MALAM INI
Malam ini, lebih sunyi dari biasanya. Angin berdesir lembut, membawa aroma basah tanah yang baru saja tersiram hujan sore tadi. Langit pekat, tak sebutir bintang pun terlihat, seolah malam ini menyembunyikan segala cahaya.
Rina duduk di kursi kayu di sudut ruang tamu rumahnya yang tua. Lampu kuning temaram menggoreskan bayangan panjang di dinding, memberikan kesan ruangan yang lebih besar dan lebih kosong daripada sebenarnya. Di tangannya, sebuah buku tua terbuka, tapi pikirannya melayang, tak fokus pada kata-kata di halaman itu.
Malam ini terasa aneh. Terlalu hening, seakan alam menahan napas. Ponsel Rina yang tergeletak di meja berkedip, menunjukkan pukul 23:47. Masih terlalu awal untuk tidur, namun rasa lelah merayapi tubuhnya. Matanya beralih ke jendela besar di ruang tamu yang menghadap ke halaman belakang. Gelap, seperti menatap ke dalam kehampaan.
Tiba-tiba, dari sudut matanya, ia melihat sesuatu bergerak di balik tirai. Jantungnya berdegup kencang. Awalnya ia berpikir itu hanya bayangan, namun kemudian terdengar suara samar, seperti langkah kaki menyeret di lantai kayu tua. Rina menegang, merasakan bulu kuduknya meremang.
Dia berdiri perlahan, tak berani mengeluarkan suara. Dengan langkah hati-hati, dia mendekati jendela, mencoba mengintip ke luar. Halaman belakang rumahnya kosong, hanya pohon-pohon tua yang melambai pelan ditiup angin. Tidak ada siapa pun.
Tapi langkah itu kembali terdengar---kali ini lebih dekat. Dari balik ruangan yang gelap, terdengar suara lain: pintu belakang berderit perlahan, terbuka sedikit demi sedikit. Rina menahan napas, mencoba mengingat apakah ia sudah mengunci pintu itu. Seingatnya, pintu belakang selalu terkunci rapat sebelum tidur.
Langkah-langkah itu semakin mendekat, gemanya terasa nyata di sekujur tubuhnya. Ada sesuatu di sana. Di dalam rumah. Sesuatu yang tidak seharusnya ada.
Ketika suara pintu akhirnya berhenti, Rina menyadari bahwa apa pun itu sekarang sudah berada di ruang dapur. Jaraknya hanya beberapa langkah dari ruang tamu. Matanya menatap pintu dapur yang sedikit terbuka, membiarkan bayangan pekat di baliknya tampak samar. Napasnya semakin cepat, rasa dingin menjalar di tangannya.
Ia mendengar suara napas berat dari balik pintu dapur. Suara itu tidak mungkin milik manusia. Terlalu dalam, terlalu parau. Jantung Rina berdegup makin kencang, hampir meledak di dadanya.
Perlahan, tangan hitam kurus menjulur dari balik pintu, mencengkeram tepi kusen. Suara kuku panjang yang mencakar kayu membuatnya menggigil ketakutan. Tangan itu, dengan jemari yang seperti tulang tanpa daging, merambat pelan, seolah merasakan tekstur kayu, dan akhirnya sesuatu mulai muncul dari kegelapan.