Di bawah langit yang melukis hitam,
gemintang terhampar, jauh namun nyata,
membisikkan cerita tentang waktu,
yang dulu pernah kupegang erat, namun kini lepas.
Malam menampung rahasia dalam sunyi,
seperti air sungai yang diam,
merembes perlahan menyentuh pasir,
lalu hilang, ditelan kedalaman tak bertepi.
Aku berdiri di tepi kenangan,
menyaksikan jejak-jejak yang kian pudar,
tersapu angin, terlupakan waktu,
seperti bayang yang tak kembali ke pemiliknya.
Di antara desir angin yang dingin,
kudengar sayup-sayup suara,
bisikan jiwa yang dulu ku abaikan,
tertinggal di sela-sela gema masa lalu.
Ada rindu yang tak tersampaikan,
tertahan di bibir malam yang kelu,
menyisakan sesak di dada,
seperti api kecil yang tak pernah padam.
Aku mencari-cari jawaban dalam gelap,
bertanya pada bintang yang kian samar,
mungkinkah jejak-jejak itu kembali?
Ataukah hanya ilusi yang kubangun sendiri?
Namun, malam terus diam,
seperti telah tahu akhir dari segala tanya,
hanya angin yang tetap setia,
menghapus sisa-sisa ingatan yang kian menua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H