuat anak itu jadi mengutamakan dirinya. Sahram justru lebih peka dengan penderitaan orang lain.

Suatu waktu Sahram membawa pulang mainan pazel yang dijual tukang bas di sekolahnya. Pazel karton yang apabila disusun dengan tepat akan membentuk gambar mobil lamborghini. Mobil orang-orang yang berlebihan uang. Ruhiyat memperhatikan anaknya menyusun gambar itu, tak biasanya Sahram membeli mainan. Dia sering membuat sendiri mainan yang diinginkan.

"Aku tak suka mainan ini. Aku membelinya karena tak ada yang beli di pak bas. Kawan-kawan aku menghabiskan uang mereka belanja cilok. Lagipula mobil ini jelek sekali," ujar Sahram.

Teriris perasaan hati Iyat mengingat-ingat semua yang telah mereka lalui selama ini. Keadaan serba kekurangan harus diubah. Kemiskinan harus disudahi. Semua orang sebaiknya berubah menuju keadaan yang lebih baik.

Sewaktu di pebuhan Ruhiyat pernah melerai perkelahian para makelar penumpang. Mereka berebut duit upah dari sopir minibus yang tak seberapa. Cekcok antarmereka bisa memanas menjadi duel berdarah. Hanya karena upah yang habis ditukar dengan setengah bungkus rokok.

Di tempat kontrakannya Ruhiyat acap mendengar suami-istri bertengkar karena hidup susah. Anak-anak mereka tidur di sembarang tempat dalam rumah kecil yang tak layak. Ada seorang tetangga yang dipenjara karena mencuri dari orang kaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun