Mohon tunggu...
Dea
Dea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Pencinta kata yang berbisik

Nothing but busy🤍 "Penggemar kata-kata yang mengalir dalam rima dan makna. Menuliskan puisi sebagai bentuk suara hati, merangkai setiap baris untuk menghidupkan keindahan dan perasaan yang tersembunyi. Temukan jejak cerita, cinta, dan renungan dalam tiap sajak yang kutulis. Mari berbagi makna dalam setiap kata yang berbisik."

Selanjutnya

Tutup

Horor

Tumbal Rumah Sakit

24 Juli 2024   15:49 Diperbarui: 24 Juli 2024   15:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Di pinggiran kota yang sepi, terdapat sebuah rumah sakit tua yang telah lama ditinggalkan. Bangunannya kusam dengan jendela-jendela yang pecah dan pintu yang terayun pelan setiap kali angin bertiup. Tak ada yang berani mendekat, kecuali mereka yang terpaksa. Cerita tentang rumah sakit itu beredar luas, mengisahkan kejadian-kejadian aneh dan penampakan yang menghantui setiap sudut bangunan.

Malam itu, Rina dan teman-temannya, Dodi dan Maya, memutuskan untuk menguji nyali mereka dengan masuk ke rumah sakit tersebut. Dengan bermodal senter dan kamera, mereka memasuki gedung yang gelap dan berdebu. Suara langkah kaki mereka bergema di lorong yang panjang, menambah kesan menyeramkan.

"Sebenarnya kita ngapain sih di sini?" tanya Maya dengan suara bergetar. Rina hanya tersenyum, mencoba menyembunyikan rasa takutnya sendiri.

"Ini kan cuma buat seru-seruan, May. Lagian, katanya di sini banyak penampakan. Siapa tahu kita bisa lihat," jawab Dodi sambil tertawa kecil.

Mereka terus berjalan hingga tiba di sebuah ruangan operasi. Di sana, bau antiseptik yang masih tersisa menyengat hidung mereka. Tiba-tiba, lampu senter Rina berkedip-kedip sebelum akhirnya mati total.

"Sial, baterainya habis," gerutu Rina. Dodi mengeluarkan senter cadangan dari tasnya dan menyalakannya. Namun, saat cahaya senter menyinari sudut ruangan, mereka terkejut melihat bayangan seorang dokter dengan wajah pucat dan berdarah sedang berdiri di pojok ruangan.

"Ayo keluar sekarang!" teriak Dodi, menarik tangan Rina dan Maya. Mereka berlari keluar dari ruangan operasi, namun seolah-olah labirin, lorong-lorong rumah sakit membuat mereka tersesat.

Di tengah kepanikan, mereka mendengar suara tangisan anak kecil yang menggema di sepanjang koridor. Suara itu semakin mendekat, membuat bulu kuduk mereka merinding. Mereka berhenti di depan sebuah ruangan dengan tulisan 'Kamar Mayat'. Tanpa pikir panjang, mereka masuk dan mengunci pintu dari dalam.

Di dalam ruangan yang gelap dan dingin itu, mereka mencoba menenangkan diri. Namun, suara tangisan itu masih terdengar jelas. Maya mulai menangis ketakutan, sementara Rina dan Dodi berusaha mencari jalan keluar.

Tiba-tiba, pintu kamar mayat terbuka dengan keras. Di ambang pintu berdiri sosok anak kecil dengan pakaian rumah sakit yang berlumuran darah. Matanya kosong, menatap mereka dengan tatapan yang dingin. Rina merasa tubuhnya kaku, tidak bisa bergerak. Dodi mencoba melindungi mereka, tetapi anak kecil itu mendekat dengan langkah pelan namun pasti.

"Ssshh... Jangan takut, aku hanya ingin teman," bisik anak itu dengan suara serak. Rina dan Maya mulai berteriak, tetapi suara mereka tertelan oleh keheningan malam. Anak kecil itu mengulurkan tangan, dan dalam sekejap, ruangan itu dipenuhi dengan bayangan-bayangan hitam yang mengelilingi mereka.

Keesokan harinya, polisi menemukan rumah sakit itu dalam keadaan terkunci dari luar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, kecuali tiga kamera yang ditemukan di lantai rumah sakit. Rekaman kamera tersebut menunjukkan Rina, Dodi, dan Maya yang memasuki rumah sakit, namun tidak pernah keluar lagi. Hingga kini, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.

Rumah sakit itu kembali sunyi, menyimpan misteri yang tak terpecahkan. Hanya suara angin yang berbisik di antara reruntuhan, seolah-olah mengingatkan siapa saja yang mencoba mendekat bahwa tempat itu membutuhkan tumbal baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun