Sekilas daunnya seperti percampuran sirih dan keladi, berbentuk hati bisa selebar piring makan dengan warna hijau tua. Akan tetapi, tanaman ini tidak menjalar seperti sirih dan tidak berumbi seperti keladi.
Batangnya kecil sebagaimana dijumpai pada tanaman perdu. Keistimewaan pada tanaman ini adalah ketika daunnya dirobek, aroma khas tercium semerbak. Maka tak salah, tanaman ini digolongkan sebagai tanaman rempah.
Tanaman Apakah yang dimaksud?
Orang Kerinci menyebut tanaman ini sebagai gumbo. Akan tetapi, secara ilmiah dinamakan sebagai Piper umbellatum L. Awalan nama piper menunjukkan bahwa gumbo tergolong suku piperaceae atau suku sirih-sirihan.
Oleh sebab itu, tidak salah daunnya memiliki kemiripan dengan daun sirih dan lada. Pun begitu pula dengan manfaatnya, tidak jauh dari “sepupunya” sirih dan lada.
Pada masyarakat Kerinci, gumbo dijadikan sebagai bumbu masakan sekaligus sebagai tanaman obat. Di wilayah Siulak, daun gumbo ditambahkan sebagai penguat rasa ketika memasak pepes ikan yang disebut sebagai “paih”.
Daun gumbo diiris kecil-kecil bersama ikan siluang, parutan kelapa, serta bawang merah, bawang putih, kunyit, dan cabe merah yang sudah dihaluskan. Setelah itu, dibungkus dengan daun pisang dan dipanggang diatas bara api.
Aroma gumbo yang keluar setelah proses pembakaran, menyebabkan hilangnya bau amis ikan dan menambah cita rasa “paih” yang dimasak. Sampai saat ini, paih gumbo menjadi salah satu hidangan tradisional favorit, meskipun sangat jarang ditemukan.
Selain sebagai bumbu masakan, gumbo memiliki manfaat lain sebagai tanaman obat-obatan. Sebagaimana penelitian Fransiska dkk. tahun 2022, masyarakat Tamiai Kerinci menggunakan daun gumbo sebagai salah satu ramuan obat untuk kanker payudara.